Assalamualaikum w.w. para sanak sapalanta,

Di tengah-tengah demikian banyak berita negatif tentang kehidupan kita 
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesekali kita ingin mendengar berita 
yang positif, yang akan memberi kita semangat dan gairah untuk merancang dan 
mewujudkan masa depan yang kita dambakan.

Syukur Alhamdulillah, kolumnis Yudi Latif, menampilkan hal itu, memberi 
pencerahan bahwa kehidupan bernegara bisa cerah dan bahwa kondisi negara kita 
tidaklah demikian buruk jika dibandingkan dengan kondisi negara-negara tetangga.

Semoga bermanfaat.

Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta; Tanjuang, Soetan Madjolelo)
"Basuku ka Ibu; banasab ka Bapak; basako ka Mamak".
Alternate e-mail address: saaf10...@gmail.com;
saafroedin.ba...@rantaunet.org


Politik Menebar Kebahagiaan
Kompas, Selasa, 24 Februari 2009 | 00:13 WIB 

YUDI LATIF
Kunjungan Hillary Clinton membuat kita siuman dari ketidaksadaran akan adanya 
prestasi bangsa ini. Tidaklah berlebihan jika Amerika Serikat menempatkan 
Indonesia sebagai titik strategis dalam poros Asia dan dunia Islam.
Daftar kunjungan Clinton menunjukkan ”regional belt” yang sesungguhnya. Jepang, 
Indonesia, Korea Selatan, China adalah wajah terdepan dari ”Asia-Pasifik”.
 
Di Asia Tenggara, Indonesia adalah satu-satunya negara dengan perkembangan 
demokrasi yang positif. Thailand mengalami ketidaktentuan. Malaysia terkendala 
”two- tier democracy”. Filipina bermasalah dalam pranata demokrasi, dengan 
angka kedua tertinggi di dunia menyangkut pembunuhan jurnalis dengan motif 
politik. Brunei dianggap ”so and so”. Singapura tetap penting dalam 
perekonomian, tetapi bukanlah model demokrasi. Myanmar adalah problem dunia. 
Indochina masih ruwet. Untuk Asia Tenggara, Indonesia adalah ”belt of 
stability”.
 
Dalam pendekatan baru dengan dunia Islam, Timur Tengah adalah masa lalu, adapun 
Indonesia masa depan. Negara berpenduduk Muslim terbesar, dan demokrasi 
terbesar ketiga, di dunia, dengan watak keterbukaan, moderasi, dan toleransi 
yang menonjol, bisa dijadikan acuan baru dalam tata hubungan berbasis kekuatan 
cerdas dan kebersamaan nilai kemanusiaan.
 
Fakta menunjukkan, di antara sesama negara demokratis, permusuhan lebih jarang 
terjadi. Usaha AS memperbaiki hubungan dengan dunia Islam bisa dilakukan dengan 
membantu negara demokratis dalam peradaban itu mengukir kisah sukses. 
Keberhasilan demokrasi Indonesia, secara ekonomi-politik, akan memperkuat 
pengaruhnya yang akan menularkan pengadopsian tatanan baru di dunia Islam.
 
Tidaklah berarti bahwa keberhasilan demokrasi Indonesia bergantung pada belas 
kasih AS. Ada atau tiadanya peran AS, demokrasi adalah pilihan Indonesia. 
Begitu pun dengan menunjukkan sisi positif yang dicapai tidaklah perlu membuat 
kita puas diri. Tengoklah berita utama Kompas beberapa pekan terakhir, betapa 
merisaukan indeks kesengsaraan di negeri ini: anarki di Medan, perbatasan tak 
terurus, infrastruktur daerah mengkhawatirkan, ekspor terancam, pulau terancam, 
kemiskinan bertambah. Seolah membenarkan gambaran Samuel Beckett, ”air mata 
dunia masih dalam kuantitas yang konstan”.
 
Demokrasi telah membawa perubahan, tetapi belum kunjung membawa kebahagiaan. 
Padahal, semua modus kekuasaan harus diarahkan untuk mengejar kebahagiaan. 
Menurut Abu Nasr al-Farabi dalam Al-Madinah al-Fadhilah, ”negara yang baik 
berbuah kebahagiaan.”
 
Bagi kebanyakan warga, rongrongan utama kebahagiaan ini tidaklah berasal dari 
persoalan alam dan kualitas perseorangan, melainkan dari kualitas pemerintahan. 
Bahwa negara merupakan penentu kebahagiaan ditunjukkan oleh survei yang 
dilakukan di 50 negara, seperti dilaporkan oleh Geoff Mulgan (2008). ”Pengaruh 
kualitas pemerintahan terhadap kebahagiaan (kesejahteraan) hidup jauh melampaui 
efek yang ditimbulkan oleh pendidikan, pendapatan, dan kesehatan, yang 
kesemuanya itu pun bergantung pada kualitas pemerintahan.”
 
Usaha demokrasi membawa kebahagiaan menuntut penjelmaan ”negara-pelayan”. Basis 
legitimasi negara-pelayan ini bersumber pada empat jenis responsibilitas: 
perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, serta keadilan.
Negara memiliki legitimasi sejauh melindungi warganya dari bahaya karena 
ketertiban dan keselamatan sangat esensial bukan saja bagi kehidupan, tetapi 
juga untuk meraih kebahagiaan. Terbukti, negara-negara dengan pencapaian 
tertinggi dalam indeks kebahagiaan, seperti Norwegia, Swiss, dan Denmark, 
umumnya adalah negara demokrasi stabil yang mampu menegakkan hukum, keamanan, 
dan ketertiban.
 
Legitimasi kedua adalah responsibilitas negara untuk mempromosikan 
kesejahteraan. Peran pemerintah dalam memfasilitasi kesejahteraan sangat 
penting. Seperti ditunjukkan Amartya Sen, kelaparan di sejumlah negara bukanlah 
karena kekurangan makanan, melainkan karena rakyat tak memiliki hak milik dan 
daya beli sebagai akibat buruknya layanan pemerintahan.
 
Legitimasi ketiga adalah kemampuan negara mempromosikan pengetahuan dan 
kebenaran yang sangat vital bagi kelangsungan komunitas bangsa. Tidak ada 
perbantahan antara rezim demokratis dan nondemokratis atas pentingnya 
pengetahuan. Bahkan, seorang Mao dalam Revolusi Kebudayaannya meyakini, 
”Sebanyak apa pun mimpi kita, alam akan memberikannya sejauh ada pengetahuan.”
 
Legitimasi pamungkas adalah kemampuan negara menegakkan keadilan. Menurut 
Aristoteles, yang membedakan manusia dan binatang adalah kemampuan membedakan 
yang baik dan buruk, adil dan zalim, yang memperoleh puncak ekspresinya pada 
negara yang dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan. Keadilan negara ini 
sangat vital bagi resolusi konflik dalam masyarakat multikultur.
 
Pemenuhan keempat basis legitimasi negara-pelayan tersebut merupakan pertaruhan 
atas kebahagiaan warga negara. Para pendiri bangsa secara visioner 
memosisikannya sebagai tujuan negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
 
Jalan demokrasi Indonesia menuju kebahagiaan masih teramat panjang. Namun, 
seperti kata Lao Tzu, ”Perjalanan ribuan kilometer dimulai dengan langkah 
pertama.” Apresiasi dunia luar memberi motivasi tambahan bagi para pemimpin 
untuk lebih bertanggung jawab mengelola negara demi kebahagiaan hidup bersama.
 
 
Share on Facebook
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke