Assalamualaikum w.w. para dunsanak sapalanta,

Sekedar selingan dari kegiatan kito 'berminang-minang'
[iko istilah Dunsanak Dr Fasli Jalal, Ph D], mungkin
ado gunonyo kito 'mancaliak kalua' sabanta, sasuai jo
papatah 'alam takambang jadi guru'. 

Partanyoan ambo adolah: baa caronyo kito bisa
malawehkan wawasan, dari sekedar nagari asa
surang-surang ka Minangkabau, dari Minangkabau ka
Sumatera Barat, dan dari Sumatera Barat ka Indonesia.
Pado saatnyo, dari Indonesia ka dunia gadang.

Gadang manfaatnyo kito malawehkan wawasan ko, salain
sasuai jo papatah di ateh, juo karano ruang garak kito
jadi labiah laweh, dan paluang untuak iduik juo jadi
labiah banyak.

Wassalam,
Saafroedin Bahar

Kompas, Senin, 14 Mei 2007 

Ketika Identitas Kelompok Lebih Membanggakan 


Mh Samsul Hadi

"Â…Lebanon what it was: a country with no unity, a
country without a sense of nationhood, a country whose
citizens were loyal not to the state, but to their
religious communities (David Gilmour, Lebanon: The
Fractured Country, 1983: x). 

Thomas L Friedman, wartawan The New York Times yang
bertugas di Beirut tahun 1979-1984, mengungkapkan,
orang Lebanon jarang mendapatkan identitas sosial dari
bangsanya, melainkan dari afiliasi primordialnya:
keluarga, lingkungan, atau agama. Ini mungkin penyebab
mengapa Lebanon selalu dirundung konflik internal. 

Hingga hari ini, karakter itu masih melekat pada warga
Lebanon. Hussein (31), warga yang tinggal dekat
Bandara Internasional Rafiq Hariri, Beirut, misalnya.
"Anda bangga menjadi orang Lebanon?" tanya Kompas.
Setelah mengucapkan kalimat syahadat, ia menjawab
singkat dan tegas, "Saya lebih bangga menjadi Muslim!"


Ia tidak menguraikan alasan jawabannya. Pemuda lajang
yang rumahnya hancur akibat peledakan bom Israel dalam
"Perang 33 hari", tahun lalu itu, hanya menyatakan
tidak ada masalah dengan kelompok-kelompok agama
lainnya. "Normal-normal saja. Kami sudah biasa hidup
berdampingan dengan mereka," ujarnya melanjutkan. 

Begitulah rata-rata sikap warga Lebanon menyangkut
identitas sosial mereka. Mustafa (50), warga Nabatiye
yang bekerja sebagai sopir taksi di Beirut, juga
menegaskan statusnya sebagai orang Syiah ketimbang
orang Lebanon. "Di Lebanon selatan hampir semuanya
orang Syiah," lanjut ayah lima anak itu. 

Perjalanan Lebanon, sejak pembentukan fondasi negeri
itu tahun 1920-an dan merdeka pada 22 November 1943
hingga hari ini, dibentuk dan selalu dipengaruhi
keberadaan kelompok-kelompok sektarian berdasarkan
agama, sekte, dan etnis. Kelompok-kelompok sektarian
itu elemen utama dalam sejarah Lebanon modern. 

Ada tujuh kelompok sektarian utama, dengan tiga aktor
besar, yang menentukan hitam-putihnya politik Lebanon:
Muslim Syiah, Muslim Sunni, dan Kristen Maronit. Empat
kelompok lainnya adalah Kristen Ortodoks, Druz,
Katolik Yunani, dan Armenia (William Harris, The New
Face of Lebanon, 2006: 68). 

Persaingan antarkelompok sektarian itu sangat terasa
di Beirut dan sekitarnya. Kota itu seakan dibagi
menjadi tiga kapling wilayah untuk Muslim Sunni
(Beirut Barat), Muslim Syiah (Beirut Selatan), dan
Kristen Maronit (Beirut Timur). Tiga wilayah itu bisa
dikenali dari poster-poster tokohnya, spanduk,
slogan-slogan politik, dan coretan-coretan di
dinding-dinding bangunan. 

Di Beirut Barat, basis Muslim Sunni, misalnya. Poster
Rafiq Hariri dan anaknya, Saad Hariri, mencolok dan
tersebar di banyak tempat. Slogan dan jargonnya cukup
khas, yakni "kebenaran" (the Truth atau al-haqiqah).
Di beberapa tempat, seperti di perempatan Sobhi Es
Saleh, Ain Et Tine, berdiri posko kelompok Hariri,
mirip posko kampanye pemilu di Indonesia. 

Di Beirut Timur, pemandangan lebih khas. Selain poster
pemimpin Hezbollah, Sheikh Hassan Nasrallah dengan
jargon "the divine (al-ilahy)", dan pemimpin Partai
Amal, Nabih Berri, jalan-jalan wilayah ini dihiasi
foto-foto besar pejuang Hezbollah yang menjadi martir
dalam perang melawan Israel. 

Begitu juga di Beirut Timur yang didominasi
poster-poster Presiden Emile Lahoud, tokoh Kristen
Maronit. Semua pihak terlihat ingin unjuk gigi dan
menonjolkan diri, seolah itu lebih membanggakan
daripada simbol-simbol negara Lebanon. Persaingan
antarkelompok sektarian itu tak jarang memicu
pertumpahan darah, seperti dalam kasus pembunuhan PM
Rafiq Hariri, 14 Februari 2005. 

Kisruh di Lebanon itu tak lepas dari campur tangan
kekuatan asing, seperti Suriah, Iran, Israel, dan
negara Barat (Inggris, Perancis, Amerika Serikat).
Suriah dan Iran menopang kelompok Syiah, Barat menjadi
partner kelompok Sunni. Terbunuhnya Rafiq Hariri
melalui serangan bom mobil dan pembunuhan sejumlah
tokoh politik berikutnya diyakini banyak kalangan juga
melibatkan Suriah. 

Suriah berkali-kali membantah tudingan itu. Sejak
pembunuhan Hariri, konflik antarkelompok sektarian di
Lebanon semakin dalam, dengan munculnya kelompok
militan Sunni di area miskin Lebanon Utara. Saat ini,
konflik di Lebanon tak lagi antara Muslim-Kristen,
melainkan juga antara Sunni-Syiah (Nicholas Blanford,
Killing Mr Lebanon, 2007: 174). 

Mengaca dari konflik di Lebanon, terasa betul
nikmatnya bangsa Indonesia memiliki Pancasila, sebuah
common platform yang menjadi titik temu berbagai
kelompok ras, suku bangsa, dan agama. Patutlah kita
bersyukur dan berterima kasih kepada para pendiri
bangsa ini yang telah merumuskan Pancasila.



       
____________________________________________________________________________________Building
 a website is a piece of cake. Yahoo! Small Business gives you all the tools to 
get online.
http://smallbusiness.yahoo.com/webhosting 

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet
Tapi harus mendaftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount dengan 
email yang terdaftar di mailing list ini.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke