Aku mulai bertemu dan berteman dengannya di hari pertama kuliah di sebuah kampus di pulau jawa. Kala itu di tahun pertama, perkuliahan masih digabung antar beberapa jurusan. Di semester-semester berikut kami sudah ajrang bertemu. Aliran kami sudah terlihat sedikit berbeda. Ia sibuk dengan kegiatan masjid dan organisasi agama, sementara aku sibuk pacaran dan sesekali diskusi-diskusi tak menentu. Tapi kalau bertemu kami masih saling menyapa, dan menanya kabar. Walaupun suatu ketika, ia pernah menasehatiku untuk tidak pacaran. Menikah saja katanya.
Setelah 4 tahun selepas lulus kuliah. Kami bertemu kembali di Jakarta. Kami bercerita tentang pekerjaan dan keluarga masing-masing. Dari sekian topik yang kami bicarakan, satu hal menarik hatiku. Yaitu tentang warisan di keluarganya. Katanya ia sudah bersepakat dengan seluruh keluarga inti. Bahwa seluruh keluarga sudah sepakat, harta pencarian ayah dan ibunya akan dibagi sesuai syariat islam. Mereka punya beberapa rumah dan tanah di kota Padang dan Jakarta. Setelah ayahnya meninggal (Innalillahi wa Inna ilaihi Rajiun), mereka mulai membagi harta pencarian orang tua mereka. O ya, mereka sekeluarga 5 orang. Dua perempuan dan tiga laki-laki. Disini ia mengeluh. Terlalu banyak kesedihan dalam cerita ini katanya. Dan semuanya datang dari luar keluarga inti. Mulai dari sindiran soal tanah kuburan yang masih merah. Sampai kepada olokan laki-laki di keluarga mereka yang bukan lelaku minang sejati. Masih maharokkan harato induak. Padahal kata kawanku ini, harta ini harta pencarian ayah dan ibu mereka. Bukankah itu masuk kategori pusako randah? Tak tahan dengan ceramah mamak-mamak, angku pangulu dan sindiran orang lain. Kakak laki-lakinya mengambil inisiatif jalan keluar, harta akan tetap dibagi dengan sistem islam. Biar mereka semua tidak menanggung dosa. Lalu yang laki-laki akan menghibahkan bagian warisannya kepada dunsanak perempuannya. Kawanku ini bertanya, apa gunanya kita punya aturan pusako randah dan pusako tinggi? Kalau toh pada prakteknya kembali ke sistem lama. Bagaimana kita bisa tahu, menghibahkan kembali ke dunsanak perempuan berisi keikhlasan? Kawanku ini berasumsi, sudah banyak keluarga-keluarga minangkabau yang menerapkan aturan pembagian harta sesuai tertulis di Al-Quran. Katanya lagi, ini bukan soal kita yang sudah menjadi materialistis. Ini soal menegakkan aturan kitab suci. Aku hanya berkata, apa yang kalian yakini, benar lakukan saja. Bodo amat dengan omongan mamak-mamak dan angku datuak. Kalau pun mereka mengucilkan, cuekin aja. Berkarya sajalah kalian di dunia nyata ini. Silakan jadi ustadz, silakan jadi orang kaya, silakan jadi CEO. Lama-lama kalian juga akan jadi datuak. Salam, Mantari Sutan/28 ____________________________________________________________________________________ Never miss a thing. Make Yahoo your home page. http://www.yahoo.com/r/hs --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di https://www.google.com/accounts/NewAccount =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---