Minggu, 05 April 2009

Tiga Sarasah yang Bisa Bikin Resah


Tak Ada Perambahan, tapi Tanah Mengangga

Laporan Musriadi Musanif

Bila langit jernih, dinding Marapi terlihat indah. Sarasahnya menjuntai
bak kapas putih, berderet-deret. Lalu, juntaian itu menjadi cerita
panjang bagi anak-anak nagari di kaki gunung tersebut. Anak-anak Tanah
Datar. Mereka menunjuk-nunjuk. Bahkan ingin menggapai. Terasa dekat.
Air sarasah, mengalir ke desa mereka. Mereka mandi di sana dan bersenda
gurau tentunya. Tapi pada ketika lain, sarasah yang sama menyebar maut,
bagai sayap bunian yang terkepak.
Sesungguhnya air itu sahabat baik, sama dengan api. Tak ada makhluk
hidup yang bisa melepaskan dirinya air. Air adalah sumber kehidupan.
Perkampungan, sejak zaman dahulu hingga kini, bermula dari
pinggir-pinggir sungai besar untuk kemudian terus meluas dan melebar
sampai ke pedalaman.
Di Gunung Marapi, menurut seorang tetua Nagari Pasie Laweh, Alwis Agen,
87, setidaknya terdapat tiga sarasah yang mengalirkan air untuk
kehidupan kepada warga di Tanah Datar dan Agam. Kendati pun demikian,
ketiga sarasah itu juga membawa resah dan menyimpan benih-benih bencana
terhadap warga yang bermukim di aliran sungainya. Galodo pada 30 Mei
1979 dan 30 Maret 2009 adalah klimaks dari keresahan warga, terutama di
Pasie Laweh.
"Sarasah Batang Sungai Jambu, alirannya dimulai dari Bulaan Sariak
menuju Simabur dan melewati kawasan Simpang Manunggal, tidak terlalu
jauh dari pusat Kota Batusangkar. Pada saat galodo menghantam Pasie
Laweh dan nagari-nagari yang ada di sepanjang aliran Barang Air Galodo,
batang air dari Sarasah Batang Sungai Jambu juga dilaporkan membesar,
tapi tidak mendatangkan bencana," katanya kemarin di Pasie Laweh.
Sarasah lain yang bikin resah itu adalah Sarasah Batang Pisang,
alirannya dinamakan dengan Bangkahan Atas dan Bangkahan Bawah. Aliran
air dari sarasah ini, menurut dia, telah dua kali mendatangkan galodo
dahsyat yang menghancurkan Pasie Laweh. Dari Pasie Laweh sungai ini
mengalir hingga ke Talawi di Sawahlunto. Aliran sungai dari sarasah ini
juga bertemu dengan aliran sungai dari Sarasah Batang Tangah. Sedangkan
Sarasah Batang Tangah, jelasnya, mengalir ke Salimpaung hingga Lasi di
Baso, Kabupaten Agam.
Jalur yang dilewati Sarasah Batang Pisang, berdasarkan penelusuran
informasi yang dilakukan Singgalang di lapangan, berada di kawasan hutan
ulayat Nagari Pasie Laweh yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan
ulayat Kotobaru Rao-Rao. Kondisi hutannya masih asri, belum pernah
tersentuh tangan-tangan serakah manusia.
Kendati demikian, melihat dari struktur kayu-kayu yang dihanyutkan air
saat galodo Senin (30/3) lalu, tidak tertutup kemungkinan, hutan yang
berada di dalam wilayah Nagari Pasie Laweh telah mulai disentuh manusia,
baik penebangan liar maupun penebangan 'berizin.'
Kendati demikian, dugaan adanya penebangan hutan di sepanjang aliran
Sarasah Batang Pisang di dalam wilayah hutan Pasie Laweh, dibantah oleh
seorang warga yang bermukim daerah hutan Pasie Laweh, tepatnya di
kampung Luak Potai yang terletak di dada Gunung Marapi. Jusan, 45,
begitu nama warga itu, tidak pernah mendengar adanya mesin sinso
(chainsaw) meraung di hutan-hutan yang sering dilewatinya. Sementara
penebangan hanya menggunakan kapak dan gergaji, dipandang mustahil bisa
membuat kerusakan hutan dalam volume yang merusak lingkungan dan
keasrian hutan.
Satu tim yang dikirim Pemkab Tanah Datar untuk menelusuri kondisi daerah
di sepanjang aliran sungai yang menjadi penyebab galodo awal pekan ini,
tidak melaporkan adanya penebangan hutan liar. Tim ini hanya mengabarkan
adanya tumpukan lumpur, batu, dan kayu dalam volume yang membahayakan
dan membuka peluang terjadinya bencana susulan.
Berbicara soal kondisi hutan di lereng Marapi yang berada di kiri kanan
Sarasah Batang Pisang, menurut seorang warga, Drs. Fahrizal, seorang
putra Pasie Laweh bernama Tarmizi Ali, 50, pernah melakukan penyisiran
lereng-lereng Gunung Marapi dalam wilayah Nagari Pasie Laweh untuk
mengetahui kondisi alamnya, pascagempa yang membuat buncah Sumatra Barat
pada 6 Maret 2006 lalu.
"Penebangan hutan memang tidak ditemukan, tapi Tarmizi Ali menemukan
adanya retakan-retakan tanah, bahkan ada yang mencapai kedalaman sekitar
100 meter di hutan itu. Mungkin, inilah salah satu penyebab galodo kali
ini dua kali lebih dahsyat dari galodo tiga puluh tahun silam,"
terangnya.***

http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berita.php&id=102
2

 


The above message is for the intended recipient only and may contain 
confidential information and/or may be subject to legal privilege. If you are 
not the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination, 
distribution, or copying of this message, or any attachment, is strictly 
prohibited. If it has reached you in error please inform us immediately by 
reply e-mail or telephone, reversing the charge if necessary. Please delete the 
message and the reply (if it contains the original message) thereafter. Thank 
you.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke