Thanks yo Eileen, walaupun awak indak saling kenal......tapi mudah2an
manjadi panyumangek untuak kami2 ko.......manjadikan urang minang yang
tangguah....bantuak pandahulu2 kami..........

BR, Syb.

 

 

 

No 'No Way Out'

 

Eileen Rachman & Sylvina Savitri

EXPERD

Personal Growth & Soft Skills Training

 

(Ditayangkan di KOMPAS, 23 Februari 2008)

 


Sekarang, jalur pantura tidak hanya macet pada saat mudik lebaran saja.
Tanggal 17 Februari 2008, Kompas mencatat kemacetan lalu lintas
sepanjang 34 km di jalur pantura, di mana kendaraan hanya bergerak 1 - 5
meter setiap  15 - 30 menitnya. Di halaman lain, digambarkan betapa
sopir dan kenek sabar menunggu dan saling berbagi pisang goreng untuk
mengisi waktu. Dari pemberitaan media, kita melihat bahwa belum habis
satu masalah dituntaskan dengan memuaskan, sudah datang lagi secara
bertubi-tubi keterpurukan yang lainnya. Mulai dari korupsi yang
merugikan negara ratusan trilyun, banjir yang senantiasa menghantui
warga Jakarta, pemakaian zat pengawet beracun dalam makanan, ujian
negara yang semestinya tidak bermasalah tetapi menjadi masalah besar,
dan banyak lagi hal lainnya. Dalam hati saya berkomentar, "Memang 'nggak
ada mati'-nya Bangsa Indonesia ini." Mungkinkah bangsa kita akhirnya
ditumbuhi sikap frustrasi menghadapi 'pukulan' yang tak kunjung berhenti
ini?


 


Hal yang paling berbahaya, saat kita menghadapi keterpurukan yang
bertubi-tubi adalah bahwa kita, baik para intelek maupun invidu yang
biasa-biasa saja, kemudian memaknai dan melihat bahwa kesalahan,
keterpurukan dan kondisi alam, ekonomi dan cuaca yang tidak
menguntungkan ini sebagai situasi yang 'no way out'; tak ada jalan
keluarnya. Bila sense 'no way out' bertumpuk, menimbulkan frustrasi dan
mulai menjadi sikap mental, maka segera saja diri kita bisa mensahkan
rasa 'tidak berdaya' dalam menghadapi berbagai situasi yang tidak
menguntungkan. Ini bisa tercermin dari malasnya individu mencari solusi,
pasif, pasrah, nrimo, dan tidak mau repot-repot berupaya. Bahayanya, Dr.
Martin Seligman, seorang psikolog, mengatakan bahwa rasa helpless
(ketidakberdayaan) ini, terbukti dipelajari. Artinya, kita
mengkondisikan diri dan belajar untuk tidak mau repot-repot berusaha.
Fatalnya lagi, kita bisa menurunkan 'ketidakberdayaan' ini pada generasi
mendatang. Atau, dalam kata lain, generasi mendatang bisa belajar untuk
menjadi 'letoy' dan tidak bertindak. 


 


Tumbuhkan Tanggung Jawab Diri Sendiri


"Ya, mau bagaimana, peraturannya sudah begitu.", "Seharusnya
pemerintah-lah yang...", Yaaah, kita kan hanya orang kecil...". Komentar
- komentar yang menyiratkan bahwa otoritas tidak ada di tangan diri
sendiri, terasa semakin mendukung dan semakin men-sah-kan
ketidakberdayaan individu. Kita bisa rasakan bahwa masih banyak di
antara kita yang beranggapan bahwa jalan keluar, kendali, tanggung jawab
atau kekuatan tidak berada di tangannya tapi di tangan pihak lain.
Semakin hasil akhir tidak berada di tangan individu, semakin sikap
mental ini tumbuh dengan subur dibenak masing masing individu. Semakin
besar harapan individu akan munculnya pihak lain, 'pahlawan', atau
'penyelamat', seperti manajemen perusahaan ataupun pejabat pemerintah
yang akan membenahi keadaan, semakin besar juga rasa 'ketidakberdayaan'
individu untuk mencari solusi; tidak hanya untuk permasalahan yang
'besar', kompleks dan menyeluruh, namun justru juga masalah yang
sebenarnya sangat bisa digarap individu di depan matanya. Kondisi
seperti ini tentulah merupakan kerugian perusahaan, bahkan kerugian
bangsa, karena potensi dari masing masing  individu sudah tidak bisa
produktif lagi. Tidak ada kekuatan individual, yang ada hanya komunal. 


