Masalahnya bukan tak bergigi, kami badunsanak jo Negeri Sembilan, ghumah
niniak mamak kami balanciak lacik an jio ghumah niniak mamak no, niniak
mamak e badakek an jo niniak mamak kami, yo kaba a lai,...kami bukanno cuek
(ignorance) terhadap spirit kebangsaan,.... tp aka no panciluih., no kecek
an awak badunsanak, tp barang awak di ciluih nyo .............
Bp, Ibu dan sanak, silahkan lihat youtube, bgmn tari piring kita Minang sdh
ditemukan versi Negeri Sembilan,
walaupun memang tak ada tandingan nya dgn kita, tp dia tak ber etika
mempertontonkan nya di dunia maya.
Ini baru tari piring, bgmn dgn 21 items lainnya?
Wass. Muzirman Tanjung
-----------------------------------------------------------------
Negeri Tak (Lagi) Bergigi?

Senin, 31 Agustus 2009 | 03:20 WIB

*Baskara T Wardaya *

Hari-hari ini sudah sepantasnya kita berang terhadap negeri tetangga.
Pasalnya, tari Pendhet yang sejak dulu dipandang sebagai salah satu ungkapan
dan produk seni kita tiba-tiba saja didaku sebagai milik negeri itu.

Rasa berang itu tentu amat beralasan. Tidak hanya karena bagi kita tari
Pendhet nyaris identik dengan Bali, tetapi juga karena bukan pertama kalinya
negeri itu mendaku berbagai produk seni dan budaya kita, dari batik hingga
lagu dan alat musik tradisional.

Bahkan, ada pulau yang menurut kita merupakan bagian negeri ini telah
diklaim sebagai miliknya. Kita tidak tahu apa lagi milik kita yang akan
diklaim sebagai milik mereka. Tidak hanya rasa berang, berbagai protes dan
langkah diplomasi yang telah dilakukan perlu terus lanjutkan.

Pada saat yang sama, sepantasnya jika hari-hari ini kita sejenak bertanya
kepada diri sendiri: mengapa negeri yang penduduknya hanya seperdelapan dari
penduduk Indonesia itu ”berani-beraninya” melakukan aneka tindakan demikian
terhadap kita? Mengapa hal ini dilakukan untuk kesekian kalinya? Ada banyak
kemungkinan jawaban.

Salah satunya, jangan-jangan sekarang ini negeri itu (dan siapa tahu
sejumlah negeri lain) sedang memandang kita bagai seekor harimau yang gagah
dan berseri-seri namun tak lagi punya gigi. Jangan-jangan mereka
berpendapat, sang harimau itu boleh saja mengaum dan menyeringai, tetapi
tidak akan pernah mampu menggigit sehingga tak perlu ditakuti. Lebih dari
itu, jangan-jangan sejumlah bangsa lain sebenarnya sedang tak tertarik untuk
secara tulus menganggap pentingnya peran dan posisi kita di dunia
internasional.

*”Go to hell”*

Padahal, tidak selamanya kita dipandang seperti itu. Beberapa dekade lalu,
bangsa ini pernah menjadi bangsa yang berwibawa, yang dianggap penting dan
amat dihormati di antara bangsa-bangsa lain. Saat itu, oleh banyak negara,
kita tidak hanya disegani laksana harimau perkasa yang bergigi lengkap dan
tajam, tetapi juga dipandang sebagai pelopor di antara negara-negara yang
baru saja bebas dari kolonialisme.

Kita ingat, misalnya, pada tahun 1955 kita menyelenggarakan Konferensi
Asia-Afrika di Bandung, banyak wakil bangsa lain datang dengan antusiasme
amat tinggi. Kemudian Presiden Republik Indonesia memelopori dibentuknya
Gerakan Nonblok. Banyak negara bergabung di dalamnya, bahkan sampai hari
ini. Dengan bangga kita mengundang bangsa-bangsa yang baru merdeka untuk
menggelar Games of the New Emerging Forces (Ganefo). Dengan bangga Indonesia
mengajak bangsa-bangsa lain untuk membentuk Conference of the New Emerging
Forces, disingkat Conefo, menandingi PBB yang mengakui berdirinya negara
Malaysia.

Pada dekade 1950-an dan 1960-an, kita begitu dihormati sehingga meski sedang
dalam ketegangan Perang Dingin yang luar biasa, pemimpin tertinggi Uni
Soviet, Nikita Khrushchev, merasa perlu menghabiskan sebelas hari
mengunjungi Indonesia. Tak mau ketinggalan, Presiden AS John Kennedy juga
menyusun rencana datang ke Indonesia awal tahun 1964 meski akhirnya batal
karena kematiannya.

Terhadap bangsa-bangsa lain yang telah lama merdeka, kita menolak bersikap
rendah diri. Kita tak hanya berhasil menggagalkan upaya Belanda untuk
menjajah kembali dengan dukungan Sekutu, saat itu kita juga berani menentang
perusahaan-perusahaan asing yang ingin semaunya menanamkan modal di
Indonesia. Bahkan, terhadap salah satu negeri adikuasa saat itu pun kita
berani mengatakan ”Go to hell with your aid....” Persetan dengan bantuanmu!
Saat itu, negeri ini benar-benar berani dan bergigi.

*Lengkap dan tajam*

Betapa bedanya keadaan kita kini. Bukan hanya lagu dan tarian yang satu per
satu diklaim negara lain, sumber-sumber alam dan sumber daya manusia kita
pun banyak yang ada di bawah kendali orang luar.

Baru-baru ini kita disadarkan, barang yang kita gunakan dan konsumsi
sehari-hari ternyata sebagian besar merupakan hasil impor. Belum lagi jika
benar jaringan terorisme yang membuat tewasnya para korban bom maupun
orang-orang muda Indonesia berhasil dirayu menjadi kaki tangannya, ternyata
didanai orang dari kawasan tertentu.

Itu semua mendorong kita bertanya, jangan-jangan kita sedang tidak dihormati
oleh banyak kalangan di luar Tanah Air. Lebih dari itu, jangan-jangan kita
ini sedang dilecehkan dan dimanfaatkan berbagai pihak untuk melayani
kepentingan mereka sendiri, dari kepentingan ekonomi, budaya, politik,
hingga radikalisme transnasional.

Jika itu benar, tampaknya tugas kita kini bukan hanya menyatakan rasa berang
dan protes terhadap negeri jiran yang suka main klaim itu, tetapi juga
berjuang agar bangsa ini kembali disegani bangsa-bangsa lain karena
kepeloporannya.

Kita perlu tunjukkan kepada dunia bahwa bagai seekor harimau, kita tidak
hanya gagah perkasa, tetapi juga bergigi lengkap dan tajam, siap menerkam
setiap bentuk kesombongan, main klaim, terorisme antarnegara, dan setiap
wujud ketidakadilan.

*Baskara T Wardaya SJ Dosen Sejarah; Direktur Pusat Sejarah dan Etika
Politik (Pusdep), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta*



.
*indra @ Senin, 31 Agustus 2009 | 11:29 WIB*
Negeri kita begini karena akibat KKN berjamaah yg telah mengakar disegala
persendian pemerintahan dari ORBA s/d skrg shg sgl aspek
lemah(militer,ekonomi,sosbud)
*Indra @ Senin, 31 Agustus 2009 | 11:28 WIB*
Negeri kita begini karena akibat KKN berjamaah yg telah mengakar disegala
persendian pemerintahan dari ORBA s/d skrg shg sgl aspek
lemah(militer,ekonomi,sosbud)
*anwar majid @ Senin, 31 Agustus 2009 | 10:21 WIB*
sedih banget. hari gini kita baru sadar ya? bagaimana kita mau maju. kita
cuma bisa omong doang. kalau orang lain sudah lebih peduli, baru kita
marah... sedih..
*syangga @ Senin, 31 Agustus 2009 | 07:58 WIB*
Macan ompeng yaaaa...
*budi purwanto @ Senin, 31 Agustus 2009 | 06:38 WIB*
segere laksanakan operasi GANYANG MALAYSIA seri 2 pak Presiden......jangan
hanya sibuk....persiapan pelantikan doang...untuk apa kami memilihmu??????
 G MALAYSIA seri 2 pak Presiden......jangan hanya sibuk....persiapan
pelantikan doang...untuk apa kami memilihmu??????

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke