Keringat dingin membasahi tubuhnya dan detak jantungnya lebih cepat dari biasanya sehingga dia merasa dadanya terasa sakit menahan gerakan detak jantungnya. Perasaan ingin terkencing juga dia rasakan sangat kuat sekali, kalau tidak teringat akan malu dia pasti sudah kencing di celana. Dia sadar pria yang bernama Basri itu sangat membencinya, tapi dia bertekat harus bisa mendapatkan uang itu walaupun mungkin jumlahnya kurang dari yang telah dijanjikan. "Mau nanya apa kamu?" Tanya Bumi. "Aaappppaaa Ssssaaaiiifffuulll.." dia menelan ludah tidak berani menatap Basri lagi. Dia berusaha menatap kereta supaya dia tidak gugup bicaranya. "Cepat katakan mau apa kamu?" kesabaran Bumi semakin menipis karena dia sudah bisa menduga apa yang dikehendaki oleh ayah Saiful. "Sssaaiiiffuuul sssuuudddaahhh mmmaaauuuu dddiiibbbaaawwwaaa pergi?" akhirnya dia bisa bicara juga, keinginan untuk kencing semakin mendesak, dia sudah kuatir betapa malunya dia kalau sampai terkencing di celana. "Iya, sudah mau berangkat. Sekarang kamu minggirlah ke sana , kereta sudah mau jalan." Kata Bumi dengan tegas sekali. Ayah Saiful belum beranjak juga dari tempat dia berdiri di samping kereta yang mengangkut Saiful. Dia sudah tidak mampu berbicara menyatakan keinginannya karena dia sedang menahan keinginan untuk kencing, dan ketakutannya setiap kali melihat sinar mata Basri yang memandangnya dengan penuh kebencian dan hasrat membunuh yang terbayang di matanya. "Sudah sana.., kenapa belum ke sana juga, nanti bisa ketabrak kereta," seru Bumi. Bumi memandang kepada penjaga keamanan nagari yang kebetulan berkumpul di halaman tersebut untuk membantu mengangkut barang-barang ke kereta tadi. Mereka yang sudah lama bekerja dengan wali nagari itu sudah tahu apa arti pandangan dari wali Bumi. Segera dua orang dari mereka berjalan mendekati ayah Saiful untuk menariknya dari sisi kereta. Ayah Saiful melihat dua orang yang menghampirinya, dia tahu sebentar lagi mereka akan menariknya, buru-buru dia memeluk kereta tersebut erat-erat sambil berteriak-teriak memanggil nama anaknya. Untung saja tadi Siti sudah memberikan sedikit obat tidur untuk Saiful agar dia tertidur sebentar untuk memulihkan kondisi tubuhnya agar dalam perjalanan yang panjang ini dia tidak terlalu kelelahan. Jadi apapun yang dilakukan oleh ayahnya sekarang, dia tidak mengetahuinya, tapi tetap saja Basri takut jika Saiful terbangun akibat ulah ayahnya. Karena itu segera Basri berusaha membebaskan dirinya dari Kahar dan Bumi, dia sudah ingin sekali memukul hancur mulut orang itu. Kahar yang merasakan gerakan Basri buru-buru mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan Basri begitu juga dengan Bumi yang tahu adik angkatnya sudah tidak bisa tahan kesabarannya, segera berjalan menghampiri ayah Saiful. Bumi tahu jika tidak dia lakukan sesuatu segera maka Basri akan melakukan sebuah tindakan yang akan disesalinya nanti. Dia harus menghentikan orang yang "sakit jiwanya" ini secepatnya, dia mengulurkan tangannya ke arah ayah Saiful, dan menotok kedua tangan pria itu dan menghentakan agar pegangannya terlepas dari kereta itu. Kedua tangan ayah Saiful menjadi lemas dan tidak bisa digerakan sama sekali, dia semakin ketakutan merasa dirinya terancam karena dia sadar wali Bumi merupakan seorang tokoh sakti. Dia membuka mulutnya besar-besar untuk menjerit supaya seluruh penduduk datang melihat wali Bumi mengancamnya. Dia tidak sadar bahwa semua penduduk sudah tahu perbuatannya terhadap Saiful, apalagi dengan adanya kejadian tadi pagi. Tukang kebun yang menjemput Saiful sudah menyebarkan gossip mengenai perbuatan ayah Saiful pada anaknya yang tentunya sudah dibumbui sana sini. Sehingga kalau dia mengharapkan bantuan penduduk atas hukuman yang diberikan wali Bumi padanya, dia tidak akan menerimanya. Tapi sebelum sempat dia berteriak, kembali Bumi mengulurkan tangannya dengan cepat menotok lehernya supaya tidak mengeluarkan suaranya dan mulutnya tetap dalam keadaan menganga selebar-lebarnya. Ayah Saiful semakin ketakutan dengan hukuman yang diberikan oleh Bumi, kencing yang tadinya ditahan akhirnya keluar juga merembes di celananya dan membasahi kakinya. Dia sudah mulai merasa mulutnya kram akibat tidak bisa ditutup lagi, dia berusaha menutup mulutnya tapi tidak bisa karena kedua tangannya tidak bisa digunakan lagi. Melihat kondisinya seperti itu beberapa penjaga keamanan yang ada di situ menutup hidung menghinanya sambil tersenyum-senyum mengejeknya. Dia tidak perduli lagi bagaimana keadaannya karena dia sudah panic dengan hukuman yang diberikan oleh wali Bumi, dengan menetaskan air mata ketakutan dia berusaha mohon ampun kepada wali Bumi dengan menekuk lututnya dan menyembah. Tapi Bumi tidak mengabulkannya karena dia memang ingin memberi pelajaran kepada pria itu agar tidak bertindak semena-mena kepada kaum yang lemah. Bumi memberi isyarat kepada Kahar untuk menarik tangan Basri agar segera dia naik kereta dan berangkat, tidak perlu lagi menghiraukan keadaan di sini. Kahar perlahan-lahan menarik tangan Basri yang sudah terkepal kencang sekali. "Uda Basri, hayolah pergi, biar keadaan di sini uda Bumi yang mengatasinya. Kasihan Saiful kalau kelamaan di jalan dengan tubuh seperti itu nanti dia bisa tambah parah sakitnya,"kata Kahar kepada Basri. Akhirnya Basri mau juga ditarik Kahar untuk naik ke kereta dan melanjutkan perjalanannya. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Bumi, Kahar dan Siti, serta melemparkan pandangan jijik kepada ayah Saiful segera dia memerintahkan tukang kuda untuk jalan. Melihat hal itu ayah Saiful berusaha mengejar kereta tersebut karena dia melihat peluang mendapatkan uang akan segera hilang bersama berlalunya kereta itu. Dengan cucuran air mata dan kondisi mulut menganga serta kedua tangan yang lumpuh sungguh keadaannya sangat menyedihkan sekali. Kuda-kuda yang menarik kedua kereta tersebut dipacu kencang oleh para kusirnya, tidak berapa lama sudah meninggalkan ayah Saiful yang masih berusaha mengejar, tapi itu tidak berlangsung lama karena siksaan yang dirasakannya akibat mulutnya tidak bisa tertutup membuat dia tidak bisa mengejar kereta itu lagi. Dengan terduduk di atas tanah, dia menangis dan kedua kakinya menggosok-gosok tanah persis seperti anak kecil menangis jika anak itu tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Penduduk nagari yang melihat dia merasa antara kasihan, kesal, dan lucu, tapi itulah hidup seorang laki-laki yang tidak bisa menjadi seorang lelaki sejati baik bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Bumi yang merasa sudah cukup hukuman yang diberikan kepada ayah Saiful berjalan mendekatinya, sambil memandang keras dia menegur, "Hmmm. untuk apa awak menangis, indak ado gunonya lai (tidak ada gunanya lagi). Nasi sudah jadi bubur, karena kelakukan awak (kamu) sendiri makanya teman ambo (saya) tidak mau memberikan uang seperti yang inyo (dia) janjikan pada awak." Bersambung.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet. - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting. - Hapus footer & bagian tidak perlu, jika melakukan reply. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi. - Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---