Assalamu'alaikum wr wb..., 

Sidang palanta nan ambo hormati..., ini ado ciek lai...masih dari 
Singgalang...., 
Kalau ado nan ingin mengkounter tulisan di Singgalang ko, silahkan disampaikan 
ka Pimred nyo. "kan kapatang alah di bukak peluang bagi siapa saja yg ingin 
menyampaikan opini di Singgalang tu....

http://www.hariansinggalang.co.id/sgl.php?module=detailberita&id=1272

KKM, Ibda-i bi nafs
HISY Dt.Rangkayo Basa



Baru saja selesai berpuasa sebulan Ramadan, kini urang Minang yang
katanya menganut falsafah adat basandi syara’, syara’ basandi
kitabullah sudah ngotot/gontok-gontokan lagi soal KKM.

Yang mau mengadakan, ngotot tetap mau terus dengan rencananya, yang
menolak, ngotot pula dengan penilaknnya. Nan santiang malagakkan
santiangnyo, nan bagak mancaliakkan bagaknyo, nan kayo malagakkan pitih
banyaknyo. Pada hal kalau beliau-beliau yang ngotot itu memang peduli
kampungnya, tentu mereka tahu kalau urang kampungnya menganut pameo;
koq santiang-awak ndak ka batanyo, koq bagak-awak ndak ka malawan, koq
kayo-awak ndak ka mamintak doh!

Si banyak kini jadi bertanya-tanya, apa betul yang membuat pemrakarsa
KKM itu ngotot? Alah heboh orang di kampung menyatakan tidak perlu,
kalau tidak bisa dikatakan menolak, tapi di Keputusan Pra KKM tetap
menyatakan “2. ....., kongres harus dilaksanakan dan didukung gubernur.
3. Karena yang menolak tidak hadir, maka peserta pra kongres memohon
gubernur untuk menyelesaikan lebih lanjut.” 

Koq gubernur pula yang harus menyelesaikannya? Memangnya gubernur
seperintah panitia kongres? Orang di kampung yang memilih gubernur, koq
orang di rantau pula yang memerintah-merintahinya? Sudah memerintah
(dengan kata “harus”), koq memohon lagi? Apa itu kalimat urang santiang
dek bagala doktor, urang bagak dek bapangkaik jendral atau urang kayo
dek bapitih banyak?

Entah yang ngotot mau mengadakan KKM yang mada atau tidak membaca koran
yang memuat penolakan berbagai pihak, entah yang menolak yang cuma
heboh di koran. Yang jelas, masyarakat/si banyak bingung entah mana
yang benar.

Menarik juga pernyataan mantan Ketua LKAAM Hasan Basri Durin yang
menyebut adanya kusut yang belum selesai. Jika kusut bulu ayam, paruah
yang menyelesaikan, jika kusut benang, carilah pangkalnya. Tapi kalau
kusutnya kusut sarang tampuo, apilah yang menyelesakannya. Mencermati
ngototnya panitia KKM, kita jadi teringat lagi pameo urang tuo-tuo :
“kalau indak ado-barado, ndak tapuo basarang randah.”

Sebagai orang kampung yang awam tentang apa yang ada dibalik rencana
KKM itu, kita hanya bisa berharap kepada beliau-beliau yang merasa
santiang itu; koq pandai, ajari sajalah kami bagaimana cara membangun
kampung untuk mencapai/meningkatkan kesejahteraan orang kampung, koq
bagak, pagalah nagari awak supaya jalan jan dialiah urang lalu, cupak
jan diganti urang manggaleh, koq lai kayo, modalilah orang kampung yang
mayoritas masih sebagai petani mengarap tanah pusakanya. Koq iyo lai
peduli adat Minang, jika mau berinvestasi, janganlah seperti investor
asing pula, maunya merenggut pusaka orang kampung saja dengan uang
banyaknya.

Jika kita memang sama-sama menganut adat basandi syara’, syara’basandi
kitabullah (ABS-SBK), kitabullah menyatakan: “kuntum khairah ummat,
ta’muruna bil ma’ruf, wa tanhauna ‘anil munkar, wa tu’minuna billah”
(engkau adalah sebaik-baik umat, memerintah/mengajak orang dengan
arif/bijaksana, mencegah kerusakan dan beriman kepada Allah), kenapa
kita tidak saling meng’arifi, koq malah ngotot-ngototan, mengapa tidak
mengerjakan yang baik bagi kaumnya lebih dulu sebelum saling menghujat
kerusakan masyarakat?

Kalau kita memang sama-sama konsekuen/istiqamah dengan syahadatnya dan
meneladani rasulNya, kenapa kita tidak sama-sama mempedomani tuntunan
Rasulullah yang menyatakan; “jika engkau ingin mengubah sesuatu,
ubahlah dengan tangamu/perbuatan, jika tidak bisa, ubahlah dengan
lidahmu, jika tidak bisa juga, ubahlah dengan hatimu, tapi itu adalah
selemah-lemah iman”?

Mengapa kita harus ngotot dengan kongres yang biasanya cuma jadi ajang
mengum bar kata? Mengapa kita tidak saling mengajak dengan cara yang
benar, sabar dan arif untuk berbuat mulai dari diri sendiri? Bukankah
Rasulullah sebagai kitabullah yang hidup juga mengingatkan; “ibda-i bi
nafs”, mulailah dari diri sendiri!

Tidak usahlah orang Minang yang mayoritas hidup di dan dengan cara
kampung ini dilagaki dengan program dan tujuan KKM yang justru asing
bagi mereka. Kalau Ketua SC KKM itu mengatakan; rumah gadang alah
condong, adat dan agama sudah banyak ditinggalkan, mengapa beliau tidak
mulai saja bekerja membangun rumah gadang kaum beliau dulu, koq pangulu
nan indak ado, tagakkan pangulunyo jo adat nan salingka nagarinyo dulu.
Kalau agama yang sudah ditinggalkan, apakah beliau sudah menjadi imam
bagi kaumnya, bisakah yang lain meneladani kaumnya itu?

“Ah, itu cuma nak kojo ci kojo, dek ndak ado kojo lai, mah. Koq nyo kojo juo, 
wak cobie selah!” celutuk kemanakan saya.

Antalah Yuuaaanng!

Salam,
Marindo Palar 



-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke