Bagus sekali cerpennya sangat menyentuh salam K Suheimi zul amri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Pengarang : Harris Effendi Thahar
Kali ini orang tua itu pergi sendiri mengambil uang pensiunnya . Tidak seperti biasanya , ia selalu dikawal oleh istrinya yang hampir sepuluh tahun lebih muda darinya . Kini istrinya yang amat setia dan dicintainya itu telah mendahuluinya pulang kea lam baka lebih tiga minggu yang lalu . tentu saja kepergian yang begitu tiba-tiba itu amat menyedihkan nya . Itu masih terbayang diwajahnya yang keriput . Teman- teman sesama pensiunan yang berpapasan dengannya disekitar loket pengambilan uang pensiunan itu baru saja menyalaminya dan sedikit ucapan basa-basi tanda ikut berkabung . Dan baginya itu tidak akan meringankan kesedihannya . karena setelah itu ia tahu benar , kesepian akan kembali mengiringi hidupnya . Tidak seperti biasanya , begitu uang pensiun yang tidak seberapa itu diterimanya , langsung diserahkan kepada istrinya yang selalu mengekor itu dengan bangga . Lalu istrinya akan cepat - cepat membungkus uang itu itu dengan sapu tangan , kemudian cepat - cepat disimpannya diantara kedua teteknya yang lenyai , di balik kutang yang bertutupkan kebaya . Lelaki itu selalu membanggakan kecintaannya terhadap istrinya kepada orang - orang . "Wah Bapak ini tampaknya sebuah contoh yang baik bagi generasi muda . Akur sampai kakek nenek , ya . Pak , ya ." tegur kasir itu suatu kali . " Anak jangan salah sangka . Saya sudah tua , kemana pergi perlu dikawal .begitu juga dia,ibumu ini .Aku rasa perlu mengawalnya . Maklumlah , cucu-cucu kami pada jauh semuanya ." ujarnya dengan bangga . "Begitulah kalau sudah tua , anak - anak menjauh ." lanjutnya seperti mengeluh . Kini uang yang baru saja diterimanya , dengan gundah dimasukkannya kedalam kantung celananya hati-hati . Hati - hati sekali . Dimasukkannya tangannya kedalam kantung itu sekedar memperbaiki letaknya agar tidak mencolok dilihat orang , terutama tukang copet tentunya . Terhadap manusia seperti ini ia hati-hati sekali . Buktinya selama ini ia tak berani menyimpan uang dikantungnya sendiri . Mungkin juga dengan alasan keamanan itulah maka istrinya selalu dijadikan dompet berjalan seperti yang saya ceritakan tadi . Orang tua itu keras hati bukan main . anak-anaknya kewalahan mengajak tinggal bersama mereka . Yang tinggal di Balikpapan mengajak tinggal disana pula . Begitu juga yang tinggal di Palembang " Sakit senang ayah hendaknya bersama salah seorang dari kami bertiga ini . Pilihlah oleh ayah , mau di Jakarta bersama saya , di Surabaya , atau Palembang ." kata yang tertua. " Rasanya kami berdosa besar meninggalkan ayah di kampung ini sendiri tanpa ibu." Kata yang nomer dua . " Disini ada si Atun dan suaminya . Dia kan keponakanku yang rasanya seperti ganti kalian setelah kalian pergi . Lagi pula Atun yatim piatu sejak kecil .Akulah ayah baginya . Ibu kalianlah ibu baginya selama ini . Lagi pula aku mau mati dikampung ini . Aku punya kerabat disini , di masjid , di lepau , di Pasar Jumahat . Lagi pula aku tak tahan bising dikota kalian ." bantahnya pasti . Akhirnya seminggu setelah kematian istrinya , masing - masing anak dengan keluarganya balik kepangkalan masing-masing pula . Memang pernah ia mencoba tinggal hampir sebulan di Jakarta dengan anak sulungnya . Tapi ia tak tahan . Di rumah itu tak sepi dari bunyi-bunyian yang berasal dari permainan cucu-cucunya . Radio kaset , pesawat teve , video , deru mesin dipagi hari sebelum menantunya berangkat kerja . Mana mesjid jauh . Tak ada lepau seperti di kampungnya , tempat ngobrol sambil minum kopi bahkan berdebat dengan sobat-sobat . Begitu juga Palembang dan Balikpapan , suasananya sama . Ia tak betah . Merasa terbuang dan asing . Ia sejak kecil tinggal dikampung dan bekerja dikampung. Menjadi guru sekolah rakyat dikampungnya sendiri sambil terus menggarap sawah dan ladang sendiri . Hanya sekali sebulan atau bila ada keperluan saja ia ke kota . Kalau sekarang ia ke kota saatnya mengambil uang pensiun saja . Ia berjalan didepan toko-toko bertingkat yang ramai . Ia masuki pusat pasar dan lorong-lorongnya . Seperti yang dilakukannya bersama istrinya untuk sekedar membeli keperluan . Ia berhenti di depan sebuah toko batik . Kemeja batik aneka warna menarik perhatiannya . Saat itulah pelayan muda toko itu memperhatikannya . " Mari Pak , silakan pilih kemeja batik bagus-bagus , Bapak biasa pakai nomor berapa?" "Saya Cuma lihat - lihat saja ." "Lihat - lihat juga boleh . Siapa tahu ada yang cocok dengan selera Bapak . Silakan . Nih , warna orang tua masa kini . Model baru lagi . Bapak biasa nomor berapa?" "Lima belas setengah ." katanya mulai kesal karena kerewelan pelayan toko itu . "Persis , ini lima belas setengah nomornya ." Pelayan toko itu dengan sigap menurunkan kemeja batik itu dengan tongkat khusus . Buru-buru dipaskan ke bidang bahu orang tua itu "Cocok sekali . Sayang kalau Bapak tidak ambil." Orang tua itu ingin pergi saja . Tapi , dengan lembut tangannya ditarik pelayan itu . "Harganya pun tidak mahal Pak . Empat puluh lima ribu saja ." "Mahal sekali ya ?" "Boleh Bapak tawar asal pantas." Orang tua itu hendak pergi saja "Tawar dong Pak . Atau kalau Bapak mau yang lebih murah lagi , ini ada . Pola dan warnanya sama , Cuma kualitetnya beda . Cuma tiga puluh ribu saja ." ia cepat pula mencocokkkan bidang bahu kemeja itu kepunggung orang tua itu . "Maaf , saya tidak punya uang sebanyak itu . Dan , saya tidak bermaksud membeli pakaian semahal itu." "Sudah saya bilang , boleh Bapak tawar." "Tidak usah." "Bapak bilang saja , mau Bapak berapa ? Tawar menawar itu kan biasa ." "Lima ribu mau ?" ujarnya dengan kesal. "Ah Bapak ini bergurau . Mana ada kemeja batik sebagus ini harganya lima ribu . Tapi , kalau sepuluh ribu ada . Lain lagi kualitetnya . Tapi , orang - orang susah membedakannya dengan yang lebih mahal . Tunggu , sebentar." Pelayan itu masuk dan membuka koleksinya yang lain didalam almari kaca . Tetapi , orang tua itu cepat - cepat pergi . Tiba - tiba ia dicegat oleh pelayan toko batik sebelahnya . "Disini ada yang cocok buat Bapak ,. Mari lihat." Katanya sambil memegang tangan orang tua itu dengan halus . Orang tua itu merasa dipermainkan seperti bola . Coba kalau istrinya masih hidup . Tentu hal itu tidak akan terjadi . Sebab , orang tua itu tidak biasa menawar dan membeli barang . Semua tugas istrinya . Ia begitu percaya pada istrinya bahwa istrinya ahli tawar-menawar barang . Malah penjual yang akan kewalahan melayani istrinya . Tidak seperti sekarang . Dalam pada itu pelayan muda dari toko tadi telah membungkuskan kemeja itu untuknya . "Oke saya mau saja rugi buat Bapak , Ambillah lima ribu rupiah. Memang sudah rezeki Bapak." Kata pelayan itu sambil menyerahkan bungkusan itu . Orang tua itu sekan enggan menerimanya . Hanya rasa sayang akan jatuh saja ia memegangnya karena pelayan itu telah melepaskan pegangannya . Seperti kena rampok ia mengeluarkan uang dari dari dalam kantung celananya . Ternyata lembaran sepuluh ribu yang tercabut dari cabutannya . "Kembalikan uangku lima ribu." "Mari Pak , kukembalikan . Bapak tidak perlu celana baru ? Ukuran untuk Bapak juga ada ." "Tidak." "Kalau tidak , coba Bapak pakai baju itu . Apa cocok atau tidak ." Ajakan itu kedengarannya jujur dan simpatik .Orang tua itu menurut ketika ditunjukkan pelayan muda itu kamar pas . "Bagaimana ? Pak? Cocok?" "Pas!" "Kalau begitu tidak usah Bapak buka . Pakai saja biar lebih gagah . Mari baju usang yang lusuh itu kubungkuskan ." Orang tua itu melangkah meninggalkan toko itu dengan kemeja baru , dengan bau yang khas . Ia menarik nafas lega . Laparpun mengetok - ngetok perutnya . Ia perlu singgah di restoran yang selalu dikunjungi bersama almarhumah istrinya . Di pintu masuk ia dicegat seorang pengemis tua setua dirinya . Diperhatikannya pengemis itu seperti menaksir . Pengemis itu tidak buta dan tidak buntung . Tak kurang suatu apa dan sehat , kecuali kekumalan bajunya . Pengemis itu merasa ia diperhatikan dengan seksama oleh orang tua itu . Mereka bertatapan . Orang tua itu menggeleng dengan keras . pengemis itu tertunduk dan pergi . Orang tua itu tidak menghabiskan nasinya . Udara terasa terlalu panas . Keringatnya bercucuran . Tiba-tiba ia ingat pengemis tadi . Ia curiga . Mungkin ia tidak menerima uang pensiun . Tidak punya anak - anak yang mampu memeliharanya .Tidak punya rumah . Tidak punya apa-apa . Atau mungkin ia bekas pejuang atau penjahat sekalipun . Mengapa ia tidak bunuh diri saja ? Tiba-tiba orang tua itu mengucap astaghfirullah . Istighfar karena telah terlanjur menvonis orang lain kendatipun dalam dugaannya yang naïf . Pengemis itu perlu belas kasihan orang lain Itu saja , mengapa harus diselidiki latar belakang nya segala ? Memberi itu bukankah pekerjaan mulia ? Beramal sebanyak-banyaknya sebelum mati . Ia ingin mencari pengemis itu kembali . Pengemis itu tidak jauh . Ia ada disudut luar restoran itu . Berpanas-panas merenung jauh - jauh . Tangannya kini tidak menampung . Barangkali ia memikirkan betapa tajam tatapan orang tua tadi padanya . barangkali juga ia bukan pengemis . Barangkali juga ia teman lama yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa dengan orang tua itu . Mungkin saja orang tua itu telah lupa selupa-lupanya . Orang tua itu menghampiri dan mengulurkan selembar uang lima ratus . Dan , alangkah terkejutnya orang tua itu ketika pengemis itu menggeleng setajam yang dilakukan orang tua itu tadi padanya . "Ambillah , tadi aku sedang kesal." Pengemis itu menggeleng sekali lagi sambil menepis tangan orang tua itu . "Ayo , ambillah . Atau kau mau seribu?" Pengemis itu kembali menggeleng tajam . Dan , tatapan nya seakan menyayat mata orang tua itu . Orang tua itu merasa dirinya tidak penting dan dihina oleh seorang pengemis . Apakah aku lebih hina dari dia / Pikirnya dengan tak tenteram . Lalu pergi keterminal oplet yang menuju ke kampungnya . Perjalanan yang tidak sampai satu jam itu biasanya dilalui dengan tertidur . Lalu istrinya akan membangunkannya ketika mobil yang ditumpanginya itu sampai di depan rumahnya . Dulu perjalanan itu bisa lebih satu jam , ketika jalan masih berlubang-lubang . Jalan mulus dan sentuhan angin yang lewat dari jendela mobil oplet itu memaksanya untuk tertidur kendatipun ia takut tertidur tanpa ada yang akan membangunkannya . Ia telah jatuh tertidur ketika mobil itu baru saja meninggalkan terminal . Jalan aspal yang mulus memaksa sopir menekan gas . angin menyapu-nyapu rambut orang tua itu . Ia bermimpi tentang anak - anak bermain layang - layang sehabis panen di sawah . Lalu ia naik ke sebuah layang- layang yang besar dan diterbangkan angin ke angkasa . Istrinya tertawa-tawa menyaksikannya di bawah. Ia melambai - lambai dengan gembira . Tiba - tiba ia merasa gamang . tali layang-layang itu putus membuatnya terombang-ambing dipermainkan angin . Ia tidak melihat istri dan anak-anak bermain layang layang lagi . Hanya alam temaram seperti akan berangkat senja , dimana ia akan jatuh dalam pelukan malam . Hilang dan takkan di cari . Ia tersentak dan cepat menghapus air liurnya yang berleleran ketika kenek membangunkannya . "Bapak turun dimana ?" Ia satu - satunya penumpang yang belum turun Sumber : Harian Kompas 10 Juli 1983. --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Hindari penggunaan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---