Patah
Author: Abu Aufa

Dunia serasa kiamat, langit runtuh, dan bumi amblas
kalau patah hati. Kata Arjuna Si Pencari Cinta, hidup
tanpa cinta si doi bagaikan malam tanpa bintang, cinta
tanpa sambut bagai panas tanpa hujan. Hidup terasa
hampa, kosong dan gamang. Lagu cintapun berubah
menjadi lagu patah hati, 'Patah hatiku jadinya /
Merana berputus asa / Merindukan dikau yang tiada /
Terbayang setiap masa', hiks... hiks... hiks... sedih
syekalee...

Hidup emang kadang tak seindah puisi, ataupun syair
romantis dalam lagu-lagu cinta. Kesedihan, kegundahan
serta isak tangis juga salah satu mata rantai
kehidupan yang mungkin saja terjadi. Hati yang ingin
merajut masa depan bersama, retak dan hancur menjadi
serpihan, laksana butir pasir tersapu gelombang
pantai.

Emang, perpisahan dan penolakan dengan apapun
alasannya akan membuat hati ini terluka, walaupun
dengan kata-kata lembut terucap. "Bukan nolak sih,
tapi saya bukan yang terbaik untukmu," atau "Hm...
ntar deh pikir-pikir dulu." Kalo ditanya, "Berapa lama
mikirnya?" "Ntar ya sampe' purnama menyinari siang."
Yee... itu namanya ditolak lagi ! Tapi herannya kok ya
masih diharap, seakan seribu pengganti tiada serupa
dengan si doi. Gedubrak !!!

Kalo lantas sedih, airmata menggenang di kelopak mata,
meluk bantal sambil sesenggukan berhari-hari, mikir
'pingin bunuh diri tapi takut mati' mungkin masih
mendingan, lha... kalo beneran? Jatuh cinta emang suka
bikin masalah ya? Katanya, kalau berani jatuh cinta
harus siap patah hati. Namun gak lantas semua seperti
itu, karena ada juga cinta yang selalu terbalaskan,
yaitu cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam, dan juga cinta
suami istri, suami mencintai istri, istri pun
mencintai suami.

Katanya sih waktu yang akan menyembuhkan, namun
panjang atau pendek emang tergantung dari kekuatan
iman. Bukan lantas 'cinta ditolak mbah dukun
bertindak' atau 'khitbah ditolak murobbi dipecat'.
Seorang sahabat Nabi, Bilal ketika ia bersama Abu
Ruwaihah hendak meminang, beliau berkata, "Saya ini
Bilal, dan ini saudaraku. Kami datang untuk meminang,
dahulu kami berada dalam kesesatan kemudian Allah
memberi petunjuk. Dahulu kami budak-budak belian
kemudian Allah memerdekakan. Jika pinangan kami
diterima, kami panjatkan ucapan Alhamdulillah dan
kalau ditolak maka kami mengucapkan Allahu Akbar."

Gitu tuh contoh dari seorang Bilal bin Rabah, karena
itu beliau termasuk salah satu sahabat yang dijamin
masuk surga. Masa' sih baru sekali khitbah ditolak,
lalu mendadak jadi pujangga "Jodoh engkau dimana,
lelah hatiku mencarimu, alangkah tragisnya hidupku,
derita tanpa ujung" Piye toh mas-mas...

Bunuh diri -apalagi karena patah hati- itu bukan
ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah Sallallaahu Alayhi
Wasallam pernah bersabda, "Barangsiapa menjatuhkan
diri dari atas gunung kemudian bunuh diri, maka dia
berada di neraka, dia akan menjatuhkan diri ke dalam
neraka untuk selama-lamanya. Dan barangsiapa minum
racun kemudian bunuh diri, maka racunnya itu berada di
tangannya kemudian minum di neraka jahanam untuk
selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan alat
tajam, maka alat tajamnya itu di tangannya akan
menusuk dia di neraka jahanam untuk selama-lamanya."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Seorang ulama Dr. Yusuf Qardhawi pun pernah mengatakan
bahwa kehidupan manusia bukan menjadi hak milik
pribadi, sebab dia tidak dapat membuat diri, anggota
atau sel-selnya. Karena hakekat diri ini hanyalah
sebuah titipan yang diberikan Allah Subhanahu wa
Ta'ala, maka tidak boleh diabaikan, dimusuhi apalagi
melepaskannya dari kehidupan.

Biasanya, seseorang melakukan bunuh diri karena
keadaan yang sangat tertekan, atau terbelit depresi,
sering menangis, murung, impulsif, menganiaya diri
sendiri atau merasa kesepian, termasuk ciri-cirinya.
Mas Kelik, mahasiswa pasca sarjana Division of
Behavioral Science, Chiba University-Japan, mengatakan
peran keluarga sebagai pengikat hubungan hati sangat
berpengaruh dalam pola pikir seseorang. Pada saat
ikatan ini telah hilang, maka kelompok-kelompok
pergaulan menjadi sebuah pelarian, sebagai usaha untuk
menemukan jati diri mereka. Akhirnya terbentuklah akar
pola tingkah laku dari sosialisasi tersebut. Apa yang
ada pada kelompok tersebut laksana suatu 'kebenaran'
yang tak dapat diganggu-gugat. Saat 'kebenaran'
menyatakan bahwa solusi dari depresi -salah satunya
karena patah hati- adalah bunuh diri, maka itulah yang
dilakukan.

Jadi kesimpulannya, 'bunuh diri siapa (gak) takut?'
Dunia ini tidaklah selebar daun kelor, apa yang
menurut pandangan kita baik belum tentu dipandangan
Sang Pemilik Jiwa pun baik, demikian juga sebaliknya.
Bunuh diri yang mungkin dipandang sebagai suatu
'pembenaran' ternyata di pandangan Allah Subhanahu wa
Ta'ala pelakunya akan ditempatkan di neraka jahanam.
Padankah diri ini dengan saudara-saudara kita di
Palestina yang telah mempersembahkan jiwa, kerelaan
serta keikhlasan hati mereka untuk menggetarkan
musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan menjual
dirinya demi keinginan memeluk kesyahidan? Sungguh...
sungguh amat berbeda orang yang membunuh dirinya untuk
kepentingan pribadi, dengan pejuang-pejuang untuk
kemuliaan Islam. Bahkan shuhadaa' ini janganlah
disangka mati, mereka itu hidup di sisi-Nya dengan
mendapat rezeki [Al Imran 3:169].

Akhi wa ukhti fillah,
Daripada menyesali sesuatu yang telah terjadi, lebih
baik isi hidup ini dengan gerak langkah serta helaan
nafas ibadah kepada-Nya. Masih banyak yang lebih
menderita dari kita, dan tak terhitung anugerah yang
telah dan yang akan Ia berikan kepada kita, karena itu
jauhi bunuh diri. Sayangi jiwa, kalaulah goresan itu
pernah menyayat hati balurlah dengan tausyiah Illahi.

Bukankah hidup ini pun masih indah dengan banyak
sahabat-sahabat tercinta, orangtua terkasih yang
selalu melimpahkan sayang tanpa ujung kepada kita dan
Sang Pemilik Jiwa yang penuh dengan cintanya. Serta
masih banyak kebaikan yang bisa kita lakukan kepada
orang lain hingga kita tiba pada umur yang emang telah
ditentukan-Nya, bukankah sebaik-baiknya manusia adalah
yang bermanfaat untuk orang lain? Manfaatkan umur yang
sedikit ini, masih banyak kewajiban di depan mata yang
belum terselesaikan, dan itu lebih sangat berharga
daripada hanya merenung serta menyesali diri, seperti
pesan Hasan Al Banna, "The duty is more than time that
we have."

*kyou ga totemo kanashikute / asu moshi mo naite ite
mo
sonna hibi ga atta ne to / waraeru hi ga kuru darou
Hari ini sangatlah menyedihkan / Dan, kalaupun besok
aku menangis
Suatu waktu akan tiba saatnya aku dapat tertawa / Dan
mengenangkan waktu yang telah kita lalui bersama
(Notes: Kutipan lirik ini diambil dari sebuah lagu
yang berjudul Seasons-Hamasaki Ayumi, pernah populer
di Jepang karena (konon) liriknya yang memberikan
motivasi kepada orang-orang Jepang untuk menghargai
kehidupan)

Wallahua'lam bi showab.





RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
-----------------------------------------------

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===============================================

Kirim email ke