Kutipan Dari Harian Republika

Senin, 16 November 2009 pukul 09:20:00
Andai Tuhan Hadir di Bumi

Oleh Laode Ida
(Sosiolog, Wakil Ketua DPD RI)

Perseteruan antara pihak kepolisian dengan dua pimpinan nonaktif KPK,
Bibit S Riyanto dan Chandra M Hamzah (Bibit-Chandra) semakin seru
saja. Setelah sidang Mahkamah Konstitusi (MK) membuka rekaman
percakapan (hasil sadapan KPK) antara Anggodo Widjojo dan jaringannya,
pihak petinggi kepolisian tampaknya sedikit kehilangan keseimbangan.

Betapa tidak. Hujatan publik terhadap lembaga yang sebenarnya diberi
mandat sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat di bidang
keamanan dan ketertiban itu demikian kuat. Apalagi setelah mantan
kapolres Jakarta Selatan, Wiliardi Wizard, yang juga diperkuat oleh
istrinya yang turut mengikuti sebagian proses penyidikan suaminya,
membuat pengakuan kontroversial yang kembali menyudutkan pimpinan
kepolisian dengan menyatakan bahwa dirinya diarahkan untuk menjebak
Antasari Azhar menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin
Zulkarnaen.

Pihak pimpinan kepolisian juga tampaknya tak ingin untuk cepat
'menyerah' dari tuntutan publik. Mereka berupaya memberi penjelasan
yang gamblang kepada DPR. Dan, seperti yang kita saksikan dalam rapat
dengar pendapat yang berlangsung hingga dini hari selama dua hari itu,
sejumlah anggota DPR cukup kuat memberi dukungan politik dan moral
kepada pihak kepolisian. Setidaknya, 'nasib' yang menimpa kepolisian
memperoleh belas kasihan dari para wakil rakyat itu kendati kemudian
juga para pejabat di Senayan itu memperoleh kecaman luas dari publik.
Untuk membantah pernyataan Williardi dan istrinya di persidangan pun
pimpinan kepolisian mengeluarkan beberapa video rekaman yang terkait.

Upaya melakukan pembelaan diri sekaligus mencari simpati, memang
terkadang membuat seseorang 'salah tingkah'. Apalagi kalau sudah
terdesak oleh tekanan publik terkait dengan kepercayaan dan pencitraan
seperti yang dialami pimpinan kepolisian sekarang ini. Tak heran kalau
nama Tuhan pun dibawa-bawa. Padahal, semua orang pun tahu bahwa Tuhan
pasti tak bisa membantu menjelaskan, tak akan bisa menjawab, meski Ia
sebenarnya Mahatahu segala niat, perkataan, dan tindakan semua
hambanya.

Singkatnya, Tuhan pasti tahu perbuatan pihak pejabat di jajaran
kepolisian atau jajaran Kejaksaan Agung atau jajaran KPK, termasuk
pihak-pihak lain, yang terlibat dalam semua kasus korupsi di negeri
ini, di mana yang dipersoalkan saat ini hanyalah bagian dari gunung es
yangbila Tuhan menghendaki mungkin secara perlahan dan pasti akan
terus mencair.

Andainya Tuhan bisa berwujud dengan secara fisik hadir di bumi
Indonesia ini pastilah semua teka-teki ini akan segera berakhir. Sebab
yakinlah, Tuhan punya cara jitu untuk menjadikan orang tak berdaya
dari kebohongan, dari kepura-puraan.

Tuduhan kriminalisasi terhadap KPK pun tak perlu berlarut-larut,
niscaya akan ditunjukkan benar tidaknya polemik itu. Kasus Bank
Century segera akan segera terkuak siapa-siapa yang yang terlibat
dalam penyalahgunaan wewenang dan pengguna dana itu, meski DPR tak
akan meloloskan usulan penggunaan hak angket yang sekarang ini menjadi
wacana. Singkatnya, para pejabat pelaku korupsi dan penebar kebohongan
atau kepalsuan di negeri ini akan dimunculkan dalam wujud daftar
panjang yang mungkin akan kehabisan kertas dan tinta untuk
menuliskannya. Dan akhirnya, mungkin Tuhan akan menyatakan: ''Oh,
negara ini ternyata sudah dikuasai oleh sindikasi mafia korupsi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun tak perlu lagi repot-repot
membuat agenda 'ganyang mafia' dalam 100 hari kabinet jilid duanya,
karena sudah akan ditunjukkan oleh Tuhan siapa-siapa saja para aktor
dan atau pejabat yang terlibat di dalamnya. Bahkan gambaran niat,
ucapan, tindakan, dan kebijakan diri SBY pun akan ditunjukkan secara
langsung oleh Tuhan berdasarkan catatan dari Malaikat pencatat
kebaikan dan kejahatan bagi manusia (Raqib dan 'Atied).

Tetapi, sudah pasti Tuhan tak akan pernah berwujud kehadirannya, tak
akan pernah berwujud seperti manusia. Maha Pencipta itu paling banter
hanya akan menunjukkan tanda-tanda tertentu apakah perbuatan manusia
sebagai khalifah di bumi ini sudah benar atau salah. Syair penyanyi
kondang nan religius barangkali bisa dijadikan renungan: 'mungkin
Tuhan mulai bosan melihat tingkat kita, yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa ....'''

Indikasi bahwa di negeri ini sebenarnya sudah digerayangi oleh
kalangan mafia atau penjahat. Posisi atau jabatan strategis yang
terkait dengan pengelolaan uang negara, benar-benar menjadi tempat
yang digandrungi. Maka, tidak heran kalau para pengusaha selalu
berupaya untuk mendekat dan membangun hubungan personal dengan para
figur penentu kebijakan dan atau berpengaruh dalam proses pengambilan
kebijakan. Mereka bisa berkorban materi dan segalanya untuk mendekat
dan memperoleh bagian dari proyek untuk dikerjasamakan. Para pejabat
pun (seperti menteri, gubernur, bupati, wali kota dan jajaran mereka,
serta kalangan anggota legislatif dan atau siapa pun yang memiliki
posisi strategis) sungguh sangat senang membangun hubungan serta
berkolaborasi dengan pengusaha.

Semua kondisi itu, hemat saya, sebenarnya sudah diketahui oleh para
pemimpin bangsa ini. Tidak boleh lagi ada kepura-puraan seolah-olah
'tidak tahu' sehingga perlu terlebih dulu ada gerakan massa untuk
mereka tersadarkan untuk memerangi kejahatan atau jaringan mafia dalam
negara. Sebab, ketika seorang atau pihak berwenang bersikap diam,
membiarkan, dan bahkan memberi peran besar pada figur-figur yang sudah
masuk dalam daftar kecurigaan sebagai bagian dari 'pelaku atau
jaringan mafia korupsi', maka yang bersangkutan patut dicurigai
sebagai pihak yang 'memperoleh bagian atau keuntungan' dari kerja
jaringan mafia itu.

Ini artinya, para mafia itu bukan hanya bergerak di dalam lembaga
peradilan, melainkan juga justru basisnya adalah di jajaran eksekutif
dan legislatif, di semua lini dan level di negeri ini. Sehingga, bagi
SBY, sebenarnya harus menjauhkan diri atau membersihkan jajarannya
terlebih dahulu dari jaringan mafia, yang bukan saja terus merusak
sendi-sendi moralitas bangsa ini, melainkan juga sekaligus menjadikan
'ketidakpastian' pencapaian kesejahteraan rakyat seperti amanah
konstitusi.
(-)
Index Koran

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke