Menuju Utara (1)

Tanggal 17 Agustus aku beranjak dari Nihonmatsu yang masih digerahi 
matahari musim panas membawa 7 hari liburan dalam tas yang penuh. Hari 
itu melahirkan perasaan yang beragam dalam jiwa yang beroleh penghidupan 
di negara yang pernah menjajah negeriku. Negara yang pernah mengangkat 
harga diri, melukai harga diri, dan lantas memperkuat keyakinan diri 
bangsa Indonesia.

Lupakan perasaan patriotik semu itu, biarkan para sejarawan meneliti 
ulang apa sebenarnya yang dipersembahkan Jepang sebelum, semasa, dan 
sesudah Perang Dunia Kedua. Naiki taksi yang sudah menunggu di depan flat 
menuju stasiun kereta yang berjarak lima menit perjalanan. Sudah 15 tahun 
mangakeh aku di negeri sakura ini menaiki taksi, bis, dan kereta, namun 
tidak sekalipun pernah menaiki mobil sendiri.

Teriknya mentari membasahi sekujur tubuh Nihonmatsu yang segera akan 
kutinggalkan dalam hitungan menit di stasiun yang agak sepi. Manakala 
kereta mendekat, begitu saja secara otomatis komputer menangkap 
keberadaannya dan memutar kaset yang berisi suara merdu seorang gadis 
(janda?) mengabarkan akan kereta yang sudah berada di puncak hidung calon 
penumpang.

Pintu kereta tidak berkehendak menguakkan diri secara otomatis kalau saja 
tombol yang tertempel di sampingnya tidak ditekan waktu mau keluar masuk. 
Dengan begitu, udara AC yang mengambang dalam kereta tidak berhamburan ke 
luar dan terbang ke angkasa. Suatu strategi penghematan biaya operasi 
kereta sekaligus penyelamatan bumi yang sudah kepayahan bersebab 
pemanasan global. Calon penumpang dengan tertib mengenyampingkan badan 
memberi jalan kepada penumpang yang mau turun dan baru melangkahkan 
kakinya masuk manakala tidak ada penumpang yang mau turun lagi. Suatu 
pemandangan yang entah kapan dapat disaksikan di Ranah Minang.

Penumpang sibuk dengan kesibukannya sendiri. Anak-anak SMU bergerombolan 
dan berbicara bagai berada di tempat konstruksi jalan, sekelompok orang 
tua berbicara perlahan memancarkan kematangan jiwa, sepasang remaja 
berpandangan dalam asmara diam saling melemparkan senyuman manis, dan 
sepasang orang dewasa (mulai gaek?) saling merapatkan diri di tempat 
duduk yang lapang sambil sekali-sekali bicara sakarek ula sakarek baluik 
dalam bahasa Jepang dan Indonesia.

(bersambung)

e

RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===============================================
Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe,
anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini.

Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: 
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
===============================================

Kirim email ke