 


Berpikir positif memang lebih enak diucapkan daripada menjalankannya.
Namun demikian, bila kita benar benar khawatir bahwa kita akan tumbuh
menjadi orang yang "letoy" dan tidak bertenaga melakukan perubahan, kita
lebih baik menyusun niat untuk belajar. Daripada menunggu 'penyelamat',
kita bisa dan perlu memikirkan bagaimana menggalang "power" di dalam
diri sendiri dan menyadari "Apa yang kita bisa lakukan?". Setidaknya,
kita bisa lakukan pembenahan di sekitar lingkungan kita sendiri, seperti
ungkapan popular dari A'a Gym, yaitu, "3 M: mulai dari hal kecil, mulai
dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang".


 


Sadari bahwa Kita Harus 'Tumbuh'


Mantan atasan saya sering menekankan bahwa orang bisa ingat pada
kekuatannya bila ia menanamkan dalam pikirannya bahwa ia dan lingkungan
di sekitarnya harus "tumbuh", setua apapun dia. Di setiap diri manusia
memang ada naluri untuk tumbuh dan menjadi matang, tetapi naluri ini pun
perlu disadari, dikembangkan, diperkuat dan tidak boleh dikekang baik
oleh sistem, otoritas atau bahkan oleh diri sendiri. Kita memang bisa
melihat diri kita sendiri seolah-olah 'work on progress" yang sedang
kita garap secara terus menerus. 

 

Kenalan saya, seorang pengusaha coklat dan kacang mede, mengeluh betapa
pemerintah daerah tempat ia berusaha, tidak mendukung usaha pertaniannya
yang padat karya dengan kelancaran prosedur."Bukannya saya minta
fasilitas, tetapi saya hanya ingin tidak dihambat". Namun ia tidak
pernah putus asa. "Motivasi kita harus jernih, kuat dan jelas" demikian
ungkapnya. Pengusaha yang masih muda ini sangat jelas menyusun "Do's dan
Don't's" di perkebunannya yang mencakup kehidupan sosial, finansial,
tradisi dan manajemen di kalangan karyawannya, yang tanpa disadari
menjadi "kekuatan" bisnisnya. Dengan tujuan yang jelas, menurut teman
saya ini, daya tahan terhadap rasa sakit, kesulitan dan tekanan jadi
lebih besar, bahkan kita mempunyai tambahan "power" untuk memecahkan
masalah. Seperti yang sering diungkapkan para olahragawan "martial
arts": Know what to do; learn the skills; remove the blocks.

 

Temukan 'Power' Dahsyat dalam Diri Kita.

Kalau kita sedikit "Back to Basic" dan melihat betapa sebuah pohon
secara "powerful"  berkelit menghindari rintangan dan mencari jalannya
sendiri untuk tumbuh, maka kita pun bisa menghilangkan semua kekuatan
yang bisa kita sandari seperti kekuatan pemerintah, manajemen, orangtua,
keluarga, guru, pasangan untuk menanggulangi kesulitan dan masalah yang
kita hadapi di depan mata. Tidak akan ada pencerahan atau mujizat,  yang
ada adalah realita. Yang jelas, realitas yang nyata adalah adanya
"power" dahsyat  yang tersembunyi dalam diri kita.

 

 


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur 
pribadi.
- Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta 
maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Daftarkan email anda pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke