Profil:
MEMBANGUN KEMBALI NAGARI DILAM
*)
Petikan
Wawancara dengan Pardy Yusseva, Seorang Petani yang Menjadi
Sekretaris Nagari.
Kembali ke Nagari,
begitu lekat di benak masyarakat minang, khusus mereka yang bergiat
dan peduli dengan sistem kepemerintahan sebagai bentuk tanggap
terhadap kebijakan otonomi daerah di Sumatera Barat. Lesung sengaja
menemui seorang lelaki berperawakan kecil yang hadir pada saat
pertemuan Forum kelima di Bukit tinggi. Pardy Yussewa. MP, begitu
dia menuliskan namannya, adalah seorang yang mengaku sebagai petani
namun juga aktif dalam kepemerintahan desa (pada masanya) serta kini
menjabat sebagai sekretaris nagari Dilam Kabupaten Solok, Sumatera
Barat.
Lelaki asli Minang dan berputra dua itu menuturkan
sebagian pengalamannya, berkaitan dengan apa itu Kembali ke Nagari.
Berikut adalah petikan hasil obrolan Lesung dengan
Pak Pardy
Kini Nagari menjadi alternatif bagi sistem
kepemerintahan di daerah Minang, sebenarnya bagaimana kondisi Nagari
pada jaman dulu ?
Masyarakat minang adalah sebuah komunitas adat yang hidup
sebagai kesatuan masyarakat hukum. Dalam hal ini adalah hukum adat
menjadi penting pada saat itu. Ada aturan-aturan yang mengikat dan
mengatur kelompok-kelompok masyarakat.
Disana hukum ditegakkan dan tidak diragukan lagi,
hukum dapat berjalan sendiri.
Berupa kesepakatan tertulis ?
Ya, berupa kesepakatan dan tidak tertulis, tetapi
masyarakat secara sadar bahwa hukum adat itu memang harus
ditegakkan, karena ujungnya adalah kitabullah.
Bisa diberi contoh kasus, misalnya dalam bidang
apa?
Misalnya jika ada pencuri, ada sanksi langsung
dari masyarakat yaitu biasanya denda dan moral. Denda dengan
sejumlah materi tertentu yang disepakati dan sanksi moral misalnya
tidak boleh ikut dalam mufakat warga.
Kapan
sistem lama itu mulai berubah?
Sejak berlakunya UU nomer 5 tahun 79, dimana
disitu nagari digantikan dengan desa. Di wilayah kami satu nagari
akhirnya dipecah menjadi 3 desa dengan masing-masing dipimpin oleh
kepala desa.
Yang
paling terasa hilang?
Beberapa fungsi dari nagari, seperi musyawarah
nagari, karena apa-apa yang dilakukan oleh desa biasanya biasanya
telah dirumuskan lebih dahulu dari atas. Di samping itu juga
nilai-nilai yang hilang ?
Nilai-nilai seperti apa ?
Nilai dan rasa kebersamaan. Di Minang ada prinsip
kebersamaan tentang apa yang disepakati dimana semua akan
bersama, tidak ada yang
membantah dan menidakkan dari mufakat yang telah ada.
Apakah dengan berlakukan UU 5 hal-hal tersebut
menjadi hilang ?
Dikatakan hilang yang tidak... tetapi menipis.
Karena mereka sudah berpikir kelompok-kelompok kecilnya, bukan
kebersamaan dalam sebuah kesatuan masyarakat.
Hukum yang ada
kan tidak tertulis, bagaimana pemahaman anak cucu ?
Di wilayah kami setiap lima tahun ada semacam
pengkaderan atau semacam pewarisan hukum adat. Di tempat lain saya
tidak begitu tahu.
Caranya ?
Tentu saja cara terbaik adalah melalui pendidikan
di tingkat keluarga, lalu ditingkat komunitas kecil di tempat kami
disabut kaum, setelah itu diteruskan pada kelompok masyarakat dalam
tingkat yang lebih besar.
Di tingkat keluarga maupun pada tingkat yang lebih besar
harus mampu mempelajari, mendalami dan mensosialisasikan apa
nilai-nilai adat minang khususnya berkaitan dengan nagari.
Bagaimana dengan anak-anak rantau ? adakah
perbedaan nilai ?
Tidak ada perbedaan, tergantung dari ikatan
perantau, disitulah adat di pelihara semacam pelatihan-pelatihan
juga di rantau, sebisa mungkin diatur kehidupan dirantau seperti di
kampung halaman. Jika mereka kembali ke nagari secara otomatis akan
mengikuti nilai-nilai minang.
Termasuk orang-orang yang sekolah ?
Ya termasuk orang yang sekolah.
Hambatan hambatan dalam kembali ke nagari?
Hambatan atau tantangan yang ada adalah bahwa
tidak semua anggota masyarakat dapat mencerna nilai-nilai adat,
sehingga muncul berbagai penafsiran-penafsiran lain. Kalau
pendidikan agama tidak kuat maka kesadarannya rendah, bisa terjadi
adat dilaksanakan melebihi sara. Padahal adat harus bersanding sara,
sara bersanding kitaaabullah. Kalau yang berpendidikan cukup tinggi,
maka mereka cukup dapat mencerna nilai-nilai adat dengan baik.
Selain itu juga tuntutan ekonomi, jika kehidupan
ekonominya kurang memadai maka ada kecenderungan melanggar
nilai-nilai adat..... ya karena alasan ekonomi.
Artinya
yang pendidikan tinggi dan yang secara ekonomi lebih baik, itu lebih
mudah mencerna dan menyerap nilai-nilai adat ?
Ya... lebih mudah
adakah
hambatan yang dari luar ?
Saya kira sama dengan yang lain, bahwa kembali
kepada nilai-nilai nagari itu penuh tantangan.
Misalnya ?
Di kabupaten Solok saya adalah PJS (penjabat
sementara) Kepala desa terlama kira-kira tiga tahun dan bekerja di
desa sudah delapan tahun,. Saya tahu betul bagaimana tantangan dari
pihak kecamatan, misalnya.
Pada bulan Januari 2000, telah dicanangkan oleh
bupati solok bahwa kita kembali ke nagari. Yang saya tahu nagari
akan berhubungan langsung dengan kabupaten. Posisi camat merupakan
perpanjangan tangan bupati diwilayah kecamatan.
Tahun kemarin seluruh camat di kabupaten solok menghadap
bupati, barangkali mereka merasa dilangkahi atau apa. Bupati
menyarankan (bukan dalam bentuk tertulis) bahwa camat adalah
perpanjangan tangan bupati di wilayah tertentu. Nagari akan berurusan
langsung dengan bupati dan akanmemberitahukan kepada camat, bisa
lewat tembusan.
Jadi ada intervensi dari tingkat kecamatan ?
Ada ketidak sinkronan pada pemerintah. Cara pandang dan perilaku
pejabat di tingkat kecamatan masih memakai cara-cara Undang-undang
no 5/79. Camat masih
memakai gaya lama itu. Padahal kami memandang camat sebagai
perpanjangan tangan kabupaten ... ya boleh saja.
Sebagai perangkat nagari Upaya untuk menghidupkan
nagari ?
Yang pertama menghidupkan rasa melalui pendidikan
rakyat menggunakan pola-pola partisipatif, Sosialisasi Undang-undanga
22 intinya pencanangan bahwa kita kembali ke nagari.
Bentuk nyata dari upaya tersebut ?
Biasanya melalui pertemuan-pertemuan besar,
diskusi rakyat, pencanangan kembali kenagari dan ini diawali dengan
penataan kehidupan dimulai dari perangkat desa atau penguatan
kelembagaan nagari. Berdasarkan aturan perda kabupaten solok
Dicanangkan langsung ketok gong bahwa kabupaten
siap kembali ke nagari.
Bagaimana cara memilih wali nagari ?
Dipimpin oleh wali nagari yang dipilih oleh
masyarakat. Melaluii Badan Perwakilan Nagari kemuldian mucul wali
nagari lalau perangkatnya.
Paling cepat kalau lengkap itu satu tahun dan sampai sekaran
juga ada yang belum siap. Karena sekarang masih dalam proses kembali
ke nagari
Harapan bapak bagaimana Nagari masa depan ?
Nagari nan paling rancak dari nan rancak
Dimulai dengan penguatan kelembagaan, koordinasi
antar lembaga yang ada. Tentu tidak bisa terlepas dari posisi,
kewenangan dan tugas
pokok mereka.
Keberadaan datuk atau orang-orang yang punya kedudukan, tidak
menghambat partisipasi masyarakat ?
Lha.. itu partisipasi juga, karena diatas memberi
partisipasi dibawah akan timbul partisipasi jadi berpartisipasi
semua.
Apa yang
bisa bapak pelajari berkaitan dengan Pertemuan Forum yang sedang dilaksanakan ini
?
Kita harus berpikir bagaimana proses pembuatan
kebijakan apakah itu sesuai dengan aspirasi masyarakat dan bagaimana
kelembagaannya. Sehingga tidak ada celah celah di Perda yang tidak
mengakomodasi kepentingan dan aspirasi masyarakat khususnya di
nagari.
Terimakasih pak.
|