Jumat, 14 November 2008
Oleh Mora Dingin (Mahasiswa FISIP Unand dan Staf Pembaharuan Hukum dan
Kebijakan LSM Qbar)

ImageKATA 'malu' dalam bahasa Arab berasal dari haya yang artinya 'hidup'.
Adapun menurut istilah yang disimpulkan oleh para ulama, malu itu adalah
sebuah akhlak atau perangai yang memberikan motivasi kepada orang yang
memilikinya untuk meninggalkan segala keburukan, dan akan membentengi
dirinya dari kecerobohan dalam menunaikan hak kepada para pemilik hak
tersebut (Fathul Bari 1/68).
 
Sifat malu merupakan hal yang secara turun-temurun menjadi syariat yang
disampaikan oleh para nabi yang terdahulu sampai Nabi Muhammad SAW.
Perhatikanlah sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Mas'ud
berikut ini: "Sesungguhnya di antara nasehat yang didapatkan orang-orang
dari sabda nabi-nabi terdahulu: Apabila tidak memiliki rasa malu, maka
berbuatlah sekehendakmu. (HR. Bukhari)

Kalau begitu, betapa malu itu sangat urgen dalam kehidupan seseorang, atau
bahkan ia merupakan hal yang tidak boleh hilang dari kehidupang. Sebab hal
yang secara turun-temurun diajarkan apalagi oleh para nabi tentunya sangat
penting. Malu adalah hakikat kehidupan, itulah sebabnya malu itu sedemikian
mulia dan diprioritaskan dalam ajaran para nabi.

Malu itu ada dua bagian utama, pertama malu jibliyyah atau tabiat. Artinya
ia adalah malu yang Allah telah dianugerahkan kepada seorang hamba dan
menjadikannya sebagai sifat kemanusiaan hamba tersebut. Kedua adalah malu
muktasabah (yang diusahakan adanya). Yakni malu yang timbulnya disebabkan
pengetahuan dan pengenalan seseorang terhadap Allah, dia mengetahui akan
kebesaran-Nya, dia mengetahui bahwa Allah selalu memperhatikannya, begitu
seterusnya. Maka malu ini merupakan derajat iman paling tinggi.

Malu bila dilihat dari wujud kemunculannya pada seseorang juga terdiri dari
dua, yakni malu yang terpuji dan malu yang tercela. Malu yang terpuji adalah
malu yang tersebut di atas, yaitu sesuatu yang menjadi pendorong untuk
berbuat kebaikan dan membentengi diri dari berbuat keburukan.

Malu yang tercela ialah malu yang justru menjadi penghalang bagi seseorang
dalam melakukan kebaikan, seperti malu dalam mencari ilmu, malu bertanya
tentang perkara yang ia tidak tahu, malu mengamalkan sunnah, dan malu untuk
menempuh semua ketaatan. Malu seperti ini bukanlah malu yang sebenarnya,
namun ia sekedar jerat-jerat setan yang menjauhkan seseorang dari Allah.

Malu adalah iman

Melihat fenomena sekarang di dalam kehidupan yang serba modern, sifat malu
sudah mulai terkikis dari akarnya, sifat malu sudah mulai pudar. Malu tidak
lagi dijadikan sebagai tumpuan berpijak dalam mengarungi kehidupan, karena
sekarang zamannya globalisasi, jadi banyak orang yang berpikir sifat malu
harus disingkirkan agar bisa langgeng dalam mengkuti perubahan zaman.

Di negeri ini budaya sudah mulai terkikis. Cobalah perhatikan, para penguasa
tidak malu menghalalkan segala cara, agar kekuasaannya tetap langgeng, para
politisi tidak malu mengumbar janji kepada pendukungnya, para jaksa dan
hakim tidak malu menerima suap agar perkara di pengadilan dihentikan, para
polisi tidak malu menerima uang tilang ketika pelanggaran lalu lintas di
jalan raya, para dosen dan mahasiswa tidak malu ketika terlambat masuk lokal
untuk kuliah, para orang tua tidak malu memberikan uang yang tidak halal
untuk anaknya, begitu juga sebaliknya, anak tidak malu berdusta kepada orang
tuanya.

Namun terkikisnya sifat malu yang sangat fenomenal terjadi di kalangan
remaja. Remaja sekarang rasa malunya tidak ada lagi. Dengan gaya yang santai
para renaja merasa nyaman mempertontonkan lekukan tubuh dengan memakai
pakaian yang seksi dan tidak wajar di depan khalayak ramai, bahkan di depan
orang tuanya sekalipun, remaja sekarang tidak malu.

Belum lagi dengan dunia pergaulan anak remaja sekarang yang tidak lagi ada
ikatan batas-batas yang jelas, semua sudah kelihatan pudar. Mari kita
perhatikan di tempat-tempat wisata/umum, remaja tidak malu lagi melakukan
adengan mesra, pegangan tangan, berpelukan hingga ciuman sambil
bersenda-gurau dengan pasangan lain jenis. Apalagi di tempat yang kelihatan
sunyi, remaja bisa saja melakukan yang lebih ekstrim sesuai dengan apa yang
dikehendakinya tanpa ada merasa malu.

Fenomena di atas sudah menjadi suatu hal pemandangan biasa yang menghiasi
negeri ini, termasuk Sumatera Barat. Lantas kenapa semakin tumbuh subur
terjadi di daerah kita ini? Sebagai orang Minang mau kita kemanakan semboyan
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Apakah sudah tinggal
semboyan saja, sehingga remaja sekarang tidak mau peduli lagi dengan semua
itu? Rasanya perlu kita pertanyakan lagi.

Lunturnya sifat malu dalam masyarakat merupakan salah satu parameter
degradasi iman. Sebab, rasa malu akan segera menyingkir dengan sendirinya
tatkala iman sudah terkikis. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya:
"Malu dan iman saling berpasangan. Bila salah satunya hilang, maka yang lain
turut hilang." (HR: Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, ia berkata hadits ini
shahih dengan syarat Bukhari Muslim dan Dzahabi menyepakatinya).

Rasulullah SAW pernah melewati seorang laki-laki Anshar yang mencela sifat
malu saudaranya. Maka Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: "Tinggalkan
dia. Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman."

Dari Abi Hurairah RA, Rasululloh SAW bersabda, yang artinya: "Iman itu ada
tujuh puluh bagian. Yang paling tinggi adalah kalimat la ilaha illallah dan
yang paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalan. Dan malu adalah
bagian dari iman." (HR Bukhari).

Harus ditumbuhkan

Malu sebagai sifat yang mulia sudah selayaknyalah kita pupuk dengan baik dan
kita jaga agar tidak musnah dari diri kita. Berbahagialah kita, jika kita
terlahir sebagai seorang yang pemalu, yang berati kita telah mempunyai sifat
dasar yang baik.

Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Asyaj dari bani Anshar, yang artinya:
"Pada dirimu ada dua sifat yang Allah SWT sukai." Maka ia bertanya, "Apakah
itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW menjawab; "Sabar dan malu." Asyaj
bertanya lagi, 'Apakah kedua sifat itu sudah ada sejak dulu atau baru ada?"
Rasulullah menjawab, "Sejak dulu." Asyaj berkata, "Puji syukur kepada Allah
SWT yang telah memberiku dua sifat yang Allah sukai" (HR Ibnu Abi 'Ashim).

Jika memang kita rasakan sifat itu kurang pada diri kita, maka tidak perlu
khawatir karena sifat itu dapat ditumbuhkan. Dengan meningkatkan iman,
ma'rifatullah, dan pendekatan diri kepada Allah SWT sehingga dalam diri kita
timbul kesadaran bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi, mengetahui segala
sesuatu yang kita kerjakan dan yang kita simpan dalam hati, maka akan
tumbuhlah malu imani yang mampu mencegah seseorang berdosa karena takut pada
Allah. Percayalah, sekecil apapun yang kita kerjakan pasti akan mendapatkan
balasan darinya.

http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=
3939&Itemid=314


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke