Title: Republika Online : http://www.republika.co.id
20 Nopember 2003
Kelok Sembilan akan jadi Kenangan

Dua tahun lalu truk yang dikendarai Awaluddin tersangkut di salah satu tikungan. Empat hari ia harus `bermukim' di Kelok Sembilan, Sumatera Barat. "Sudahlah uang jalan ludes, badan juga capek," kata Awaluddin, pengemudi yang setiap hari melewati jalur Padang-Pekanbaru.


Awaluddin mengaku selalu merasa ngeri, melewati jalur ini. "Katanya akan dibuat jalan layang di sini, kalau benar syukurlah,'' kata dia.


Bagi Acep dan Ricky, mahasiswa Pekanbaru, kelok sembilan benar-benar mengganggu perjalanan mereka. "Wah saya naik motor dari Pekanbaru. Saya suka liburan ke sini. Sayang Kelok Sembilan benar-benar mengganggu," kata Acep.


Tak hanya dua anak muda ini yang suka naik motor ke Bukittinggi, tapi puluhan anak muda lainnya, menghabiskan akhir pekannya di Pekanbaru dan Payakumbuh. "Orangtua saya selalu berpesan agar hati-hati di jalan, terutama di kelok sembilan," kata Wahyu, mahasiswa lainnya.


Kelok sembilan terletak pada 148 km dari Padang arah ke Pekanbaru. Di sini setiap hari lewat kendaraan sebanyak 6.800 unit/hari dan 11.350/hari saat libur. Di kelok sembilan terbuhul dua masalah penting, yaitu jalan sempit dan terjal sehingga biaya angkutan darat menjadi sangat tinggi. Kedua, rawan kemacetan lalu lintas dan mengganggu arus wisatawan.


Menurut catatan Kepala Dinas Prasarana Jalan Sumbar Hediyanto, di ruas jalan Padang-Pekanbaru yang panjangnya 350 Km, Kelok Sembilan merupakan ruas yang paling berat untuk dilewati. Ruas jalan itu justru sangat penting, karena eratnya kaitan antara Riau dan Sumbar. Penduduk Riau sebagian besar berasal dari Sumbar. Hubungan kedua daerah telah terjalin lama. Kedua daerah saling berutang sejarah.


Tapi Riau berkelabat maju. Industri tumbuh pesat. Ini ditandai dengan pemakaian tenaga listrik yang besar. Riau sendiri memacu pembangunan ekonominya di bidang perdagangan, industri, dan jasa. Sementara Sumbar konsentrasi pada pertanian dan pariwisata. Maka tak heran setiap akhir pekan, Bukittinggi penuh oleh warga Pekanbaru.


Ruas jalan Sumbar-Riau, senantiasa ramai, apalagi pada saat padat yaitu hari Jumat sampai Senin, dengan arus lalu lintas delapan ribu sampai 11 ribu kendaraan. Kelok Sembilan, menurut Bupati 50 Kota, Alis Maradjo, merupakan ruas jalan sejarah.


Setidaknya sejak tiga abad silam, perdagangan dari pedalaman Minangkabau ke Sumatera Timur telah melalui jalur ini. Kelok Sembilan sendiri dibangun oleh Belanda tahun 1932, sebuah pembangunan jalan yang banyak memakan korban. Kelok sembilan sama beratnya dengan Kelok 44 di Manijau, kelok di pendakian Sitinjau Laut antara Padang dan Solok serta pendakian di Silaiang Kariang, Padangpanjang. Sumbar memang kaya dengan jalan berkelok-kelok.


Karena posisi Kelok Sembilan yang berfungsi sebagai faktor penentu mulusnya hubungan lalulintas darat Padang-Pekanbaru, maka Pemprov Sumbar memandang perlu untuk membuat sebuah jembatan layang di situ.


Sebenarnya, kata Hediyanto, pembangunan jembatan layang Kelok Sembilan sudah diretas sejak beberapa tahun silam. Studi kelayakannya telah selesai dan menelan biaya Rp 2,2 miliar. Hasil studi itu sudah dipresentasikan di hadapan banyak lembaga.


Sebelumnya lagi, sebagian jalan sempit berkelok menuju Pekanbaru sudah diluruskan dengan memakan biaya Rp 15,2 miliar. Dengan demikian jarak tempuh Padang-Pekanbaru menjadi semakin singkat. Jika sebelumnya, Padang-Pekanbaru ditempuh dengan waktu 8-10 jam, maka dengan diluruskannya sejumlah ruas jalan, waktu tempuh menjadi kurang dari itu. Akan semakin cepat jika jalan layang kelok sembilan sudah selesai.


Kelak, di tengah rimba belantara Padang-Pekanbaru membentang jembatan layang rancak, di bawahnya tetap terlihat jalan Kelok Sembilan tua membentang, seperti mengukir sejarah kedua daerah. "Kita tidak akan merusak Kelok Sembilan lama," kata Hediyanto.


Ia menyebutkan, jembatan layang yang dirancang itu keloknya juga sembilan. Tapi, jika selama ini macet, maka di jalan layang kendaraan bisa melaju 80 km/jam. Jembatan layang itu sendiri panjangnya sekitar 4,5 km saja.


Tapi jika selesai, maka napas Padang-Pekanbaru yang tersumbat selama berabad-abad, akan lepas. Lega. Sumbar sendiri sebenarnya, menurut Hediyanto berharap sangat banyak pada proyek ini. Pasalnya, arus kunjungan wisata lokal dari Riau ke Sumbar benar-benar membludak. Tidak ada tempat rekreasi yang representatif bagi orang Riau, kecuali ke Singapura dan ke Bukittinggi. "Tidak mungkin tiap minggu orang Riau berlibur ke Singapura, jika mereka berlibur pasti memilih Bukittinggi," katanya.


Pembangunan jalan layang di Kelok Sembilan itu, merupakan upaya serius dalam mengurai buhul persoalan di kedua provinsi. Jika keruwetan di kelok sembilan bisa teratasi, maka kebutuhan Riau dari Sumbar seperti semua bahan pertanian dan semen akan terangkut dengan lancar. Sebaliknya, wisatawan dan barang industri juga akan lancar masuk ke Sumbar.


Didendangkan
Di Sumatera Barat (Sumbar) jalan bisa membuat orang menjadi sentimentil. Jalan-jalan didendangkan. Seniman Padang, Yusaf Rahman, berpuluh tahun silam membuat sebuah lagu berjudul  Kelok9:Mandaki jalan ka Payokumbuah/Baranti tantang kelok 9/Ondeh baranti tantang kelok 9/Dimalah hati indah karusua/Sadang basayang adiak bajalan/Ondeh sadang basayang adiak bajalan....


Jalan layang kelok sembilan adalah impian. Impian berjuta-juta orang di Sumbar dan Riau. Dan impian itu kini akan terujud. Kini, sepanjang perjalanan Padang menuju Pekanbaru atau sebaliknya, sejumlah kesibukan pekerja terlihat di beberapa tempat, terutama di kelok sembilan.


Proyek senilai Rp 163 miliar terdiri dari pembangunan jalan Rp 81 miliar dan enam buah jembatan Rp 82 miliar mulai dikerjakan. Proyek ini akan selesai tiga tahun kemudian. Buhul liat Padang-Pekanbaru itu pun mulai diurai.


Tapi apa itu Kelok Sembilan? Kelok Sembilan adalah ruas jalan sempit (bottleneck) menuju Riau di dekat Lubuk Bangku, Kabupaten 50 Kota Sumbar. Selain sempit, juga berliku-liku tajam. Jumlah keloknya sembilan buah. Mobil akan melewati jalan itu secara bergantian.


Jika jumlah kendaraan sedikit saja bertambah, maka akan macet total. "Beginilah, macet terus, saya sudah tiga jam di sini," kata Sapar, seorang sopir truk yang hendak menuju Pekanbaru. Kalau jembatan layang siap, maka kendaraan bisa melaju dengan kecepatan 80 km/jam. Jika tiga tahun lagi pelaju berhenti di Kelok Sembilan, tentu suasananya sudah berbeda. Akankah ada lagu baru untuk itu? n khairul jasmi.


 




Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/cetak_detail.asp?id=146281&kat_id=3

Kirim email ke