Komen: Umumnya manuskrip2 Melayu yang ada di Barat sudah dikatalogkan dg amat rinci. Kita bisa menri surat Panglima Raja Di Hilir, penghulu Padang abad ke-18, misalnya, atau Kaba Rancak di Labuah. Banyak manuskrip sudah diteliti, meskipun lebih banyak lagi yang harus diungkapkan isinya. Salah satu proyek besar mengenai Manuskrip Melayu adalah MALAY CONOCRDANCE PROJECT dari Australian Naitonal University.Lihat: http://www.anu.edu.au/asianstudies/ahcen/proudfoot/MCP/. Melalui ini kita bisa mencari kata-kata Melayu klasik yang mungkin bagi kita sekarang kurang diketahui konteks dan maknanya. Lihat juga disertasi berikut ini yang fantastis: penelitian mengenai ratusan stempel Melayu dari abad ke16-20, TERMASUK CAP DATUAK KATUMANGGUNGAN DAN DATUAK PARPATIAH NAN SABATANG, the founding fathers suku Minangkabau (lihat: http://www.mantagisme.blogspot.com/)
Soort publicatieBoek Titel:Malay seal inscriptions: a study in Islamic epigraphy from Southeast Asia / Annabel Teh Gallop AuteurGallop, Annabel Teh ImpressumLondon : University of London, School of Oriental and African Studies, 2002 Vorm2 dl. (712 p.) : ill ; 30 cm AnnotatieVolume 2-3:Appendix: a catalogue of Malay seals (part 1-2) (dari katalog online UNIVERSITEITSBIBLIOTHEEK LEIDEN) MENGHIDUPKAN MANUSKRIP MELAYU-INDONESIA ISLAM Manuskrip Islam adalah khazanah penting tentang suatu karya berkaitan dengan buah pemikiran para cendekiawan Islam masa lalu yang masih berupa tulisan tangan (handwriting). Manuskrip inilah yang sebenarnya menjadi penyambung lidah diantara mereka dengan generasi-generasi setelahnya. Ribuan bahkan jutaan manuskrip telah mereka tinggalkan sebagai bukti kecemerlangan keilmuan masa mereka. Berbagai musibah pun telah terjadi pada mauskrip itu, mulai dari pembakaran besar-besaran oleh pasukan Mongol di Bagdad pada tahun 1258 hingga pencurian manuskrip di negeri-negeri Islam oleh banyak kalangan, termasuk Barat. Namun begitu, manuskrip-manuskrip yang tersisa, yang terdapat di berbagai negara Islam, di perpustakaan-perpustakaan terkenal dunia, seperti di Istambul, Kairo, Damaskus dan India, serta di Barat seperti di Sepanyol, Perancis, Jerman, Inggris, dan di Rusia, belum lagi manuskrip-manuskrip Nusantara yang tercecer di mana-mana dan belum terkatalogkan, menunggu pengkaji-pengkaji yang memang berhasrat untuk menyajikannya menjadi bahan santapan ilmiah untuk generasi-generasi saat ini dan mendatang. Dr. Wan Suhaimi Wan Abdullah, pakar di bidang kajian manuskrip Islam dari Universiti Malaya, dalam diskusi rutin INSISTS Malaysia, pada tgl 16 Desember 2007, di Segambut, Kuala Lumpur, menyatakan bahwa memang terlalu banyak lagi tugas seorang yang ingin betul-betul mengkaji manuskrip-manuskrip Islam, khususnya manuskrip-manuskrip Nusantara, Melayu-Indonesia, untuk mengumpul, mengkatalog, mengedit, apalagi memberikan ulasan-ulasan lebih lanjut. Upaya-upaya itu masih jauh dari cukup berbanding dari kemajuan pada manuskrip-manuskrip Arab, baik di dunia Arab sendiri ataupun di Barat. Di Kuala Lumpur, menurutnya, ada katalog-katalog tentang koleksi-koleksi manuskrip Melayu-Indonesia yang terdapat di berbagai perpustakaan di beberapa negara Barat. Itu maknanya Barat lebih berambisi mengumpulkannya dari pada orang Melayu-Indonesia sendiri. Ketika pemateri ini berkunjung ke Jerman, ia mendapati suatu koleksi manuskrip Melayu-Indonesia secara umum, dan bahkan manuskrip-manuskrip yang berbahasa khusus, seperti bahasa Banjar, Jawa, Aceh, dan lain-lain, yang belum lagi dikaji dan masih membisu dengan lembaran-lembaran usangnya. Yang ini siapa lagi yang mau mengakji? tanya salah satu penjaganya. Kalau di Barat manuskrip dihargai dengan nilai yang tinggi, dan bahkan menjadi buruan para ilmuan penting. Sebagai contoh, seorang orientalis Jerman, Hans Daiber, setiap kali pergi berkeliling dunia ia selalu mencari pusat manuskrip, dan berupaya mendapatkannya. Dia hanya contoh kecil dari banyak lagi orang-orang di Barat yang sangat minat dengan manuskrip Islam. Sedangkan di alam Melayu-Indonesia, selain kurang dihargai, susah juga menjumpai orang-orang yang memiliki hasrat terhadap manuskrip seperti halnya Hans Daiber ini. Oleh karena itu, pemateri menyatakan bahwa menghidupkan (ihya ) manuskrip Melayu-Indonesia sangatlah peting. Bukan berarti ketika mengkaji manuskrip dulu, lalu kita dianggap kembali ke masa silam yang kaku dan tak relevan lagi dengan