~Majalah Tempo Edisi 30/XXXVII 15 September 2008

WOLE Soyinka tahu apa artinya diinjak dan bagaimana rasanya ditindas. Pemenang 
Hadiah Nobel untuk Sastra tahun 1986 ini sekarang berusia 74. Ketika ia 31 
tahun, orang Nigeria ini ditahan pemerintah selama tiga bulan, dan dua tahun 
kemudian, ia—waktu itu direktur Sekolah Drama di Universitas 
Ibadan—dipenjarakan karena tulisan-tulisannya dianggap mendukung gerakan 
separatis Biafra. Selama setahun ia disekap, antara lain di sebuah sel yang 
sesempit liang lahat. Karena protes internasional, ia dibebaskan. Tapi ketika 
Jenderal Sani Abacha berkuasa di Nigeria (1993-1998), Soyinka dihukum mati in 
absentia. Kesalahannya: ia membela seorang pengarang dan aktivis terkenal yang 
dihukum gantung.

Dari riwayat itu kita tahu, Soyinka tak akan berhenti menentang "sepatu lars 
yang menindas". Tapi kemudian sesuatu yang lebih opresif datang: 
fundamentalisme agama, terutama di tanah airnya. Bagi Soyinka, kini jadi 
tugasnya untuk "melawan mereka yang memilih bergabung dengan pihak kematian". 
Artinya "mereka yang mengatakan telah menerima titah Tuhan entah di mana dan 
berkata bahwa mereka wajib membakar dunia agar mereka mencapai keselamatan". 
"Pihak kematian" ini tak hanya di satu sisi. Soyinka melihat musuh itu "di 
lorong-lorong sempit Irak ataupun di Gedung Putih."

Karenanya, tugas itu tak mudah. Bagi Soyinka, Nigeria yang didera pembunuhan 
antarkelompok agama karena fundamentalisme iman, "lebih berbahaya" ketimbang 
Nigeria di bawah kediktatoran militer ketika ia sendiri dipenjarakan.

"Fundamentalisme agama lebih berbahaya… sebab ia tak berbentuk, dan bergerak ke 
banyak arah," katanya dalam satu wawancara bertanggal Januari 2003. "Melawan 
kediktatoran militer, kita bisa memfokuskan sasaran. Kita dapat melawannya 
langsung. Kediktatoran itu segerombolan orang yang didera hasrat kekuasaan. 
[Tapi] fundamentalisme memperoleh pengikut di tempat yang paling tak terduga. 
Ia menyatakan diri dalam bentuk yang acak dan sangat berbahaya."

Tanah airnya mungkin salah satu saksi yang boncel-boncel dan berdarah. Sejak 
1999, di dua belas negara bagian Nigeria Utara, penduduk yang muslim memilih 
untuk menerapkan syariah Islam. Tapi kian lama kian tampak, ada yang tak beres 
dengan ketetapan itu, terutama di republik yang berpenduduk 147 juta dan hanya 
50 persennya muslim, sementara 40 persennya Kristen. Sementara korupsi meluas, 
70 persen penduduk di bawah garis kemiskinan. Ketimpangan sosial tajam (indeks 
Gini hampir 44, bandingkan dengan Indonesia yang 34) dan hanya 68 persen 
penduduknya yang melek huruf (sementara Indonesia: 90 persen). Syariah Islam, 
yang sibuk mengurus soal akhlak pribadi, tak kunjung tampak hendak melenyapkan 
kondisi sosial itu.

Bahkan satu kejadian menggambarkan bagaimana hukum syariah jadi soal yang 
gawat: kasus Aminah Lawal Kurami.

Maret 2002, perempuan berumur 27 ini dijatuhi hukuman mati dengan dirajam, 
karena mahkamah syariah di Kota Funtua menganggapnya telah berzina. Ia baru 
bercerai, tapi melahirkan. Perempuan miskin ini divonis tanpa didampingi 
pembela. Hanya satu hakim yang menjatuhkan hukuman. Aminah buta huruf, tak tahu 
undang-undang yang dianggap tak boleh dilanggarnya.

Tentu saja para hakim syariah tak menganggap hal itu bisa meringankan 
hukumannya. Harian The Guardian awal Oktober 2003 mengutip pernyataan Dahaltu 
Abubakar dari mahkamah banding di Katsina: "Tak tahu undang-undang tak bisa 
jadi pembelaan." Ini bukan hukum bikinan manusia, katanya. "Selama kamu muslim, 
hukum ini berlaku buat dirimu."

Syukurlah, setelah kampanye yang gigih di seluruh dunia—bahkan The Oprah 
Winfrey Show ikut membelanya—Aminah tak jadi mati dirajam. Tapi kejadian itu 
menunjukkan bagaimana penerapan syariah Islam justru mengungkapkan perbenturan 
antara hukum dan keadilan, antara iman dan kemanusiaan.

Tapi apa artinya kemanusiaan, apa artinya hidup, bagi yang disebut Soyinka 
sebagai "pihak kematian", the party of death? Sebab "kematian" di sini tak 
hanya menyangkut disambutnya hukum rajam dan potong tangan, tapi juga 
menyangkut tafsir yang tak hidup lagi.

The party of death itu juga yang berkibar ketika pada tahun 2000 dan 2002 
Nigeria, khususnya di Kota Kaduma, orang Kristen dan Islam baku bunuh. Dari 
sana Soyinka menulis sajak, Twelve Canticles for the Zealot, dengan nada yang 
marah dan kalimat yang menusuk. Sajak pemenang Hadiah Nobel untuk Sastra tahun 
1986 itu tak begitu bagus, sebetulnya, tapi bukanlah ia punya alasan untuk 
tergesa-gesa?

Para zilot telah menyuarakan pekik pertempuran, dan Soyinka memandang mereka 
sebagai "pelayan vampir", yang hinggap di pucuk gereja, di menara masjid, di 
kupola katedral. Ia bertengger di tembok penyangga "kesalihan". Sang "pelayan 
vampir" itu menunggu untuk loncat ke semua arah. Ia tak akan berangkat 
sendirian. Ia akan mengajak: "Datanglah bersamaku atau, kalau tidak, ke neraka!"

Maka tangan sang zilot terulur, kata sajak Soyinka pula, tapi bukan untuk 
membuai ranjang bayi yang damai. Tangan itu "cakar kebencian", mencengkeram 
dari ujung ke ujung, "Membubuhkan luka, membunuh, itulah segalanya".

Zilot—sebuah pengertian dari Injil yang kemudian menggambarkan sikap orang 
fanatik yang militan—dalam sajak Soyinka kata itu menunjuk mereka yang atas 
nama hukum agama yang murni mengancam spontanitas kegembiraan hidup di atas 
bumi, di bawah langit, di antara makhluk yang fana. Maka dari Nigeria, anak 
tanah air itu berseru, menolak "the party of death": "Aku datang dari tanah 
Ogun/negeri perempuan menampik cadar dan laki-laki/berbagi suka dengan bumi".


-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke