Kamis, 13 Maret, Shubuh Shalat shubuh pagi ini adalah rangkaian terakhir dari arbain yang sudah kami mulai sejak hari Rabu siang pekan lalu, dan sekaligus merupakan kesempatan terakhir beribadah di Masjid yang sangat bersejarah, anggun dan indah ini. Shalat dzuhur akan kami lakukan nanti di pemondokan. Petang hari nanti kami akan berangkat ke Jeddah dan lusa dijadwalkan kembali ke Tanah Air.
Shalat shubuh ini adalah shalat kami yang terakhir di Masjid Nabawi, azan yang terakhir dan qiraat Imam Masjid yang begitu indah dan jernih dalam menjaharkan Suratul Fatihah dan membaca surah atau ayat-ayat setelah Suratul Fatihah yang saya dengar. Dan saya berusaha untuk sepenuhnya shalat dengan tuma'ninah. Begitu Imam selesai mengucapkan salam, saya langsung melakukan sujud syukur dengan air mata berlinang. "Ya Allah, begitu besar kasih sayang dan karuniaMu. Sudah kulewati hari-hari yang berat dengan selamat dengan tangan dan kakiku yang lemah ini. Sekarang aku sudah bisa berdiri dengan tegak dan tegar." Lalu terbayang ketika saya terbaring dengan setengah putus asa sembari memegang botol berisi air zam-zam. Lalu pulihnya kesehatan saya dengan kecepatan yang tidak terbayangkan sebelumnya dengan hanya membaca Al-Qur'an, meminum air zam-zam dan sesekali menghirup inhaler manakala sesak napas saya kembali datang, sehingga saya kembali menjadi "saya", dan tidak lagi saya yang "bukan saya" seperti yang saya rasakan sehabis melakukan thawaf ifadlah. "Maha Besar EngkauYa Allah, Segala puji bagiMu." Saya masih bersujud beberapa saat dengan perasaan campur aduk antara rasya syukur, gembira dan sedih. Sedih dan duka, karena saat itu akan segera tiba. Setelah membenahi sajadah dan perlengkapan lainnya, saya bangun dengan perasaan berat dan berjalan dengan lunglai ke arah Raudah. Begitu mendekati makam Rasulullah, air mata saya mulai tak terbendung. "Ya Nabi, salaamua'laika……" "Selawat bagimu wahai Mustafa, wahai Junjungan……" Sembari mengeringkan air mata dengan sapu tangan, saya bergabung dengan jemaah yang berdoa di Raudah sambil mendekat ke Mihrab Nabi1, dan dengan sabar menunggu di belakang beberapa jemaah yang sedang melakukan shalat di sana. Begitu selesai shalat, beberapa orang di antara mereka ada yang mengusap-usap mihrab dengan tangannya. Saya segera melakukan shalat dua rakaat tepat di mihrab tempat Al Mustafa dulu menjadi imam shalat, setuman'ninah mungkin. Selesai salam, saya kembali berdoa dan beristighfar….. Saat itu telah tiba. Dengan perasaan haru biru saya bergabung dengan jemaah yang bergerak pelan menuju pintu ke luar. Begitu keluar dari pintu Raudah, tangis saya pecah tidak tertahankan lagi… Saya menangis beruraikan air mata, tidak tertahankan, menyusuri halaman belakang dan samping timur Masjid, sembari sesekali menoleh ke arah Masjid. Masjid yang sangat indah, yang dalam delapan hari terakhir ini menjadi rumah yang sangat ramah, tempat yang sangat betah untuk beribadah, rumah yang menerima diri saya untuk merebahkan diri jikala lelah Tidak akan ada lagi saat-saat bergairah membaca kalam Allah sambil menunggu azan dzuhur dan maghrib, dan mencatat sudah sampai halaman berapa yang saya baca hari itu. Lewat sudah kesempatan untuk mencari tempat yang hangat kalau udara Madinah terasa begitu dingin, atau mencari tempat yang sejuk kalau hawa di luar terlalu panas untuk tidur dan tidur-tiduran. Atau terbirit-birit ke tempat wuduk, karena begitu terbangun, waktu shalat sudah hampir masuk. Dan tidak sabar, karena di setiap pintu toilet ada jemaah yang antri. Tidak akan ada lagi hari-hari kami berdua berpegangan tangan pergi dan pulang dari Masjid sembari menyeruput teh susu panas dan saling tunggu di depan toko perhiasan Medina. Atau sesekali saling melepaskan tangan dan diam-diaman. Saya terus menangis tersedu-sedu sembari sesekali menoleh ke arah Masjid. Tidak akan ada lagi saudara seiman yang dengan tulus menyodorkan kain sarungnya yang putih bersih dengan kotak-kotak garis hitam tipis guna saya jadikan bantal untuk tidur-tiduran. Tidak ada lagi kesempatan memandang langit biru lewat kisi-kisi atap fiberglass berarsitektur tenda, dengan perasaan yang sangat bening, lega dan damai yang belum pernah saya alami sebelumnya. Tidak ada lagi panggilan azan yang begitu indah dan menggetarkan, tidak ada lagi suara imam yang yang berat dan jernih yang begitu memukau dalam menjaharkan bacaan shalat dan mengikat hati dan pikiran untuk shalat dengan khusuk. Saya terus menangis sembari berjalan menyusuri halaman samping timur Masjid, dan baru berhasil menghentikan tangis saya setelah mendekati pintu pagar depan. Lalu menoleh sekali lagi ke arah Masjid, dan menyeka air mata saya. Selamat tinggal kenangan teramat dalam yang tak akan pernah terlupakan….. Selamat tinggal peristiwa-peristiwa indah yang tak akan terulang kembali….. Saya langsung keluar pagar, berbelok ke kanan dan kemudian berbelok ke kiri, lalu berjalan dengan lunglai dan wajah murung menyusuri Jalan Abi Thar Al Ghiffar ke Utara Kota, ke arah pemondokan kami di Doha. Berjalan sendiri, dengan sepi dan duka yang tiada terkatakan. ------------ 1) Ketika Nabi Muhammad SAW membangun Masjidnya, mihrab, atau tempat imam shalat berjamaah belum ada, namun Nabi yang ketika itu menjadi imam shalat selalu di tempat yang sama, yaitu lebih kurang 6 meter di sebelah timur mimbar beliau. Dalam tahun 712 M, Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkan bangunan berbentuk kurva di tempat tersebut, yang kemudian disebut sebagai Mihrab Nabi. -- . Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting - Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.