dunia sekarang, tapi suatu upaya memahami dan menilai tradisi yang ada di masyarakat sebelum kita dengan tujuan mengenal secara pasti aspek hakekatnya, yang selanjutnya coba mengembangkan pembahasan hakekat tersebut dalam kerangka tradisi yang terjaga, dengan pendekatan yang sesuai dengan kondisi dan tantangan semasa. Bukan seperti yang dikritikkan banyak kalangan bahwa pengkajian kitab klasik ini ibarat hidup tahun 2007, tapi mentalnya 1500-an, tapi kita memang hidup di masa sekarang bersama mental sekarang, namun ilmu kita memanjang dari zaman dulu hingga sekarang. Inilah tantangan sebenarnya bagi pengkaji kitab klasik (turath) dari pada sekedar membaca dan menghafal teksnya serta mengulang penjelasannya tanpa melakukan upaya kreatif mengembang dan menjelaskan kepada masyarakat semasa. Bagi Wan Suhaimi, ada tiga hal yang perlu dibuat oleh pengkaji warisan ilmu ini. Pertama, penguasaan ilmu warisan ( ilm al-turath) yang berkaitan, yang memang tidak cukup hanya menguasai bahasa manuskrip itu secara umum, bahkan jauh dari itu semua ilmu yang tercatat dalam manuskrip itu sejak kemunculannya hingga saat ini. Seperti manuskrip Melayu-Indonesia, seorang pengkaji tidak cukup menguasai bahasa Melayu atau Indonesia saja, karena manuskrip-manuskrip itu tidak bisa dilepaskan dari tradisi keilmuan Arab Islam, sehingga pengkaji mesti paham bahasa Arab dan tradisi Islam. Tradisi ilmu yang berlaku di dunia Melayu-Indonesia itu adalah kelanjutan dari tradisi Islam sebelumnya di dunia-dunia Arab sana. Kedua, penguasaan ilmu semasa, khususnya yang berkaitan dengan bidang yang dikaji dan ini termasuk penguasaan bahasa modern, baik bahasa setempat maupun bahasa asing yang menjadi medium penyampaian dan penulisan ilmu-ilmu semasa tersebut. Ini penting dilakukan agar penyampaian hakekat yang ditemukan dalam manuskrip bisa hidup dan mampu mencerahkan pembacanya. Karena yang akan membaca adalah masyarakat sekarang, bukun kurun ke-17 dulu. Sehingga menarik tidaknya suatu hasil kajian manuskrip sangat bergantung juga dengan penguasaan terhadap isu-isu modern ini. Ketiga, mempunyai kreativitas intelektual yang memadai, yang mampu mengenali isu-isu mendasar dan sebenar dalam masyarakat, yang kemudian ia bijak mengetengah dan mempergunakan hakekat yang dijumpai dalam karya manuskrip itu untuk ikut menyumbangkan penyelesaian permasalahan umat. Tanpa kreativitas intelektual yang memadai, seorang tak akan secara sempurna memberikan konstribusi yang positif kepada masyarakatnya. Oleh karena itu, poin ini juga yang mengantarkan kesuksesan dalam menghidupkan warisan manuskrip para ilmuan silam. Jadi, memang kajian manuskrip tidak hanya sekedar seni mengemas bahan-bahan kuno, sebagaimana barang-barang antik dimusiumkan. Namun lebih dari pada itu, kajian manuskrip merupakan tanggung jawab ilmiah yang tidak bisa dianggap spele dan tidak penting atau remeh. Ia merupakan perjuangan mempertahankan warisan tradisi dan agama. Ia juga merupakan usaha penyampaian pesan-pesan ilmuan-ilmuan sebelum kita kepada kita dan orang-orang setelah kita, sebagai penyambung tongkat estafet mereka. Dari sanalah keseriusan kita sebagai pengkaji dituntut secara serius, bukan sekedar seni apalagi sekedar mencari makan. Oleh karena itu, usaha-usaha mengumpul, mengkatalog, mengedit, mengkaji, dan memberikan ulasan-ulasan yang tepat dan mendalam amat pantas didukung dan didorong oleh pihak institusi keilmuan, negara, dan yang bertanggung jawab memelihara warisan bangsa dan agama. Sebab, hal itulah yang bisa memberikan harapan selanjutnya bagi berwibawanya keilmuan umat ini. Umat ini tidak bisa secara terus menerus menganga, melotot dan tak berbuat apa-apa ketika para orientalis dan institusi mereka menguasai dan menerbitkan bahan kajian manuskrip Islam, yang mereka rampok dari negara Islam, dan kemudian mereka jual kembali kepada umat ini dengan harga yang mahal. Cukuplah itu sebagai stimulus dan penyemangat untuk mendukung sepenuhnya atas pemeliharaan, pengkajian dan pemanfaatan manuskrip warisan hebat para ilmuan dahulu. Disarikan dari diskusi INSISTS, 16 Desember 2007, oleh Ahmad Dimyati. -- Best regards, Arnoldison mailto:[EMAIL PROTECTED] ________________________________________________________ Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di https://www.google.com/accounts/NewAccount -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---