Bravoooooooooo.......Well said Nof.....:):) Wass. dave.:):) --- On Sun, 30/8/09, Y. Napilus <ynapi...@yahoo.com> wrote:
From: Y. Napilus <ynapi...@yahoo.com> Subject: [solok-selatan] Fw: Re: Sikap Kanak-kanak Menghadapi Malaysia To: "RantauNet2 Milis" <rantaunet@googlegroups.com>, "WSTB" <w...@googlegroups.com>, "Gebu Minang" <rgm...@yahoogroups.com> Cc: solok-sela...@yahoogroups.com Received: Sunday, 30 August, 2009, 12:55 PM FYI. Tanggapan dari Kepala Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda dan Olah Raga, Kab. Solok Selatan ini, cukup menarik untuk disimak. Kab. Solok Selatan sekarang sedang bersiap utk meluncurkan dalam waktu dekat Olah Raga ARUNG JERAM dan KAYAK ARUS DERAS. Eksibisi pertama nanti akan diikuti oleh LANTAMAL/ARMABAR/ SATLAK PB dan Umum. Termasuk keterlibatan para pehobby fotografi nanti tentunya... Sol-Sel berniat utk leading dalam olah raga ini...! Sorry, agak promosi dulu dikit...:) Skl lagi, mohon saudara-saudara kandung ku dari Malaysia yg ada di milis ini tidak merasa terganggu dg hal ini. Kita coba liat esensinya secara lebih bijak. Krn Malaysia, Brunei, Thailand, Filipina, Asutralia, dan sekitarnya, semua adalah tetangga yang merupakan PANGSA PASAR BESAR yang sangat kita harapkan masuk sbg wisatawan ke Sumbar. Jadi harus berangkulan lah kita satu sama lain dan tetap saling menjaga azas hormat menghormati. Kalau ada bbrp oknum yg berbeda, itulah demokrasi... :) Saya pribadi sengaja memanfaatkan isu ini utk terus membangkitkan kepedulian kita bersama agar bisa memberikan perhatian lebih kepada kekayaan seni budaya kita yang masih terlalu banyaknya. Memang tidak mudah ngurusinnya dan sekaligus mempromosikannya agar bisa jadi daya tarik utk menarik wisatawan masuk... Semoga kontribusi kita dari para pehobby fotografi akan membantu meningkatkan kepedulian berbagai pihak dan mempercepat proses promosi Industri Pariwisata Sumbar. Insya allah... Salam, Nofrins www.solok-selatan. com www.west-sumatra. com --- On Sun, 8/30/09, y_a...@yahoo. com <y_a...@yahoo. com> wrote: From: y_a...@yahoo. com <y_a...@yahoo. com> Subject: Re: Sikap Kanak-kanak Menghadapi Malaysia To: "Y. Napilus" <ynapi...@yahoo. com> Date: Sunday, August 30, 2009, 6:56 AM Silahkan, dengan senang hati. Utuh saja. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: "Y. Napilus" Date: Sat, 29 Aug 2009 16:48:19 -0700 (PDT) To: <y_a...@yahoo. com> Subject: Re: Sikap Kanak-kanak Menghadapi Malaysia Pak Yul, Setuju banget. Itulah yang coba kita lakukan dg West-Sumatra. com, agar kebanggaan thd diri sendiri tsb bisa muncul kembali. Boleh saya share ke milis scr utuh atau perlu saya simpan namanya? Tapi isinya sangat penting nih utk memotivasi yang lain jg. Thanks. Wass, Nofrins --- On Sun, 8/30/09, y_a...@yahoo. com <y_a...@yahoo. com> wrote: From: y_a...@yahoo. com <y_a...@yahoo. com> Subject: Re: Sikap Kanak-kanak Menghadapi Malaysia To: "Y. Napilus" <ynapi...@yahoo. com> Date: Sunday, August 30, 2009, 6:40 AM Nofrin, menurutku kanak-kanak yang normal tdk mengenal sikap inferior. Sungguh, dalam sergapan gemerlap budaya popwestern kita melupakan local art and culture yg tanpasadar kita marginalkan sendiri. Entah kita begitu terkesima dg yang datang dari barat atau gengsi di tengah pergaulan global. Lalu, apabila sesuatu milik kita diambil orang utk dikemasulang, kita meradang. Merasa dilecehkan, kita kebakaran jenggot bereaksi bak nasionalis sejati. Kita gagap, terkesan