Senin, 21 Januari 2008 


Bagi warga Sumatera Barat yang pernah merunut sejarah pendidikan agama
Islam, nama Syekh Mustafa Abdullah dan Syekh Abbas Abdullah, tentu tidaklah
asing. Dua saudara ini tidak hanya terkenal sebagai ulama yang memiliki
banyak jamaah. Tapi juga kesohor karena mendirikan perguruan Darul Funun
El-Abbasiyah di Padang Japang. Pada masa keemasannya, Darul Funun
El-Abbasiyah tidak hanya memiliki murid dari berbagai pelosok Sumbar,
melainkan juga dari berbagai provinsi sekitar, termasuk dari negeri Jiran
Malaysia. Perguruan Islam ini juga pernah dikunjungi Proklamator Republik
Indonesia Ir Soekarno.

Konon, kabarnya, Syekh Abbas Abdullah dan Mustafa Abdullah, merupakan dua
dari sederet orang yang pernah diminta nasehat spritualnya oleh Bung Karno.
Lalu, apa hubungannya dengan Kapten Thantowi, satu dari 69 pejuang yang
tewas dalam tragedi peristiwa Situjuah? Nah, Kapten Thantowi yang lahir
tahun 1926 di Nagari Aiatabik (sekarang masuk dalam Kecamatan Payakumbuh
Timur) dari ibu bernama Dariham, ternyata adalah putra kandung dari Syekh
Mustafa Abdullah. 

 Di Aiatabik, Kapten Thantowi Mustafa yang namanya sekarang sudah diabadikan
sebagai nama sebuah lapangan bola kaki di Payakumbuh, terkenal sebagai
pemuda berani, ta’at beragama, suka tantangan, dan sering dijuluki ”Tuanku
Nan Pahik”.
 Gelar ”Tuanku Nan Pahik” tentu tidak diberikan sembarangan saja kepada
Kapten Thantowi. Sebab menurut HC Israr, bekas anggota DPRD Sumbar yang
semasa hidupnya rajin menulis sejarah, sosok ”Tuanku Nan Pahik” adalah sosok
seorang ulama yang berani, berpendirian teguh, serta pengikut dari Tuanku
Imam Bonjol.  Pernah diceritakan HC Israr kepada penulis, bahwa sekitar
tahun 1832, ”Tuanku Nan Pahik” yang setia dengan Tuanku Imam Bonjol, tampil
dalam pertempuran melawan Belanda yang hendak menaklukkan Aiatabik, Bukik
Sikumpa dan Halaban.  ”Sayang, takdir berkata lain. Tuanku Nan Pahik gugur
dalam pertempuran tersebut, dan dimakamkan di tanah taban dekat lereng
Gunung Sago, dalam Kanagarian Sungai Kamuyang (sekarang masuk dalam
Kecamatan Luak),” begitu cerita HC Israr menjelang akhir hayatnya.

Kembali pada Kapten Thantawi, karena dia adalah cicit dari Tuanku Nan Pahik
yang pemberani, maka diberilah gelar itu kepadanya. Kapten Thantowi sendiri
menempuh pendidikan Sekolah di Aiatabik. Lalu dilanjutkan ke Schakel School
Payakumbuh. Setamat dari situ, dia masuk ke  sekolah Gubernemen di
Dangung-dangung.   Kemudian, Kapten Thantowi meneruskan pendidikan di Ambch
School Padangpanjang dan pendidikan Kadet Bukittinggi. Selesai menempuh
pendidikan Kadet tahun 1947, dia masuk dalam kesatuan Bataliyon Merapi
Padangpanjang dengan pangkat Letnan Muda. Selama di Bataliyon Merapi, Kapten
Thantowi pernah ditugaskan di Lubukbasung dan Simpang Tonang. Lalu pada
tahun 1948, dia pindah ke Padang Mangateh. 

Kiprah Semasa Agresi

Ketika permulaan Agresi Belanda II meletus, Kapten Thantowi ditangkap menja
di Komandan Kompi I Bataliyon Merapi dengan pangkat Letnan II. Mengenai
kehadirannya dalam rapat malam hari tanggal 14 Januari 1949 di Lurah Kincia
Situjuah Batua. Kapten Thantowi saat itu bertindak mendampingi komandan
Pertempuran Payakumbuh Selatan, Kapten Kamaruddin Datuak Machudum.   Namun
malang , pada subuh hari dia ikut menjadi korban keganasan peluruh penjajah
yang membabi-buta di Lurah Kincia. Sebagai prajurit sejati, ia telah
berupaya menghadapi serangan Belanda sampai tetes darah penghabisan. Namun
sebelum wafat, Kapten Thantowi seperti halnya Munir Latief, juga
meninggalkan prilaku ”aneh” yang selalu dikenang keluarga.  Bila Munier
Latief mengembalikan cincin permata pemberian mertuanya. Maka, Kapten
Thantowi sebagaimana ditulis wartawan senior Kamardi Rais Datuk Panjang
Simulie, pernah tergopoh-gopoh mencari notesnya yang tidak ditemukan dalam.


Padahal saat itu, Kapten Thantowi baru saja minta izin kepada pamannya Rais
Datuk Machudum dan adiknya Mustafa untuk pergi meninggalkan rumah. Tapi baru
sampai di Balai Adat Nagari Aiatabik, ia kembali pulang untuk mencari buku.
Akhirnya, kata Kamardi, buku Kapten Thantowi itu baru ditemukan di tebing
sumur, tidak jauh dari rumah gadang kaum mereka. Namun buku itu sudah
lembab. Beberapa catatan harian yang ditulisnya juga sudah kabur dan
mengembang.  Atas peristiwa itu, pamannya yang merupakan ayah kandung
Kamardi Rais Datuk Panjang Simulie memberi wejangan kepada Munir Latief.
”Lain kali, kalau sudah berangkat, jangan balik lagi, celaka kata orang
tua-tua!”  ”Antah iyo, indak ka babaliak (Apa betul, tidak akan
kembali?)”jawab Thantowi pelan, seperti orang bercanda.  Ternyata, Thantowi
Mustafa memang tak kembali dari Situjuah. Yang pulang ke kampungnya di
Aiatabik, cuma nama. (***)

http://www.padangekspres.co.id/content/view/681/31/


No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition. 
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.8/1236 - Release Date: 21/01/2008
20:23
 

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke