Menang oleh : E.S Ito www.esito.web.I'd Kami telah memenangkannya. Tanpa sukacita, ucapan selamat dan parade. Kami telah memenangkannya dalam diam. Tanpa bendera, leaflet, pamplet dan tidak juga kiriman bunga. Kami telah memenangkannya, sebuah generasi yang memutuskan sendiri nasibnya. Tidak menjadi bidak, ternak ataupun wayang. Kami telah memenangkannya dengan menjadi dalang yang menentukan nasib sendiri. Dan bila kami memenangkannya, kami tidak akan meminta lebih. Kami akan menikmati hari seperti biasanya, dalam lindungan awan, tiupan langit di bawah langit Indonesia yang indah kelabu. Beginilah kami, generasi baru Indonesia. Duduk menikmati hari tanpa dikejar agenda, kami akan terus begini seperti nenek moyang kami yang pernah menang dan seringkali kalah. Sekarang kami tersenyum sendiri membayangkan kalian yang telah kami tinggalkan. Hanya dengan duduk diam kami telah meninggalkan sekian banyak orang yang tidak beranjak dari kemajuan.
Dulu kami percaya. Digiring ke bilik-bilik kecil untuk menyerahkan diri. Seseorang akan memberikan pada kami sebuah paku besar untuk menusuk tenggorokan kami menjadikan kami bisu tidak bersuara hampa. Seseorang lainnya menyerahkan kertas gambar untuk membungkam mulut kami, diam seribu bahasa terjebak dalam kekonyolan. Dan kami bagai perawan diperkosa keluar dari bilik kecil. Berjalan tertatih dengan kaki menahan sakit, sebab kami telah menjual diri dalam perniagaan yang tidak menguntungkan. Mereka mengatakan, kami tengah menentukan nasib sendiri. Sekarang kami bertanya, bagaimana bisa seseorang yg lehernya ditusuk paku dan mulutnya disumpal kertas bisa menentukan nasib sendiri. Bagaimana bisa seorang perawan yang telah diperkosa menentukan nasib di tengah wajah-wajah munafik masyarakat yang menudingnya. Di bilik kecil itu kami tidak pernah menentukan nasib sendiri; hanya nasib segelintir maniak yang memperdaya. Kami adalah generasi antara. Aspal yang menjadikan mobil Tuan-Tuan menginjak tanah dengan mulus. Kami adalah semua prasangka baik yang tersisa di republik. Kami berdiri di papan penghitungan suara, kami menyaksikan kecurangan. Kami adalah kurir-kurir di malam hari yang mengantarkan suara menuju kecamatan. Kami lah yang menyaksikan jual beli suara di Panitia Pemilihan Kecamatan. Kami lah generasi antara, yang mengantarkan minuman untuk Tuan dan Nyonya sementara transaksi terus terjadi. Kami lah semua loyalitas yang kalian inginkan. Kami lah massa yang tidak kenal hujan panas. Kami lah yang terus tertidur lelap sementara kalian belanja suara. Kami lah yang hanya bisa mendapati dalam mimpi bahwa beribu suara kami hanya akan berakhir sebagai alat manipulasi. Kami terbangun pagi hari dalam teriakan makian, menyiapkan sarapan untuk Tuan dan Nona Muda yang hendak berangkat sekolah. Kami adalah tukang kebun yang menyaksikan keajaiban Indonesia, satu kuntum suara bisa mekar menjadi seribu bunga. Kami menyaksikan camat-camat menikmati pemilu, ya, kami yang senantiasa tidak berhenti mengantarkan surat melihat, sebuah suara bisa berharga di tangan orang yang tepat. Kami adalah korban sekaligus pelaku yang melukai diri sendiri. Giat kami bekerja, berangkat pagi sekali tiap hari. Kami lah yang menjalankan mesin-mesin. Kami pula buruh-buruh perkasa yang memikul beban produksi. Kami lah gadis-gadis belia yang dipaksa berdandan menor untuk menarik pembeli dari hasil produksi. Di akhir bulan kami mendapati hati yang luka, gaji kami tidak cukup untuk sarapan pagi. Seseorang telah datang menjelang akhir bulan dan merampasnya. Mereka tidak bekerja seperti kami. Hanya datang kepada Tuan-Tuan kami menyodorkan angka-angka. Politik butuh biaya, pengusaha butuh stabilitas ekonomi. Maka mereka merampas gaji kami untuk pesta-pesta yang tidak akan pernah mengikutsertakan kami. Mereka menyebutnya presentasi, sebuah kata yang tidak akan pernah kami pahami sebagai kuli. Tetapi kami tahu, setiap lima tahun sekali mereka datang hanya untuk merampas jatah sarapan pagi kami. Kami adalah generasi yang terkucil. Pada saat demokrasi telah menjadi plutokrasi, partisipasi ditentukan oleh daya beli. Kami adalah sepasang mata yang terus menyaksikan televisi. Semua orang berbahagia karena demokrasi. Presenter TV perempuan dengan wajah dan tubuh mirip