kekanak-kanakan. Sesungguhnya kita tak pernah mengurus serius warisan2 itu. Warisan kita terlalu banyak. Ini dibuktikan secara meyakinkan oleh jelajah nusantara farid gaban. Ternyata Otonomi daerah tak cukup menolong, karena daerah masih berkutat dengan kemiskinan dan infrastruktur dasar menuju Millenium Development Goals. Juga, Para pialang seni entertaint tidak tertarik mempromosi local traditional art. Mungkin, tidak punya nilai jual. Indikatornya, lihat saja hampir tidak ada pentas seni tradisi yang digelar seperti seheboh pagelaran musik Inul daratista atau groupband dewa di tanah air ini. Kalaupun ada pagelaran, hanya pagelaran amatiran di festival-festival sepi pengunjung. Bila ingin memajukan local traditional art ini, agaknya stereotype traditional harus dicampakkan jauh-jauh. Agar spektrum marketnya lebih besar. Sehingga entertaint bisa memiliki ruang sustain colaboration. Biar dunia tahu bahwa local art n culture kita juga tdk kalah dari western pop art n culture. Jangan salah kaprah lagi, yang datang dari luar itu modern dan yang datang dari negeri adalah traditional, yang dimaknai sebagai harus diposisikan duduk manis di pinggir-pinggir. Kami, akan tetap mengapresiasi local art n culture. Menghindar menggunakan kata tradisi agar tdk terjebak dalam makna sesuatu yang irasional. Yul Amri, Head of Agency of Culture and Tourisme, Youth & Sport. Kabupaten Solok Selatan, West Sumatra. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: "Y. Napilus" Date: Sat, 29 Aug 2009 10:22:55 -0700 (PDT) To: WSTB<w...@googlegroups. com>; MAPPAS<map...@yahoogroups. com> Subject: Fw: Sikap Kanak-kanak Menghadapi Malaysia FYI sbg salah satu bentuk otokritik dan bahan kita utk bergerak lebih cepat ke depan. Bukan buat bahan renungan lagi. Kelamaan merenung mulu ntar...:) Wass, Nofrins --- On Sat, 8/29/09, Muljadi Ali Basjah <mulj...@gmx. de> wrote: From: Muljadi Ali Basjah <mulj...@gmx. de> Subject: [...@ntau-net] Sikap Kanak-kanak Menghadapi Malaysia To: rantau...@googlegro ups.com Date: Saturday, August 29, 2009, 9:36 PM Assalamualaikum Wr. Wb. dunsanak di Palanta RN! Dari teman saya,muntuk dibaca. Selamat membaca, Wassalam, Muljadi XXXXXXXXXXXXXXXXXXX XXXXXXXXXXXXXXXX XXXXXXXXXX Sikap Kanak-kanak Menghadapi Malaysia Farid Gaban WARTAWAN, KINI SEDANG MELAKUKAN PERJALANAN KELILING INDONESIA DALAM EKSPEDISI ZAMRUD KHATULISTIWA (www.zamrud- khatulistiwa. or.id) Amarah kepada Malaysia berkaitan dengan "pencurian" khazanah seni dan budaya Indonesia hanya mempertontonkan sikap kanak-kanak kita sebagai bangsa. Emosi menggelegak atas kasus Manohara dan sengketa Ambalat, misalnya, hanya menegaskan sikap rendah diri kita. Dan ini bukan sekali-dua berlangsung. Narsisisme berlebihan dibarengi kecintaan semu belaka pada hal-hal yang menyangkut identitas tradisional dan lokal negeri yang beragam ini tidak akan menolong. Kita sendiri kurang peduli kepada khazanah kekayaan alam dan budaya. Menjelajahi Sumatera selama dua bulan lebih, sebagai bagian dari Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa, saya menyaksikan banyak pulau tak terurus, khazanah seni budaya tradisional punah perlahan-lahan dalam sunyi, serta sejarah yang hilang jejak tanpa bekas ditelan ketidakpedulian. Pulau Enggano, pulau terluar di Samudra Hindia, hanya dijaga tiga serdadu rendahan tanpa pekerjaan jelas. Jejak Portugis, yang pertama kali menemukan pulau ini yang menyebutnya sebagai "pulau keliru" dalam bahasa mereka (enggano), tak lagi bisa ditemukan. Budaya lokal hampir punah dihantui kemiskinan kronis. Pertanian muram, nelayan tidak lagi menemukan ikan. Saya hampir tidak bisa lagi menemukan jejak sejarah Barus, Sumatera Utara, kota pelabuhan tua yang namanya harum dalam catatan perjalanan pengelana legendaris Marcopolo dan Ibnu Battuta. Terkenal dengan kapur barusnya, dia juga merupakan salah satu pintu masuk agama Islam di Indonesia. Barus, atau fanzur dalam bahasa Arab, terabadikan dalam nama pujangga sufi terkenal Hamzah Fanzuri yang lahir di sini. Tapi, sekarang di dekat Lobo Tua (kota tua), Makam Mahligai di perbukitan, makam para bangsawan, saudagar dan ulama, hanya tersisa batu-batu berinskripsi Arab tak terurus. Hampir tidak ada informasi bermakna di kota kecamatan ini. Kota yang hilang dan tersesat. Koto Tinggi, dekat Bukittinggi, seperti sebuah kota mati meski ini pernah menjadi ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Hanya ada tugu besar dan sebuah bangunan kecil tempat terpampang susunan kabinet Syafruddin Prawiranegara. Bangunan kecil itu terlalu sederhana dan hanya bisa menjadi tempat pemungutan suara dalam pemilu 2009 tempo hari. Rumah Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia, di Pandan Gadang, Kabupaten Limapuluh Kota, lapuk dimakan rayap dan usia. Tidak ada biaya untuk renovasi. Sebagian ruang menjadi sarang satu-dua burung walet. Cicit Tan Malaka berharap penjualan sarang burung walet bisa membiayai salah satu situs sejarah ini. Di Banda Aceh, saya bertemu dengan Tarmizi Ahmad, seorang pegawai negeri yang punya hobi mengoleksi naskah kuno atas inisiatif dan biaya sendiri. Sebagian koleksinya, yang berusia seabad-dua abad antara, lain buku karya Nurruddin Ar-Raniry, hilang waktu tsunami. Dia tak bisa ikut Pameran Kebudayaan Aceh yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agustus lalu, karena tak bisa membayar stan, dan memutuskan memamerkan koleksinya di rumah pribadi. Dia merasa lebih dihargai oleh pemerintah Malaysia, Singapura, dan Brunei ketimbang pemerintah Indonesia maupun Aceh. Benteng Inong Balee, benteng laskar janda yang dipimpin Panglima Malahayati pada abad ke-18, terbengkalai tak terurus meski menempati sebuah bukit menghadap teluk yang indah tak jauh dari Kota Banda Aceh. Omo Hada, rumah tradisional Nias di Hilinawalo Manzingo, kusam dan lusuh. Bangunan berusia 300 tahun ini merupakan adi-karya arsitektur tradisional dari kayu dan tahan gempa. Penghuninya tak punya biaya untuk merawatnya. Bangunan ini masuk daftar 100 situs kuno yang terancam punah versi World Museum Watch tahun 2000. Tengku Mohammad Fuad, salah satu ahli waris Kesultanan Riau di Pulau Penyengat, mengeluhkan rendahnya kepedulian pemerintah kepada situs, sejarah, dan khazanah sastra Melayu yang pernah berjaya di sini. Penyengat merupakan mata air sastra dan bahasa Indonesia modern, salah satunya lewat ketekunan Raja Ali Haji (1808-1873). Fuad masih menyimpan koleksi pribadi surat-surat dagang kuno yang kini hanya dilapis plastik untuk mengurangi laju kelapukan, antara lain kuitansi dan surat saham kepemilikan penambangan timah di Johor, Malaysia, bertahun 1917. Meski makam, masjid, dan mushaf Al-Quran abad ke-19 masih terawat bagus, Pulau Penyengat sudah kehilangan sebagian besar jejak sebuah kesultanan Melayu terbesar. Ironi di tengah ambisi Malaysia untuk menjadi pusat peradaban Melayu dunia di alam modern. Pengabaian terhadap khazanah budaya digenapi dengan ketidakpedulian kepada khazanah alam yang potensial menjadi daya tarik wisata lingkungan (ecotourism) . Kepulauan Mentawai adalah salah satu paradoks. Kekayaan hayati yang hebat, namun kemiskinan yang menyengat. Ini pulau yang dikenal dengan banyak flora-fauna unik alias endemik, sering disebut sebagai Madagaskar-nya Indonesia, mengilhami para ilmuwan dunia mencari konfirmasi teori evolusi Charles Darwin. Taman nasional di Pulau Siberut, yang diproklamasikan oleh UNESCO sebagai cagar biosfer warisan dunia, terbengkalai. Museum dan kantornya rusak serta roboh tak diperbaiki setelah gempa besar 2007. Resor dan jasa wisata alam, seperti selancar dan trekking, di Mentawai (Sumatera Barat), Nias (Sumatera Utara), dan Simeulue (Aceh), lebih banyak diminati oleh orang asing ketimbang investor lokal maupun pemerintah. Belasan anggota kru sebuah televisi Prancis sedang membuat film tentang alam dan budaya Siberut ketika saya sedang berkunjung ke sana, Juli lalu. Dan itu semua baru sebagian kecil saja kekayaan serta keragaman khazanah alam, sejarah, seni dan budaya yang kita sia-siakan. Indonesia, negeri kepulauan terbesar di dunia, tampak bodoh dan kerdil. Dilihat dari luar, minimnya kepedulian, kurangnya informasi dan pengetahuan tentangnya, menjadikan negeri ini sama muram dan kusamnya dengan Museum Bahari di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta. Rendahnya tingkat kepedulian dibarengi dengan miskinnya keterampilan mengelola informasi dan dokumentasi. Informasi, dalam bentuk museum, buku, dan produk multimedia, adalah tulang punggung bisnis wisata. Meski Internet sudah demikian maju, demikian pula saluran komunikasi dan teknologi media, kita masih keteteran mengurus hal ini. Dan Malaysia tahu benar kelemahan Indonesia itu. Negeri-negeri kecil seperti Malaysia dan Singapura sadar persis tak memiliki kekayaan alam dan budaya sekaya dan seberagam Indonesia. Mereka tak perlu memiliki Indonesia, cukup menjadi beranda dan pintu gerbangnya. Mereka menjadikan Indonesia sebagai "halaman belakang", atau dapur dari bisnis wisata besar, sementara mereka menjadi koki dan pemilik restorannya. Emosi yang meledak-ledak, perang kata yang menggelora, caci-maki kekanak-kanakan, tidak akan mengubah keadaan. Justru kita akan kelihatan makin konyol. Lebih bagus jika energi sia-sia itu diubah menjadi gairah untuk mengubah sikap kita dalam menghargai khazanah alam, budaya, dan sejarah sendiri serta kemampuan untuk mengemasnya. -- GRATIS für alle GMX-Mitglieder: Die maxdome Movie-FLAT! Jetzt freischalten unter http://portal. gmx.net/de/ go/maxdome01 __._,_.___ Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic Messages | Files | Photos | Links | Polls | Calendar MARKETPLACE Mom Power: Discover the community of moms doing more for their families, for the world and for each other Change settings via the Web (Yahoo! ID required) Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe Recent Activity Visit Your Group Yahoo! Finance It's Now Personal Guides, news, advice & more. Weight Loss Group on Yahoo! Groups Get support and make friends online. Yahoo! Groups Auto Enthusiast Zone Auto Enthusiast Zone Discover auto groups . __,_._,___ __________________________________________________________________________________ Find local businesses and services in your area with Yahoo!7 Local. Get started: http://local.yahoo.com.au --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---