Ass Wr Wb Sanak sapalanta, ini sekedar selingan saja diakhir pekan, sebuah tulisan ringan saya sekedar menyalurkan hobi menulis ide tulisan ini didapat ketika salah seorang teman sekolah saya bercerita tentang sendal jepit yang baru dibelinya di Pasar Tanah Abang,
dan salah seorang adik kelas saya yang berprofesi sebagai Dosen tentang kisag dia dengan mahasiswa yang bersendal jepit ketika mengiikuti mata kuliah yang diajarkannya, selamat membaca semoga berkenan -------------------Wass-Jepe SENDAL JEPIT Oleh : Ir Jupardi Inilah beberapa potong mozaik kehidupanku dengan sandal jepit atau dikampung halamanku alas kaki masyarakat kebanyakan ini disebut juga “Tarompa Japang”, entah kenapa begitu asal usul namanya saya sendiri tidak tahu, apakah dimasa pendudukan Jepang di tahun 40 an para tentara Jepang sehari-hari memakai alas kaki yang terbuat dari karet ini lalu dengan dua buah tali yang menyatu diujungnya kemudian dijepit diantara jempol dan jari telunjuk telapak kaki., entahlah, saya tidak akan bercerita asal usul sandal jepit ini, tapi kisah seputar sandal jepit yang mewarnai kehidupan saya. Sendal Jepit ala Mahasiswa Abrar Riza salah seorang adik kelas saya di PPSP IKIP Padang yang saat ini berprofesi pengajar atau Dosen di salah satu Universitas Swasta di Jakarta. Seperti yang dia ceritakan atas sikap “nyeleneh” mahasiswa dia ketika mengikuti mata kuliah yang diajarkannya disebuah ruangan dengan santainya bersendal jepit ria. Tatapan mata pertama Sang Dosen ini ke kaki si mahasiwa tanpa tedeng aling memberikan dua pilihan bagi si mahasiswa ini “keluar jangan mengikuti mata pelajaran saya atau letakan sandal jepit dipintu masuk silahkan masuk kedalam ruangan tanpa alas kaki alias nyeker” Nampaknya mahasiswa ini kadar urakannya “nggak terlalu berat”, buktinya dia lebih memilih mengikuti mata kuliah dan menarok sandal jepitnya di pintu masuk dan siap menerima uraian pelajaran dari Dosennya dengan serius. Keseriusan mahasiswa ini dalam mengerjakan soal-soal yang penuh hitungan membuat suasana ruangan menjadi sunyi senyap tanpa suara, tiba-tiba terdengar sebuah “jeritan kecil’ “ada yang sopan juga ya masuk ruangan belajar meninggalkan sandal jepit diluar, “belum tahu dia ..!!! kalau kejadian tersebut sebuah peringatan keras dari dosen atas sikap mahasiswanya bersendal jepit ketika mengikuti pelajaran. Kisah seputar mahasiswa ke kampus bersendal jepit mengingatkan saya pada salah seorang teman seasrama saya di kampus Fahutan -IPB Bogor, Dekil begitu sapaan akrab sehari-hari kami padanya, gayanya urakan dan slebor tampang “dekil”, hari-hari pergi kuliah bercelana jean belel dan butut dipadukan dengan kaos oblong yang tak kalah bututnya, alas kakinya, nah ini dia dimanapun, kemanapun tiada hari tanpa memakai sandal jepit.. Dekil cuek bebek saja mengikuti perkulihan dengan sandal jepit ini bisa dimaklumi saat mengikuti mata kuliah umum dimana dalam satu ruangan berkumpul sekitar 100 orang mahasiswa seangkatan , tentunya dosen tidak memperhatikan betul cara-cara berbusana mahasiswanya mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut dan lagi pula Dekil biasa duduk di bangku belakang atau malah tidak hadir sama sekali, kalaupun Dekil menghadiri mata kuliah ibaratnya hanya sebagai pelengkap agar suasana kuliah semakin ramai dan heboh dengan celetukan satu duanya yang kadang-kadang membuat suasana kuliah menjadi gerrrr…ketawa ngakak.. Tapi Dekil jangan coba-coba mengikuti mata kuliah “Ilmu Hama dan Penyakit Hutan” yang Dosennya terkenal “galak” dan disiplin, Bu Ummi begitu nama dosen kami ini, Dekil terpaksa meninggalkan ruangan kuliah akibat bersendal jepit saat mengikuti pelajaran dari Bu Ummi dan sekaligus memberi peringatan bagi Dekil “Jangan sekali-kali masuk ruangan bersendal jepit ketika mengikuti mata kuliah saya” begitu ancaman Bu Ummi buat Dekil. Dekil tidak bisa berkata apa-apa, lansung keluar ruangan dengan sandal jepit kesayangan, ketika berakhir mata kuliah Bu Ummi, Dekil mengumbar kesal sama kami “ Ahhh payah tu Bu Ummi…sebal, sok galak, selera humornya jauh banget, kaku kayaknya ketika doi mahasiswa nggak anak gaul kali ya, biasalah dosen-dosen kayak Bu Ummi dulunya tergabung dalam HIMATAEK alias Himpunan Mahasiswa Tanpa Ekspresi (Mahasiswa serius dan tekun belajar kali ya), begitu kami menyebut dosen-dosen yang “Killer” dan tidak mempunyai selera humor dalam mengajar (Mungkin ini pendapat kami yang sedikit suka hura-hura saat kuliah dan maunya “ngebodor” aja di kampus dengan segala jeletukan dan ngekick khas ala mahasiswa pada saat itu). Begitulah kisah Dekil dengan sandal jepitnya Perpoloncoaan ala Sendal Jepit Masa perpeloncoaan saya masuk asrama Sylvalestari Dermaga Bogor yang katanya asrama ini cukup “angker” dan membuat nyali mahasiswa berpikir dua atau tiga kali mncoba menjadi penghuninya, tapi bagi saya asrama inilah menjadi ajang menempa diri berbagi arti hidup yang sebenarnya, hidup disini betapa kita bisa menghayati sebuah penderitaan agar selalu merasa kaya, sikap toleransi diantara perbedaan status social, agama dan suku, selalu merasa senasib sepenanggungan sakit satu maka semua akan sakit sebaliknya kebahagian seseorang adalah kebahagian yang juga dirasakan seluruh penghuninya. Hidup di asrama selalu penuh warna setiap harinya dan untuk memahami nilai-nilai toleransi dan kebersamaan itu sudah menjadi tradisi dari senior-senior kami sebelum menjadi penghuni tetap perlu digojlok atau “didoktrinasi” (cuci otak) selama dua minggu terutama dalam menanamkan nilai-nilai tersebut serta membuang jauh-jauh sifat egois dan sombong. Salah satu menumbuhkan sikap kebersamaan dan senasib sepenanggungan tersebut adalah dengan “metoda Sendal Jepit” inilah kisah seputar sandal jepit dimasa perpeloncoaan selama dua minggu di asrama. Kami diharuskan membeli seragam perpeloncoaan salah satu diantaranya adalah sandal jepit intinya merek dan warna yang sama mungkin ukuran yang berbeda sesuai dengan ukuran kaki kami masing-masing. Wajib hukumnya ketika masa perpeloncoan dilingkungan asrama kami memakai sandal jepit terbalik artinya sandal sebelah kanan harus kami pakai di kaki kiri begitu juga dengan sandal sebelah kiri harus kami pakai di kaki sebelah kanan. Malamnya sekitar jam 12 biasanya kami tertidur lelap karena seharian digojlok oleh senior dengan beragam acara,. Jangan bayangkan kami tidur di kamar dengan dipan beralas kasur belum saatnya menikmati segala fasilitas tersebut, tapi kami tidur bersama-sama dalam sebuah ruangan yang cukup luas dengan alas tikar berbantal tas masing-masing. Awal-awal perpeloncoan belum terlihat kekompakan diantara kami, maklum mungkin sudah kenal dikampus tapi keakraban yang lebih dalam belum terjadi, kami masih memiliki sifat egois dan lebih mementingkan diri dalam hal-hal tertentu. Sendal jepit dibiarkan berantakan diseputar pintu masuk ruangan kami tidur. Sekitar jam 1 malam dengan sebuah teriakan lantang sambil memukul kentongan kami dibangunkan oleh beberapa senior “Bangunnn..bangunnnn…oiiiii..bangun. .bangun.. kumpul..kumpul sambil senior menendang kaki kami yang terlelap tidur…ayo..cepattt cepattt..!!! !!..bergerak. .bergerak. !!!!.turun kebawah, saya beri itungan kalian sampai 3. Ketika hitungan satu dimulai sambil senior memukul kentongan kami kalang kabut beranjak dari tempat tidur, hitungan semakin cepat malah mau masuk hitungan ketiga tapi senior masih sedikit memberi toleransi dengan berkata “Dua Setengah…….” Sambil menendang pantat kami yang lambat bergerak. Dalam keadaan masih nanar dan pandangan kabur kami mencari sandal jepit masing-masing yang berantakan diseputar pintu masuk. Sementara senior semakin galak agar segera turun tidak ada waktu lagi hitungan habis, kami semua sekenanya memakai sandal jepit tidak peduli punya siapa dan saling berebut serta lansung berlarian dari lantai tiga ke lantai satu dimana senior telah menunggu dalam acara “apel malam”. Kami berbaris sesampai dibawah, senior memperhatikan setiap kaki kami secara detail, apa yang terjadi, diantara kami karena masih egois mementingkan diri sendiri menyelamatkan diri masing-masing ketika memakai sandal jepit. Lihatlah diantara kami ada yang memakai sandal jepit dua-duanya sama-sama kaki kiri atau kanan, artinya satu sendalnya pas dikaki satu sandal lainnya terbalik ketika dipakai. Ada juga diantara kami tidak memakai sandal jepit karena bisa jadi entah dimana ditarok di kamar sementara kami diberi waktu sangat singkat berkumpul. Dsinilah mulai “doktrinasi” oleh senior, berbagai bentuk bentakan dan kata-kata yang menyentuh hati ini dia “Beginilah kalian mana kekompakannya, dasar makan tulang teman kau ya, nanti jika teman kau sakit di asrama kau biarkan mati ya..ha..” kata salah seorang senior sama kami yang lengkap memakai sandal jepit sesuai aturan “Mana sikap solidaritas kalian..mana. .mana..egoissss! !! “ teriakan senior yang lain sambil meninju perut dan menjambak rambut kami “Kau lihat kawanmu yang nggak pake sandal..cari selamat ya..makan tulang teman kau” teriak senior yang terkenal galak “Push Up..merayap semua…sini kau yang pakai sandal lengkap, keliling dari lantai satu sampai lantai tiga turun lagi 10 kali!!! Dan berteriak selantang mungkin “Saya tidak akan makan tulang teman lagi..Saya tidak makan tulang teman lagi” Setelah puas senior mengojlok kami habis-habisan malam itu, kembali kami dikumpulkan dibawah setelah semua lengkap memakai sandal jepit dalam keadaan terbalik, mulailah segala nasihat dari hati kehati betapa pentingnya kebersamaan, kekompakan dan rasa persaudaraan tinggal di Asrama. Sikap egois kami sangat terlihat ketika saat disuruh mendadak berkumpul mementing diri masing-masing dengan memakai sandal jepit tanpa memedulikan sandal jepit punya kawan yang lain. Semenjak malam itu kami menyadari ternyata kami memang kurang kompak rasa senasib sepenanggungan serta persaudaraan belum kental antara satu dengan yang lainnya, akhirnya tragedy “sandal jepit” yang membuat kami sadar, diantara kami telah mulai terjalin komunikasi bukan saja mulut tapi lebih kepada hati yang berbicara. Ketua kami selalu memingatkan agar menjaga kebersamaan dan kekompakan, semenjak itu kami saling memperhatikan satu sama lain, kesehatan, makan dan minum, dan lain sebagainya. Sendal jepit kami masing-masing telah tersusun rapi dipintu kamar, jika ada panggilan mendadak dan biasanya selalu ada setiap malam tanpa waktu yang ditentukan kami telah berkumpul dengan memakai sandal jepit yang rapi sesuai hukum yang berlaku yaitu sandal sebelah kiri pasangannya adalah kaki sebelah kanan sebaliknya sandal jepit sebelah kanan harus disorongkan ke kaki sebelah kiri Cerdas ala Sendal Jepit Pintar saja tidak cukup perlu dituntut sebuah kecerdasan seperti orang minang bilang “jalankan kincia-kincia tu”, apalagi ketika saya bekerja dalam situasi dan kondisi yang sulit dan segala sesuatu serba terbatas, contohnya ketika survey mandah (camping ground) di hutan. Dalam kondisi hujan dan lembab membuat kayu api yang kami gunakan sebagai bahan bakar untuk memasak susah hidup, jikapun dipancing dengan minyak tanah terlalu boros dan tidak efesien, kami harus berhemat di hutan untuk bahan bakar satu ini, hanya digunakan buat lampu teplok. Saya boleh pintar diantara anggota yang saya komandoi dalam ilmu teknis kehutanan saat melakukan survey , tapi untuk cerdas bagaimana menghidupkan kayu api dengan segara, tunggu dulu. Nah disaat kayu api dalam keadaan lembab susah terbakar atau kata lain titik bakarnya terlalu lama di capai, tiba-tiba salah satu anggota survey saya memotong ujung sandal jepit lalu dia membakarnya. Api akibat lelehan karet sandal jepit tadi sangat panas lalu dia menarok kayu bakar tersebut diatasnya, tidak perlu terlalu lama kayu tersebut mencapai titik bakarnya maka segala sesuatu menjadi lancar dan kayu-kayu lainnya ikut terbakar dengan sempurna. Akhirnya kami tidak perlu menunggu terlalu lama menghidupkan api untuk keperluan memasak makanan dan merebus air. Inilah sebuah kecerdasan berpikir dalam kondisi yang serba sulit dan terbatas, kecerdasan sandal jepit begitu kira-kira, dengan secuil potongan sandal jepit begitu berarti ketika digunakan sebagai pemancing api kayu yang hendak dibakar. Kami bisa menghemat minyak tanah dan tepat waktu dalam memasak. Kecerdasan disaat darurat seperti kata pepatah “Tidak ada rotan, akarpun jadi, tidak ada emas bungkahpun diasah, tidak ada kayu jenjangpun kita keping dan tentunya jika tidak ada minyak tanah untuk memancing api potongan kecil sandal jepitpun jadi” Pengalaman anggota survey ini sederhana dan kadang-kadang sepele, tapi paling tidak membuka pikiran saya agar selalu cerdas mengambil keputusan disaat kondisi yang terbatas dan sulit di dalam hutan, banyak hal-hal kecil yang kadang-kadang hasilnya luar biasa, ya seperti potongan sandal jepit tersebut. Semenjak itu setiap saya mandah/survey di hutan sebelum masuk saya pesan sama anggota saya agar membawa potongan/lempengan sandal jepit yang tidak layak pakai lagi yang nantinya digunakan buat memancing api untuk membakar kayu. Satu hal lagi potongan sandal jepit ini tentunya bisa juga saya gunakan buat pelampung tali nilon saya saat memancing di sungai atau rawa yang tenang. Itulah potongan mozaik sandal jepit dalam kehidupan saya, sebuah alas kaki bagi masyarakat kebanyakan, bisa jadi sebuah sandal jepit ini adalah potret kemiskinan lihatlah disekitar anda seorang pemulung dengan kaki kotor penuh daki memakai sandal jepit yang berbeda ukuran dan warna talinya, dengan langkah tertatih-tatih ditengah panas menyeret sandal jepitnya mengais setiap tumpukan sampah untuk berharap ada sisa-sisa rejeki yang dikais dari sampah si kaya. Sendal jepit bisa jadi sebuah potret kemakmuran seseorang, sebuah sandal jepit berharga ribuan rupiah terletak apik dipintu masuk kamar mandi yang mewah berlantaikan marmer, pemiliknya hanya menggunakan sebatas masuk kekamar mandi mungkin lantai marmner yang begitu dingin diterpa AC dalam kamar mandi mewah tersebutmembuat telapak kakinya tidak tahan menyentuh lansung lantai marmer tersebut. Atau lihatlah seorang warga keturunan yang kaya, bercelana pendek berkaos oblong masuk ke sebuah pusat perbelanjaan mewah dan mentereng, sambil berdiri disebuah etalase produk-produk fashion ternama (branded) sementara kakinya beralaskan sendal jepit, ya sandal jepit yang barusan turun dari sebuah mobil mewah ditempat parkir pusat perbelanjaan modern tersebut. Jaman boleh berubah dengan segala kemajuan teknologi dan modernisasinya, tapi ada yang tidak berubah yaitu sandal jepit akan selalu digunakan sepanjang masa oleh segala lapisan social masyarakat tanpa membedakan suku, ras dan agama.Selama bulan Ramadhan ini ketika anda taraweh jaga dan pastikan dimana anda menaruh sandal jepit, ketika hilang bisa jadi anda terpaksa “nyeker” pulang kerumah. Pekanbaru, 24 Ramadhan 1429 H/24 Ramadhan 2008 ___________________________________________________________________________ Dapatkan nama yang Anda sukai! Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---