bintang porno dengan earphone tidak lepas dari telinganya memandu masa depan kami. Seorang presenter TV yang sebenarnya tidak punya gagasan kecuali mengikuti bisikan pertanyaan dari produser acara di telinganya telah memperlakukan kami sebagai angka-angka yang bisa dilewatkan, bisa dikebiri kapan saja. Kami yang bekerja di balik riuh kabel dan tali temali lampu studio, di balik kamera dan panggung acara diam membisu melihat segelintir orang memperjualbelikan suara kami dalam koalisi. Berjuta suara kami menjadi ajang transaksi segelintir orang yang dalam lima tahun ke depan akan menikmati keringat kami. Kami adalah supir-supir yang mengantarkan Tuan dan Nyonya untuk berembug menentukan nasib sendiri menjadi saksi sebuah pelukan hangat bisa berarti, esok ribuan dari generasi kami akan mati begitu saja. Kami adalah pelayan hotel yang melayani Tuan dan Nyonya yang sedang menyusun strategi. Kami lah yang mengantarkan makanan dan minuman, sementara Tuan dan Nyonya bergumul di atas ranjang demokrasi. Kami lah yang terus menerus menahan hati sementara kalian berpuas diri. Kami adalah generasi yang murah hati. Kami memberikan suara dengan ikhlas begitu saja tanpa prasangka. Kami menyerahkan mata pada televisi untuk diperlakukan seenak pembawa acara. Kami yang memberikan tenaga kami untuk kursi Tuan dan Nyonya yang wanginya tidak akan pernah kami cium aromanya. Kami mengantarkan kalian ke gedung rakyat, suatu waktu nanti kalian menyambut kami dengan kawat berduri. Kami mengantarkan kalian ke istana tetapi lihatlah, bahkan di jalan raya kami senantiasa harus mengalah pada sirene kalian. Kami adalah generasi yang murah hati, itu pasti. Kami adalah gadis-gadis muda yang bahkan belum menikmati malam pertama yang kalian panggil ke gedung wakil rakyat. Kami melayani kalian sampai kalian bosan dan kami disebut kotoran. Esok hari kalian bersidang tentang etika, agama dan kondom. Kami adalah perjaka pelayan Nyonya kesepian, kami dipanggil ke Kalibata, memberikan tenaga untuk uang kuliah. Esok hari, kami mendapati sebuah keluarga anggota dewan yang bahagia; bapak, ibu dan dua orang anak lengkap dengan tiga babu dan dua anjing peliharaan. Kami adalah generasi yang murah hati; bukankah itu yang demokrasi ajarkan. Kami adalah generasi antara yang menjadi sandal dan alas sehingga kaki kalian tidak perlu menyentuh tanah. Kami adalah seseorang, beberapa orang dan orang-orang yang senantiasa kalian pandang sebelah mata. Kami adalah para pelayan yang memastikan rumah tangga kalian berjalan sebagaimana mestinya. Kami adalah supir yang memastikan kalian tidak pernah dikalahkan waktu. Kami adalah kuli dan buruh dalam kegiatan produksi yang penuh obral janji. Kami adalah tentara dan polisi yang menjaga kalian di balik kawat berduri. Kami adalah perawan dan perjaka yang memastikan kalian tidak onani di tengah sidang, cukup tidur saja. Kami adalah petani, nelayan, tukang ini dan itu yang sesekali melintas dalam pikiran-pikiran hebat kalian. Kami adalah orang-orang yang kalian lupakan selama 4 tahun 11 bulan dan hanya 1 bulan mengenal kalian. Kami adalah generasi antara, sekrup kecil dalam mesin peradaban kalian yang gagah. Tetapi pikirkanlah, bagaimana bila sekrup-sekrup kecil ini melepaskan diri? Kini kami mulai melepaskan sekrup-sekrup itu. Mesin kalian masih berjalan tetapi kami percaya hanya masalah waktu untuk rontok. Kami tidak lagi percaya pada partisipasi. Kami mematikan televisi melupakan presenter mirip bintang film porno. Kami mengacuhkan bilik-bilik kecil. Kami membiarkan transaksi suara, sebab tidak ada suara kami di dalamnya. Kami tidak lagi akan melayani kalian. Kami akan membiarkan kalian onani di tengah sidang. Kami diam dan kami menang. Hitunglah, kemenangan kami ini sudah sangat nyata. Kami akan merontokkan kalian, sehingga mesin demokrasi yang kalian agung-agungkan itu akan lepas satu persatu; partai, lembaga survey, birokrasi dan televisi. Kami telah memenangkannya dengan tidak melakukan apa-apa, hanya diam. Kalian bayangkan, bahkan dalam diam pun kami bisa menang; apalagi kami mulai bergerak. Powered by Telkomsel BlackBerry® --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =========================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---