Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh, Ni Bed maaf banyak maaf Ni, It ndak tau kalo Ibuk la daulu Innalillahi wainnalillahi raaji'un Semoga Ibuk tenang disisiNya sesuai jo namo Ibuk "Nurjannah" dalam dekapNya diterangi cahaya sorgaMu.amin
Wassalam Rina/31th/batam ________________________________ Dari: zubaidah djohar <[EMAIL PROTECTED]> Kepada: RantauNet@googlegroups.com Terkirim: Kamis, 30 Oktober, 2008 23:07:50 Topik: [EMAIL PROTECTED] Re: Ibu, I Miss You So Much Assalamu'alaikum Wr. Wb., Terimakasih untuk tulisan yang penuh hikmah ini... Luar biasa dampak yang diterima apabila menyusahkan hati dan hidup seorang ibu... Namun, luar biasa pula dampak kecintaan seorang Ibu terhadap anaknya.. Juga, salut untuk sang penulis yang telah mampu menuangkan catatan bathinnya --yang semua orang belum tentu bisa ungkap-- ke publik. Dan saya yakin, dampak tulisan ini sangat berguna untuk kesejatian hidup... terutama untuk penghargaan dan penghormatan kita terhadap orang tua. Membaca tulisan ini, membuat saya terkenang akan cinta sang almarhumah... membuat saya juga terkenang akan kebandelan di masa kecil.. meski tidak sedramatis kisah ini. Kecintaan saya mungkin tak bisa disandingkan dengan sang bunda.. namun, kecintaan dan kerinduan ini sempat saya sematkan dalam sebuah puisi sederhana... ada kelegaan setelah menulisnya... SEMOGA AKU TELAH MEMBAHAGIAKANMU... (By : Zubaidah Djohar) Masih terngiang suara indah itu Sejuk terdengar di seberang sana "Ini Ibu, nak... Bagaimana keadaanmu?" Sedikit histeris aku menjawab, "Ibu...! Senang dengar suara ibu... Aku baik, bu... Aku baik...!" Seperti tak sabar ibu melanjutkan kata "Ibu sudah sampai di sini, nak! Di kota impian ibu!" "Kota tempat ibu total menghadap-Nya!" "Ibu baru saja melontar jumrah... ibu juga melakukannya untuk nenek!" "Terimakasih anakku sayang..." Kata ibu tanpa jeda dengan bahagia yang sepertinya berlimpah Aku tercekat di sebarang sana Aku haru... aku bahagia... aku merasa ada yang makin meluap di dada Mataku menggenang... Dengan suara tertahan, ku jawab bahagia ibu "Alhamdulillah... aku senang dengar cerita ibu" "Aku tak sabar lagi mendengar cerita-cerita kepulangan ibu nanti," jawabku penuh haru Ibu terus melanjutkan tanya "Apa doa yang kau inginkan untuk ibu panjatkan di sini, nak?" Pertanyaan itu makin membuatku hilang suara... Rasanya ingin lari memeluk ibu Dengan suara bergetar ku jawab harap ibu "Apa saja ibu, apa saja yang membuat ibu bahagia melihatku, itu doa yang ku inginkan", "Aku ingin menebar bahagia untukmu," Kataku meyakinkan... (sambil terkenang masa kecil nan bandel dan menyesakkan tentunya) Terdengar tawa ringan di sana... riang dan sangat bahagia "Tentu nak, pasti ibu akan berdoa untukmu... Apa hanya itu?" Tanya ibu sedikit mendesak, seolah ingin ku ungkap harap yang lain "Ya ibu... itu sudah jauh dari seluruh keinginanku." Kataku mencoba meyakinkan Ku dengar suara lega dan sangat bahagia di sana Kemudian, ibu pamit dengan sebaris senyum yang bisa ku bayangkan Ya Allah, (aku membatin) Hanya itu yang bisa ku lakukan untuk Ibu Tapi kebahagiaan beliau begitu membara Limpahan doa tak putus-putus mengalir Sementara... apa yang beliau semai sejak ku kecil, hingga ku mampu berdiri sendiri Jauh tak bisa tertandingi... Dan hanya ini... cukup mampu menebar rasa yang dalam bagi beliau Begitu mulianya hatimu ibu... Begitu besarnya kasihmu Tak sabar ku ingin memeluk ibu hingga kepulangannya Hanya hitungan minggu setelah menunaikan ibadah suci itu... Ibu terbaring tanpa suara dan tatapan.. begitu tiba-tiba... Dan tanpa isyarat... Aku pulang menemuinya... di sisinya ku duduk berjaga "Ibu... ini aku bu, pulang untuk dengar nyanyian indahmu.... " Bisikku terbata di sampingnya Ibu masih diam dengan mata terpejam... Aku hanya bisa mencium pipinya... membelai tangannya Dan, sambil tak henti ku alunkan ayat-ayat suci itu Ku tahu... meski ia tak mampu berkata dan melihat... jiwanya pasti merasakan kehadiranku Hanya tiga hari disampingnya, Ibu pergi... dalam tanganku yang sangat erat digenggammannya Jiwaku serasa hilang... Aku tak mampu menahan tangisku Karena aku memang kehilangan Aku tahu, ibu pasti akan lebih sedih bila ku terus menangis Dengan pelan... Dan ikhlas… Ku coba melepas ibu Ya Allah, Andai ku tunda bahagia ibu Apa jadinya penyesalanku... Apa jadinya hidupku Terimakasih Tuhan Kau tlah beri aku satu kesempatan mewujudkan mimpi Membuat ibu bahagia didetik kepergiannya Meski ku tahu, tanpa semangatku pun... Ibu bisa menemui kota suci itu Dan kini... Sepi memang tak bisa kupungkiri Tak ada lagi suara semerdu itu Tak ada lagi panggilan seindah itu Semoga engkau tenang di sisi-Nya, ibu Meski tak sepertimu yang mampu membalur doa di setiap detik Aku akan selalu berdoa untukmu *Mengenang almarhumah ibunda tercinta... srikandi sejatiku.."semoga engkau damai dalam dekap Kasih-Nya..." Ulee Kareng, 4 Agustus 2008 On 10/30/08, Andi - science <[EMAIL PROTECTED]> wrote: "Ibu, I Miss You So Much" by Jamil Azzaini - Kubik Leadership Jakarta, Hukum kekekalan energi dan semua agama menjelaskan bahwa apapun yang kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita. Apabila kita melakukan energi positif atau kebaikan maka kita akan mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula bila kita melakukan energi negatif atau keburukan maka kitapun akan mendapat balasan berupa keburukan pula. Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah pengalaman pribadi yang terjadi pada 2003. Pada September-Oktober 2003 isteri saya terbaring di salah satu rumah sakit di Jakarta. Sudah tiga pekan para dokter belum mampu mendeteksi penyakit yang diidapnya. Dia sedang hamil 8 bulan. Panasnya sangat tinggi. Bahkan sudah satu pekan isteri saya telah terbujur di ruang ICU. Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel yang tersambung ke sebuah layar monitor. Suatu pagi saya dipanggil oleh dokter yang merawat isteri saya. Dokter berkata, "Pak Jamil, kami mohon izin untuk mengganti obat ibu". Sayapun menjawab "Mengapa dokter meminta izin saya? Bukankan setiap pagi saya membeli berbagai macam obat di apotek dokter tidak meminta izin saya" Dokter itu menjawab "Karena obat yang ini mahal Pak Jamil." "Memang harganya berapa dok?" Tanya saya. Dokter itu dengan mantap menjawab "Dua belas juta rupiah sekali suntik." "Haahh 12 juta rupiah dok, lantas sehari berapa kali suntik, dok? Dokter itu menjawab, "Sehari tiga kali suntik pak Jamil". Setelah menarik napas panjang saya berkata, "Berarti satu hari tiga puluh enam juta, dok?" Saat itu butiran air bening mengalir di pipi. Dengan suara bergetar saya berkata, "Dokter tolong usahakan sekali lagi mencari penyakit isteriku, sementara saya akan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar penyakit istri saya segera ditemukan." "Pak Jamil kami sudah berusaha semampu kami bahkan kami telah meminta bantuan berbagai laboratorium dan penyakit istri Bapak tidak bisa kami deteksi secara tepat, kami harus sangat hati-hati memberi obat karena istri Bapak juga sedang hamil 8 bulan, baiklah kami akan coba satu kali lagi tapi kalau tidak ditemukan kami harus mengganti obatnya, pak." jawab dokter. Setelah percakapan itu usai, saya pergi menuju mushola kecil dekat ruang ICU. Saya melakukan sembahyang dan saya berdoa, "Ya Allah Ya Tuhanku... aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba-Mu, akupun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan pasti akan Engkau balas dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang pernah aku lakukan juga akan Engkau balas. Ya Tuhanku... gerangan keburukan apa yang pernah aku lakukan sehingga Engkau uji aku dengan sakit isteriku yang berkepanjangan, tabunganku telah terkuras, tenaga dan pikiranku begitu lelah. Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku. Engkau Maha Tahu bahkan Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher nyamuk. Dan Engkaupun mengetahui hal yang kecil dari itu. Aku pasrah kepada Mu Ya Tuhanku. Sembuhkanlah istriku. Bagimu amat mudah menyembuhkan istriku, semudah Engkau mengatur milyaran planet di jagat raya ini." Ketika saya sedang berdoa itu tiba-tiba terbersit dalam ingatan akan kejadian puluhan tahun yang lalu. Ketika itu, saya hidup dalam keluarga yang miskin papa. Sudah tiga bulan saya belum membayar biaya sekolah yang hanya Rp. 25 per bulan. Akhirnya saya memberanikan diri mencuri uang ibu saya yang hanya Rp. 125. Saya ambil uang itu, Rp 75 saya gunakan untuk mebayar SPP, sisanya saya gunakan untuk jajan. Ketika ibu saya tahu bahwa uangnya hilang ia menangis sambil terbata berkata, "Pokoknya yang ngambil uangku kualat... yang ngambil uangku kualat..." Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh ibuku. Melihat hal itu saya hanya terdiam dan tak berani mengaku bahwa sayalah yang mengambil uang itu. Usai berdoa saya merenung, "Jangan-jangan inilah hukum alam dan ketentuan Yang Maha Kuasa bahwa bila saya berbuat keburukan maka saya akan memperoleh keburukan. Dan keburukan yang saya terima adalah penyakit isteri saya ini karena saya pernah menyakiti ibu saya dengan mengambil uang yang ia miliki itu." Setelah menarik nafas panjang saya tekan nomor telepon rumah dimana ibu saya ada di rumah menemani tiga buah hati saya. Setelah salam dan menanyakan kondisi anak-anak di rumah, maka saya bertanya kepada ibu saya "Bu, apakah ibu ingat ketika ibu kehilangan uang sebayak seratus dua puluh lima rupiah beberapa puluh tahun yang lalu?" "Sampai kapanpun ibu ingat Mil. Kualat yang ngambil duit itu Mil, duit itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang, kok ya tega-teganya ada yang ngambil," jawab ibu saya dari balik telepon. Mendengar jawaban itu saya menutup mata perlahan, butiran air mata mengalir di pipi. Sambil terbata saya berkata, "Ibu, maafkan saya... yang ngambil uang itu saya, bu... saya minta maaf sama ibu. Saya minta maaaaf... saat nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu, saya jahat telah tega sama ibu." Suasana hening sejenak. Tidak berapa lama kemudian dari balik telepon saya dengar ibu saya berkata: "Ya Tuhan pernyataanku aku cabut, yang ngambil uangku tidak kualat, aku maafkan dia. Ternyata yang ngambil adalah anak laki-lakiku. Jamil kamu nggak usah pikirin dan doakan saja isterimu agar cepat sembuh." Setelah memastikan bahwa ibu saya telah memaafkan saya, maka saya akhiri percakapan dengan memohon doa darinya. Kurang lebih pukul 12.45 saya dipanggil dokter, setibanya di ruangan sambil mengulurkan tangan kepada saya sang dokter berkata "Selamat pak, penyakit isteri bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas. Ibu telah kami obati dan panasnya telah turun, setelah ini kami akan operasi untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu." Bulu kuduk saya merinding mendengarnya, sambil menjabat erat tangan sang dokter saya berkata. "Terima kasih dokter, semoga Tuhan membalas semua kebaikan dokter." Saya meninggalkan ruangan dokter itu.... dengan berbisik pada diri sendiri "Ibu, I miss you so much." Keterangan Penulis: Jamil Azzaini adalah Senior Trainer dan penulis buku Best Seller KUBIK LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup. Tingkatkan Integritas Diri, Jalin Silahturrahim, Mari Bersinergi, Ayo Jemput Rezeki, Bantu Anak Negeri ___________________________________________________________________________ Dapatkan alamat Email baru Anda! Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---