Surat Anak untuk Bapak:
Kepada JJ Kusni
 
oleh
 
Indra J. Piliang
 
 
Dengan segala hormat
sepuluh jari tersusun di dada
sebelas dengan tundukkan kepala
tiga belas dengan simpuhan dua kaki
 
Dukamu abadi,
sungguh, hamba tahu itu
kau penggal sajak-sajak lirih
kau geluti hutan rimba penuh ular berbisa
kau selami kolam-kolam  waktu penuh lintah dan buaya
sungguh, hamba juga merasakannya
 
Hamba hanyalah ingus di hidung Jakarta
butir pasir tak berbau tak bertalu, diinjak orang sambil berdendang
hamba tahu sejarah dari buku
hamba tahu manusia dari buku,
dalam lintasan abad
dalam pusaran waktu
terkatung-katung mencari makna
atas hidup dan kehidupan
atas manusia dan kemanusiaan
 
Ini negeri sedang hancur-hancurnya
dimana letak logika?
 
Andai hamba adalah anak
kau adalah bapak
dimana letak hubungan dua jantung yang berdetak?
dimana pertemuan dua aliran darah yang bergejolak?
adakah nurani terus terhentak memberontak pada peluru yang pongah memburaikan otak?
 
Hamba lahir ketika kelahiran bukan kehendak kehidupan
bersama jutaan anak-anak muda lainnya,
hamba menjadi anak-anak haram peradaban
orang-orang tua sering lari telanjang di depan kami
memperkosa seenaknya perawan-perawan masa depan
digilir dari satu pesta ke pesta lain
dalam orgy gila kekuasaan
dan kami disuruh membersihkan sampah-sampah yang berserakan
ketika orang-orang tua tidur, mabuk, dalam ketelanjangan
 
Apa arti masa depan buat kami,
kalau isinya hanya dendam?
mana rumah buat kami,
kalau semuanya telah diruntuhkan orang-orang tua
sementara badai kian mengamuk
hujan dan banjir mengaduk-aduk cadangan makan esok hari, membawa hanyut periuk nasi
 
Baik, hamba bisa saja setuju denganmu
mari kita asah belati
kita gorokkan ke setiap leher orang-orang tua kami
kita serbu gedung CIA, Kedubes Amerika, Hisbullah, Banser NU, TNI, Golkar, PPP, PDI, PP, MUI, HMI, PMKRI,
seluruh daftar nama yang tercantum dalam sejarah pembantaian PKI
kita cari satu-satu: KAMI, KAPPI, eksponen 66, UI, ITB, Unpad, UGM
Satu, dua, atau tiga generasi akan hilang,
dan kami akan jadi anak-anak dracula, 
merobek buku-buku sejarah,
membakar kitab-kitab suci,
menjadi dajjal peradaban
menjadi Tu-Han dan Han-Tu sekaligus
 
Bisa saja, kami punya semangat itu
atas nama revolusi
atas nama pembersihan generasi
atas nama kami sendiri yang siap menyusun sejarah kami sendiri
tanpa perlu tahu, sejarah masa lalu  
 
lalu, kami akan bersimpuh dalam genangan darah
seperti Fir'aun berdoa di Laut Merah
 
"Tuhan, beri kami ampun-Mu..."
 
sekalipun kami tahu, tak ada ampun kalau tak didahului hukuman
 
hamba telah tuliskan,
hukum dia selagi dia hidup
dan hukum juga para begundalnya, para cakrabirawa di sekelilingnya
jangan beri kami sandiwara
tidakkah kau tangkap itu, wahai bapak?
 
atau, begini,
kalau memang kelahiran hamba tak dikehendaki kehidupan
silakan hukum hamba,
penggal leher hamba
benamkan hamba ke lumpur waktu
 
atau
butakan mata hamba
hingga hamba tak bisa lagi mengerti
apa yang sesungguhnya terjadi
tinggal dituntun sekehendak orang-orang tua hamba
 
Jakarta, 31 Mei 2002
 
 
 
----- Original Message -----
Sent: Thursday, May 30, 2002 6:57 PM
Subject: [Nasional] KEPADA INDRA PILIANG

KEPADA INDRA PILIANG
 
 
Oleh JJ. Kusni
 
 
 
baik, baik, tiran berdarah pun memang manusia 
tapi sudahkah kau renungkan arti satu dua juta nyawa yang darahnya membasahi kampung sebelum pulau-pulau mendengar tangis pertamamu meninggalkan rahim ?
 
baik,baik, tiran berdarah memang manusia tanpa kemanusiaan hanya
tapi apakah keadilanmu sudah menghitung benar
duka satu dari sepuluh penduduk negeri maka
tanahairpun hari ini di ujung tanduk petaka
aku menanyaimu  sungguh-sungguh menanyai nuranimu
 
boleh jadi indonesia porakporanda
dan dengan selembar ijazah rapi terjaga  
kau tak hilang apa-apa tak  kenal arti masakre
samar-samar mengenal arti ajal kejaran tentara
indonesia hanya jadi obyek bukan dirimu sendiri  indonesia hanya nama besar bisa dijaja dan laku memang!
 
yang aku minta bukan darah dibayar darah
yang aku minta adalah keadilan
pemahaman duka dan getirnya pembunuhan
bagaimana orang dikejar ajal dan perkosaan
bagaimana kemanusiaan dihargai wajar
aku hanya bisa geleng-geleng gimana para sarjana
meremehkan duka penduduk tanahair seperti tak apa-apa
demikian asyik melayang di awang-awang tengtelam di antara buku-buku perpustakaan pongah menggertak bangga dengan sebutan peneliti
 
jagal dan yang dijagal
seperti sama saja
tanahair dan kemanusiaan
apakah maknanya bagimu
ketika aku masih mencadangkan satu kata
 
 
Perjalanan 2002
 
 
 
 

Kirim email ke