Assalaamu'alaikum sanak ambo,

Iko ado tulisan dari salah surang capres nan di sabuik di RN ko.
Indal usah ambo komentasi, baco sajolah:

Jumat, 08 Oktober 2010 pukul 13:29:00
Pondok Ban Tan

Anies Baswedan
(Rektor Universitas Paramadina)

Ya Nabi salam alaika. . .
Ya Rasul salam alaika. . .
Ya habibie salam alaika. . .
Shalawatullah alaika. . .

Sekitar seribu anak-anak menghampar di lapang rumput depan pondok. Lautan
kerudung dan peci putih melafalkan shalawat, khusyuk dan menggema.
Suasana pondok Pesantren Ban Tan malam ini terasa unik. Pondok kecil ini
dibangun di pedalaman Thailand Selatan. Untuk mencapainya, harus terbang
dari Bangkok yang jaraknya sekitar 750 km ke kota kecil Nakhon Si Thammarat.
Lalu, dari bandara yang kecil itu, naik mobil kira-kira satu jam ke
pedalaman. Masuk di tengah-tengah desa dan perkampungan umat Budha, di situ
berdiri Pondok Ban Tan. Pondok ini dibangun awal abad lalu dengan beberapa
orang murid. Niatnya sederhana, yaitu menjaga akidah umat Islam yang
tersebar di kampung-kampung yang mayoritas penduduknya beragama Budha.

Melihat wajah anak-anak pondok, seperti kita sedang menatap masa depan.
Anak-anak yang dititipkan orang tuanya untuk sekolah ke Pondok, yaitu untuk
menjaga sejarah kehadiran Islam di kerajaan Budha ini. Di propinsi ini,
mereka berdampingan dengan damai. Sebuah tradisi yang harus dijaga terus.
Malam ini, setelah berliku perjalanannya, seakan jadi salah satu event
puncak untuk keluarga pengasuh pondok ini. Di awal tahun 1967, terjadi
perdebatan panjang di antara para guru di pondok ini. Anak tertua Haji
Ismail, pemimpin pondok ini, jadi bahan perdebatan. Anak usia 17 tahun itu
memenangkan beasiswa AFS untuk sekolah SMA setahun di Amerika Serikat.

Pondok Ban Tan seakan goyah. Tak terbayangkan bagi mereka, dari perkampungan
Muslim yang kecil, jauh dari keramaian dan di pedalaman Thailand di tahun
1960-an, cucu tertua pendiri pondok akan dikirimkan ke Amerika. Umumnya,
santri-santri cerdas dikirim melanjutkan sekolah ke Jawa, Kedah, atau
Kelantan; jika ada dana mereka akan dikirim ke Makkah atau Mesir. Tapi,
Amerika? tidak pernah terlintas di benak mereka akan mengirim santri belajar
ke Amerika. Saat itu, para guru di pondok terpecah pandangannya: separuh
takut anak ini akan berubah bila dikirim ke negeri kufar (istilah yang
digunakan dalam perdebatan itu), mereka tidak ingin kehilangan anak cerdas
itu.
Setelah perdebatan panjang, Si Kakek, pendiri pondok itu, mengatakan, "Saya
sudah didik cucu saya ini, saya percaya dia istikamah dan saya ikhlas jika
dia berangkat." Ruang musyawarah di pondok itu jadi senyap. Tidak ada yang
berani melawan fatwa Sang Guru. Haji Ismail, sang ayah, mengangguk setuju.
Tidak lama kemudian berangkatlah anak muda tadi ke Amerika.

Tahun demi tahun lewat. Dan, dugaan guru-guru pondok itu terjadi: anak itu
tidak pernah kembali jadi guru pondok. Dia tidak meneruskan mengelola
warisan kakek dan ayahnya itu. Dia pergi jauh. Anak muda itu terlempar ke
orbit lain.

Malam ini anak yang dulu diperdebatkan itu pulang. Dia pulang bukan sebagai
orang asing, dia pulang membawa kebanggaan untuk seluruh keluarga, seluruh
pondok, dan seluruh rakyat di propinsi kecil ini. Dia pulang sebagai
Sekretaris Jenderal ASEAN. Pondok Ban Tan jadi terkenal, kampung halaman
jadi perhatian dunia. Sebelumnya, dia adalah menteri luar negeri Thailand,
Muslim pertama yang jadi Menlu di negara berpenduduk mayoritas Budha.
Namanya dikenal oleh dunia sebagai Surin Pitsuwan; dikampungnya dia dikenal
sebagai Abdul Halim bin Ismail. Malam ini Surin pulang kampung membawa teman
dan koleganya. Sekarang, seluruh bangunan pondok ini tampak megah. Setiap
bangunan adalah dukungan dari berbagai negara. Anak ini pulang dengan
membawa dukungan dunia untuk pondok mungil di pedalaman ini. Semua adiknya
menjadi guru, meneruskan tradisi dakwah di kampung halamannya.

Saya menyaksikan bahwa sesungguhnya, Surin selalu 'hadir' di sini, dia
membawa dunia. Dia menjadi jembatan lintas peradaban, dia jadi duta Muslim
Thailand di dunia.
Dia tidak pernah hilang seperti ditakutkan guru-gurunya. Dia masih persis
seperti kata kakeknya. Sejak pertama kali saya ngobrol dengan Surin, 3 tahun
lalu di Hanoi, tutur kata dan pikirannya seakan mengatakan: isyhadu bi ana
muslimin. Ramadhan kemarin, saat kita makan malam-Ifthar bersama-di Bangkok,
Surin cerita tentang ASEAN Muslim Research Organization Network (AMRON)
conference di Walailak University dan ingin mengundang ke pondoknya awal
Oktober. Saya jawab tidak bisa karena ada rencana acara di Bandung. Sesudah
itu, dia kirim beberapa sms meyakinkan bahwa ke "Ban-Tan" lebih utama
daripada ke "Ban-Dung".

Saat duduk di Masjid Al-Khalid, bersama ratusan santri, bersyukur rasanya
mengubah jadwal dari ke Bandung jadi berangkat ke Ban Tan. Saya shalat Isya
berjamaah duduk disamping Surin. Selesai shalat, ratusan tangan mengulur,
semua berebut bersalaman dengannya. Wajah takjub santri-santri itu tidak
bisa disembunyikan. Mereka semua seakan ingin bisa seperti Surin. Dia seakan
jadi visualisasi nyata dari mimpi-mimpi para santri di kampung kecil di
pedalaman Thailand.
Malam itu, di pelataran Pondok Ban Tan, dibuatkan panggung untuk menyambut.
Santri-santri bergantian naik panggung. Mereka ragakan kemahiran bercakap
Melayu, Inggris, dan Arab. Sebagai puncak acara, mereka tampilkan Leke Hulu
(Zikir Hulu). Tradisi tarikat yang sudah dijadikan seni panggung. Seluruh
santri ikut berzikir, gemuruhnya menggetarkan dada.

Besok paginya, Syaikhul Islam Thailand, pemimpin Muslim tertinggi di
Thailand khusus datang dari Songklah, kota di sisi selatan, untuk sarapan
pagi bersama di pondoknya. Kita ngobrol panjang dan saya tanya asal
keturunannya karena garis wajahnya berbeda; dia jawab kakek saya dari
Sumatra, tapi dia keturunan Hadramauth.
Hari itu saya bersyukur. Saya katakan itu pada Surin bahwa ini perjalanan
luar biasa. Tapi, dia belum puas. Surin memanggil salah satu alumni
pondoknya (seorang doktor ilmu manajemen) untuk mengantarkan saya ke masjid
di kampung-kampung pesisir pantai untuk dikenalkan dengan Ustaz keturunan
Minang.
Setelah melewati kampung-kampung dan pasar yang sangat sederhana, saya
sampai di rumahnya yang sangat sederhana, di belakang madrasah yang
dipimpinnya. Kita berdiskusi tentang suasana di sini, tentang Minang, dan
tentang kemajuan. Lalu, dia mengambil bingkai-bingkai dari lemari, dia
tunjukkan beberapa foto-foto orang tuanya, ayahnya dipaksa hijrah dari
Maninjau di Ranah Minang karena perlawanan pada Belanda. Kira-kira 90 tahun
yang lalu, dia sampai di Thailand Selatan dan jadi guru agama. Mengagumkan,
anak-anak muda pemberani memang selalu jadi pilar kokohnya Dienul Islam.
Mereka hadir dan hidup berdampingan penuh kedamaian.
Sekali lagi, kita ditunjukkan betapa hebatnya efek pendidikan. Beri fondasi
akidah, bekali dengan modal akhlaqul karimah lalu biarkan anak muda terbang
mencari ilmu, membangun network, merajut masa depan. Anak muda tidak takut
menyongsong masa depan. Kelak ia akan pulang, menjawab doa ibunya, menjawab
doa ayahnya dengan membawa ilmu, membawa manfaat bagi kampung halamannya,
bagi negerinya, dan bagi umatnya.

Di bandara kita berpisah. Saya pulang  kampung ke Jakarta dan Surin
berangkat ke Brussel, memimpin delegasi para kepala pemerintahan ASEAN dalam
ASEAN-European Summit.

Hari ini, anak yang dulu ditakutkan hilang itu akan memimpin delegasi
pemimpin se-Asia Tenggara. Dan, pada hari ini juga, Ibunya masih tetap
tinggal di pondok Ban Tan, sekitar 90 tahun, tetap mendoakan anaknya seperti
saat melepasnya berangkat sekolah SMA ke Amerika dulu.


-- 
Wassalaamu'alaikum
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
gelar Bagindo, suku Mandahiliang,
lahir 17 Agustus 1947.
Nagari Gasan Gadang, Kab. Pariaman. rantau: Deli, Jakarta,
sekarang Sterling, Virginia-USA
------------------------------------------------------------
"menjadi bagian dari sapu lidi, akan lebih bermanfaat dari pada menjadi
sebatang lidi"

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke