Membangun Kesalehan yang Utuh

Posted By Muhammad Nuh On 6 Maret 2008 @ 06:28 In Tazkiyatun Nafs | No Comments

dakwatuna.com  -  Membangun kesalehan diri kadang seperti berkendaraan
di  jalan  yang  sepi.  Harus mampu mengukur situasi: apakah kendaraan
melaju terlalu cepat, atau sangat lambat. Bahkan boleh jadi, keasyikan
di suasana sepi bisa membuat pengendara tertidur.

Ada  doa  menarik  yang pernah diucapkan Umar bin Khaththab r.a. Suatu
kali,  ia  memohon  pada Allah,  Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari
keganasan orang-orang durjana. Dan dari kelemahan orang-orang saleh. 

Kalimat  terakhir  dari  doa Umar itu, mempunyai pelajaran tersendiri.
Bahwa, kesalehan tidak selamanya utuh. Ia bisa terjebak pada keasyikan
ego.  Bisa  terperosok  dengan  kelemahan  diri yang terbungkus sebuah
pandangan: dunia memang harus dijauhi.

Dari  situlah, orang-orang saleh menjadi mutiara yang terbungkus. Yang
cuma   bernilai   untuk   dirinya  sendiri.  Tidak  pernah  muncul  di
masyarakatnya. Tidak mau tampil membenahi lingkungannya yang teranggap
 kotor .

Allah  swt. pernah memberi pelajaran berharga kepada seorang hamba-Nya
yang   sangat   saleh,   Yunus  bin  Mata.  Ketika  Nabi  Yunus  pergi
meninggalkan  kaumnya  yang  ingkar,  tanpa arahan dari Allah swt., ia
mendapat  teguran.  Teguran itu dirasakan Yunus ketika ia berada dalam
perut  ikan  paus.  Ketika  itu, ia merasakan tiga kegelapan: gelapnya
malam, gelapnya dasar lautan, dan gelapnya dalam perut ikan.

Saat itulah, Yunus tersadar kalau ia telah meninggalkan tanggung jawab
besar.   Ia  bertasbih  dan  beristighfar.  Firman  Allah  swt.,   Dan
(ingatlah  kisah)  Dzun  Nun  (Yunus),  ketika  ia pergi dalam keadaan
marah,  lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya. Maka,
ia  menyeru  dalam  keadaan  yang  sangat gelap: tidak ada ilah selain
Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang
yang zalim.  (Al-Anbiya :87)

Kalau saja bukan karena tasbihnya, Nabi Yunus tidak akan pernah keluar
dari  perut  ikan.   Maka  ia  (Nabi  Yunus)  ditelan ikan besar dalam
keadaan  tercela.  Maka  sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang
banyak  mengingat Allah (musabbihin), niscaya ia akan tetap tinggal di
perut ikan itu sampai hari berbangkit.  (Ash-Shaaffaat:142-144)

Mungkin, hampir tidak ada orang-orang saleh saat ini yang pindah rumah
karena lari dari tanggung jawab umat. Tapi, mereka mungkin saja pindah
bukan  dalam  arti  fisik.  Tapi, lebih karena menyusutnya kepedulian.
Mereka lebih betah berada di rumah dan masjid, daripada berbaur dengan
lingkungan. Lebih senang menyibukkan diri dalam  pengasingan  daripada
melakukan perubahan.

Sayangnya,   lemah   diri  karena  tidak  mampu  menghadapi  kenyataan
lingkungan  seperti menjadi prestasi. Dan setan terus menghibur,  Anda
memang  orang  saleh.  Tidak  ada  orang  sesaleh  Anda. Teruslah jaga
kebersihan  diri  Anda.  Jangan  kotori dengan bergaul pada lingkungan
yang kotor. 

Di  tahun keseratus hijriyah, ada seorang ahli ibadah yang begitu wara
dan  zuhud.  Beliau  adalah  Fudhail  bin   Iyadh.  Ia  ingin  menebus
kekhilafannya  di masa lalu dengan tinggal di Baitul Haram.  Ya Allah,
sungguh  aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku dengan
tinggal di Baitul Haram,  tekad Fudhail begitu kuat.

Sejak  itu,  Fudhail menyibukkan diri dengan ibadah di masjidil Haram.
Ia   kerap   menangis   menyesali  dosa-dosa  yang  pernah  terlakoni.
Sedemikian seringnya menangis, hingga di kedua pipinya terbentuk celah
bekas aliran air mata.

Ia  pun menjaga keluarganya dari makanan yang subhat. Ia menolak semua
hadiah  dari  bangsawan  dan  raja-raja  yang  kebetulan berkunjung ke
Baitul   Haram.  Fudhail  lebih  sreg  menghidupi  keluarganya  dengan
mengurus air di Makkah.

Namun,  ia  tidak  menyangka  kalau semua itu belum apa-apa. Kesalehan
yang  selama  ini  ia  jaga  ternyata masih jauh dari yang semestinya.
Itulah  sebuah  pelajaran yang didapat Fudhail setelah bertemu seorang
ulama hadits besar, Abdullah Ibnu Mubarak.

Sebuah  untaian  kalimat  ditulis  Abdullah  Ibnu  Mubarak khusus buat
sahabatnya tercinta, Fudhail bin  Iyadh:

Wahai  abid Al-Haramain,
seandainya engkau memperhatikan kami,
engkau pasti tahu bahwa selama ini
engkau hanya main-main dalam beribadah.
Kalau pipi-pipi kalian basah dengan air mata
maka leher-leher kami basah bersimbah darah.
Kalau kuda-kuda kalian letih dalam hal yang sia-sia,
maka kuda-kuda kami letih di medan laga.
Semerbak wanginya parfum, itu untuk kalian,
sedangkan wewangian kami pasir dan debu-debu.
Telah datang Al-Quran kepada kita menjelaskan,
para syuhada tidak akan pernah mati, dan itu pasti.

Usai  membaca  surat  itu,  Fudhail  meneteskan  air  matanya.  Ia pun
mengatakan,  Engkau benar, Ibnu Al-Mubarak. Demi Allah, engkau benar! 




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer & bagian tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur 
pribadi.
- Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta 
maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 

Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke