F. Mengibarkan Panji Persaudaraan Sebagaimana metode (manhaj) yang telah digariskan Rasulullah saw., maka program rekrutmen untuk menambah jumlah saudara seiman itu dimulai dari kelompok terdekat terlebih dahulu. Setiap anggota wajib hadir dalam pertemuan taklim, tarbiyah, dan takwiniyah yang digariskan oleh jamaahnya. Kemudian masing-masing anggota akan berupaya dengan keteladanan akhlaknya merekrut saudaranya terdekat untuk masuk dalam taklim tersebut guna mendapatkan cucuran hikmah dan kemuliaan akhlaknya melalui percikan petunjuk Al-Qur'an. Jiwa seorang mujahid dakwah akan tampak dalam semangat untuk menyeru dan menarik manusia ke dalam shaf persaudaraan ini. Jiwanya tidak mengenal lelah, tidak mengenal minder, apalagi gentar untuk menawarkan sebuah jalan yang lurus, guna menyelamatkan dari kegelapan menuju cahaya. Partikel-partikel ikhwan bertebaran menebarkan cahaya nubuwah dengan memercikkan air rohani yang menyegarkan tumbuhan yang kering. Kemudian dia tebarkan benih-benih unggul itu dalam taman jamaah yang disiram melalui butiran tarbiyah yang membawa ketenteraman batin (mutma'inah). Sebuah taman miniatur dari kehidupan yang Islami, di mana terlihat dengan sangat jelas keakraban, persaudaraan, serta budi luhur yang diikat oleh sebuah kerinduan untuk menebarkan rasa damai. Apabila setiap anggota jamaah mampu membuat perencanaan yang baik dan tepat, serta ditindak-lanjuti melalui program jamaahnya, maka dalam waktu beberapa hari saja akan tampaklah bekas-bekas sujudnya. Yaitu, ketika jami'atul ikhwan sebagai lambang persaudaraan itu terwujud dan membawa manfaat kedamaian bagi umat semuanya. Partikel ini bagaikan pecahan sel-sel hidup yang menghidupkan, yang ditata dan dikelola dengan profesional yang terpadu serta kurikulum yang jelas. Niscaya jamaah ini akan mempunyai mujahid dakwah yang bergerak dinamis, yaitu menyeru dan menebarkan benih-benih kesejukan hati. Panji-panji persaudaraan harus diangkat ke atas sebagai suatu pertanda atau simbol yang memberikan petunjuk bahwa di dalam masyarakat, di mana pun keberadaannya, ada satu kelompok manusia yang menawarkan jasa pelayanan, sebagai bala tentara persaudaraan yang akan memberikan harapan, kesejukan, dan kedamaian bagi umat manusia. Panji- panji ini bagaikan pisau bermata dua, dari segi intern membina anggota muslim untuk menjadikan dirinya manusia berprestasi yang berakhlak mulia melalui berbagai programnya yang ringan dan realistis. Sedangkan segi eksternnya, mereka menyeru bukan menghakimi. Ikatan persaudaraan yang berawal dari ucapan dan keyakinan terhadap dua kalimat syahadat harus menjadi dasar pijakan anggota jamaah. Perbedaan dalam metode dakwah, maupun tata cara yang berkaitan dengan khilafiah, bukan suatu alasan untuk memutuskan tali silaturahmi. Keyakinan ini harus melekat dan menghunjam di hati kita semua sebagai seorang muslim yang merindukan satu binaan umat yang padu. Kita harus mahfum bahwa masyarakat itu selalu berkembang. Tingkat berpikir manusia selalu berkembang. Tingkat berpikir manusia selalu bervariasi. Dan pola perilakunya pun sangat ditentukan oleh intensitas rangsangan (stimulans) yang mempengaruhi dirinya. Maka kewajiban kita semua adalah berlomba untuk memenangkan rangsangan terhadap Al-Qur'an melawan rangsangan non-Al-Qur'an. Hal ini jelas membutuhkan waktu, kesabaran, keuletan, dan toleransi yang amat tinggi. Persaudaraan yang dilandasi roh tauhid, seharusnya lebih diutamakan daripada berbagai perbedaan yang ada di kalangan umat. Apalagi kalau perbedaan itu hanyalah dalam hal khilafiah, rasanya tidak pantas menjadi penyebab putusnya tali ukhuwah. Begitu pula perbedaan dalam hal metode dakwah, juga tidak boleh mengalahkan roh ukhuwah diantara sesama muslim yang bergerak maju untuk menjayakan al-Islam. G. Ringankan Jangan Memberatkan
Dakwah dan panji persaudaraan yang diikat oleh tali iman akan menunjuk pada satu sikap iktidal (lurus) dikarenakan para jamaah muslim itu menghayati betul akan berbagai makna ayat di dalam Al-Qur'an maupun hadits yang mengajak umat manusia untuk berbuat segala sesuatunya termasuk ibadah dalam kondisi yang tu'maninah ringan dan tidak berlebih-lebihan. Hal itu sebagaimana firman Allah SWT: "... Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...." (al-Baqarah: 185). Apabila Allah sendiri menghendaki perbuatan amaliah yang akan meringankan hamba- Nya, apalagi kita sebagai manusia yang lemah ini, apakah tidak mau peduli dengan kerahmanan-Nya Allah? Hal itu sebagaimana hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas. Ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Jauhilah olehmu sikap melampaui batas dalam agama, sebab orang-orang sebelum kamu telah binasa karena sikap melampaui batas dalam agama." (HR Ahmad, an Nasa'i, Ibnu Majah, dan Hakim dengan sanad sahih). Ketika Mu'adz memanjangkan bacaan shalat berjamaah, beliau pun bersabda kepadanya, "Hai Mu'adz, apakah engkau ingin menimbulkan fitnah?" Ucapan ini, beliau ulangi sampai tiga kali. Teguran Rasulullah tersebut terhadap Mu'adz memberikan penegasan kepada kita bahwa janganlah kita melaksanakan suatu syariat agama hanya sekadar mengikuti kata hati saja. Akan tetapi, hendaknya selalu ditimbang dengan kadar akal dan kemampuan dari para jama'ah atau kaum muslimin lainnya. Hal ini sebagaimana kebiasaan Rasulullah saw apabila diminta untuk memilih diantara dua pilihan, maka beliau memilih yang lebih ringan selama hal itu tidak mengandung dosa. Walau demikian, hal ini tentunya tidak melarang seseorang yang karena ingin mencari keutamaan dalam pendekatan (taqarub) kepada Allah, lantas melatih diri dan mencari sesuatu yang lebih utama yang oleh kebanyakan manusia dirasakan berat. Karena hal itu justru merupakan suatu panggilan nurani dalam rangka mencanangkan pembersihan jiwa (tadzkiatun-nafs) melalui berbagai program melatih diri (riyadhah). Hanya saja janganlah amalan yang sifatnya khusus dipaksakan sebagai sesuatu yang bersifat umum, sehingga bisa menumbuhkan berbagai tafsiran seakan-akan agama ini terasa sangat berat bagi pemeluknya yaitu manusia pada umumnya. Dr Yusuf Qardhawi seorang intelektual dari Mesir --dikenal si'bagai penerus dari kepeloporan Hasan al-Bana--menyebutkan, "Bahwa seorang juru dakwah yang bijaksana adalah yang dapat menyampaikan dakwahnya dengan sehalus-halus cara dan selunak- lunak kata, tanpa mengurangi sedikit pun dari kandungan maknanya kepada orang." Sedangkan Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulummuddin menyebutkan, "Tidaklah seseorang layak ber-amar maruf nahi munkar, kecuali ia bersikap lemah lembut dalam menyuruh berbuat baik dan lebih lembut dalam mencegah kemungkaran, dan benar-benar memahami apa yang diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-Nya." Suatu saat, seseorang mendatangi dan mendakwahi Sultan al-Makmun agar ia berbuat baik dan menghindari kemungkaran. Akan tetapi, cara yang disampaikannya terasa kasar dan jauh dari sikap kesejukkan. Kemudian al-Makmun yang dikenal oleh orang-orang karena pengetahuannya yang luas dalam agama, maka ia berkata kepadanya, "Wahai Saudaraku, bersikaplah lemah lembut dan santun. Sebab Allah SWT pun telah mengutus orang yang lebih baik darimu (Nabi Musa a.s.) kepada orang yang lebih jahat daripadaku (Fir'aun), dengan perintah-Nya agar bersikap lemah lembut. Diutus-Nya Musa dan Harun untuk menemui dan menegur Fir'aun, seorang yang lebih jahat daripadaku, seraya berpesan kepadanya kemudian al-Makmun membacakan kepadanya sebuah ayat: "Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lembah lembut, mudah- mudahan ia ingat atau takut." (Thaha: 43-44). Dengan cara itu, lelaki yang mendakwahi al-Makmun tersebut terdiam. Dia sadar akan kata dan kalimat yang disampaikannya kepada al-Makmun sebagai suatu sikap yang tidak Islami. Beberapa orang Yahudi pernah mengolok-olok Rasulullah, mereka menyampaikan salam kepada Rasulullah dengan ucapan, "As-samu'alaikum," (artinya, matilah engkau), sebagai ganti dari ucapan, "Assalamu'alaikum" (damai sejahtera untukmu). Kemudian Aisyah ra. marah dan membalas ucapan Yahudi itu dengan ucapan yang keras. Sedangkan, Rasulullah saw tidak mengucapkan apa pun kecuali sebuah ucapan pembalasan yaitu "wa'alaikum" (demikian pula atasmu). Setelah itu, beliau menegur Aisyah r a.. seraya bersabda: "Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bersikap lemah-lembut dalam segala hal." (HR Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang dijauhkan daripadanya sikap lemah lembut adalah orang yang dijauhkan daripadanya segala kebaikan." (HR Muslim). H. Air Mata dan Amalnya Malam hari menangis, siang hari bagaikan singa lapar yang "bolak balik" tidak mengenal lelah menundukkan dunia mencari fadilah yang disulut oleh sebuah tekad semangat yang ingin menjadikan dirinya penuh arti, bermanfaat, dan berprestasi. Para ikhwan gampang terenyuh melihat penderitaan kaum mukmin, sehingga kadang-kadang dirinya sendiri tidak begitu diperhatikan demi membela sesama saudaranya. Maka, dalam melatih diri (riyadhak) agar menjadi hati yang tumpah cintanya kepada Allah (mahabbah lillah), tampaklah tetesan air matanya yang mengenang di pelupuk matanya yang merefleksikan rasa cemas dan harap kepada Allah. Sikap seperti inilal yang difiirmankan oleh Allah SWT: "Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu." (al-Isra': 109). "Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?" (an-Najm: 59-60). Air mata yang bergulir dari kelopak mata dan membasahi kedua pipi para ikhwan, bukanlah suatu gambaran kecengengan, tetapi suatu sikap kelembutan hati dari suatu jihad. Karena bagi para ikhwan sikap yang keras itu tidak selamanya harus dinyatakan dengan cara yang keras. Bahkan sebaliknya, ada semacam moto bahwa pendiriannya tetap keras dan tangguh (istiqamah), tetapi cara mendakwahkannya adalah lemah-lembut menyejukkan. Di dalam Sunnah Rasulullah saw, tetesan air mata pun mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur, sebagaimana berbagai hadits sahih meriwayatkannya. Rasulullah saw bersabda: "Andaikan kamu mengetahui sebagaimana yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis." Seketika itu pula para sahabat menutup muka masing-masing, dan menangis terisak-isak. (HR Bukhari dan Muslim). Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidak akan pernah masuk ke dalam neraka, seorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah. Dan tidak akan dapat berkumpul debu dalam jihad fisabilillah dengan asap neraka Jahanam." (HR at- Tirmidzi). Bahkan, cobalah simak dan resapkan dengan sangat mendalam, lalu jadikanlah tujuh tipe manusia yang akan dilindungi Allah kelak di yaumul akhir ini sebagai kepribadian anggota Ikhwanul Muslimin semuanya; sebagaimana sabda Rasulullah saw pada riwayat berikut: Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Ada tujuh macam orang yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari di mana tidak ada naungan (hari kiamat) kecuali naungan Allah, yaitu: 1. Imam (pemimpin) yang adil, 2. pemuda yang tumbuh dan tetap taat beribadah kepada Allah, 3. orang yang hatinya terpaut di masjid, 4. dua orang yang saling mengasihi semata-mata karena Allah, baik ketika berjumpa maupun berpisah, 5. seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan yang cantik maka ia menolaknya dengan berkata, 'Aku takut kepada Allah.' 6. orang yang merahasiakan sedekahnya, sehingga tidak diketahui oleh tangan yang kiri terhadap yang diberikan oleh tangan yang kanan. 7. seorang yang berzikir dengan mengingat kepada Allah dengan seorang diri, kemudian bercucuran air matanya, dan menangis." (HR Bukhari dan Muslim). Abdullah bin as-Sikhiri r a.. mendatangi Nabi saw, namun beliau dalam keadaan shalat, maka terdengar napas tangisnya, bagaikan suara air mendidih dalam bejana. (HR Abu Daud dan at Tirmidzi). Ibnu Umar r a. mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw. sakit keras dan beliau mengingatkan untuk shalat berjamaah. Lalu Nabi bersabda, "Suruhlah Abu Bakar menjadi imam." Lalu, Siti Aisyah ra. berkata, "Abu Bakar itu seorang yang lembut hatinya, jika membaca Al-Qur'an, ia tidak dapat menahan tangisnya." Nabi bersabda, "Suruhlah Abu Bakar menjadi imam." (al-Hadits). Pada riwayat lain, Siti Aisyah ra berkata, "Abu Bakar jika berdiri di tempatmu, orang tidak akan mendengar suaranya karena tangisannya." (HR Bukhari dan Muslim). Abu Utsman bin Ajlan Albahli r a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Tiada suatu yang sangat disukai Allah dari dua tetesan dan dua bekas, tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tumpah karena mempertahankan agama Allah. Adapun dua bekas ialah bekas dalam perjuangan fisabilillah dan bekas karena melaksanakan kewajiban Allah." (HR at Tirmidzi). Hendaknya dengan hadits-hadits yang sahih tadi, kita semua dapat meniru dan meresapkannya, sehingga jiwa kita menjadi roh yang ringan karena selalu mampu melepaskan beban dunia, menyucikan diri dan membersihkan segala jelaga kepahitan hidup melalui linangan air mata. Setelah itu, setelah air mata tumpah dan rasa optimis membumbung, maka tegakkan kembali wajahmu. Pandanglah dunia yang menantang ini, kemudian kerahkan segala pikiran, otot tubuh untuk bersimbah keringat. Lalu tundukkanlah segala budaya durjana dan tegakkanlah prestasi gemilang sebagai suatu kewajiban kehidupan nyata yang Islami. Perasaan berdosa terus mengejar, apabila dalam hidup pribadi maupun berjamaah, ternyata kita tidak mampu mewujudkan apa yang dikonsepsikan oleh Al Qur'an. Oleh karena itu, kepada para ikhwan selalu dituntut sebuah jawaban dari pertanyaan yang sangat sederhana, "Mana bukti konkret dari amalmu, mana gerak nyata dari pernyataanmu, mana pula uluran tanganmu yang mampu mengangkat martabat umat?" Rangkaian pertanyaan ini membutuhkan jawaban dalam bentuk amal yang nyata. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun dari para ikhwan yang berbantah-bantahan, karena berselisih atau berbantahan dalam hal kebenaran yang nyata hanya akan melemahkan persatuan dan tertundanya amal yang nyata. Budaya "kami dengar dan aku taat" (sami'na wa atha'na), menjadi satu kepribadian para ikhwan, bukan karena bai'at kepada imam, tetapi karena panduan A1-Qur'an yang mewajibkannya. Bisa menjadi suatu kelemahan yang sangat nista, apabila kita hanya menghafalkan ayat- ayat Al-Qur'an dan menyimak ratusan hadits. Akan tetapi, hafalan dan pengetahuan kita hanyalah sekadar penyedap retorika, pemanis bahan pidato, dan sekadar pelengkap referensi dalam diskusi belaka, sungguh merugilah mereka. Sikap "kami dengar dan aku taat" terhadap seluruh keputusan majelis dan komitmen jamaah harus merasuk pada dada semua ikhwan. Karena hanya dengan sistem seperti inilah, wujud kerja konkret dapat segera terlaksana. Insya Allah. Dari berbagai penjelasan dan penegasan ayat dan hadits-hadits yang sahih tadi, maka muncullah pertanyaan yang ditujukan kepada para jami'atul ikhwan, yaitu sebagai berikut: 1. Pernahkah engkau melakukan timbangan atas amal baik dan amal buruk, melakukan penilaian mengevaluasikan dan mengadili dirimu sendiri (muhasbatun-nafs)? 2. Pernahkah engkau menangis karena menyesali dosa dan kesalahanmu? Padahal bukankah lebih baik kita menyesati dosa kita di dunia, daripada kelak kita menyesali setelah di akhirat? Maka, sesekali menangislah sebelum datang hari di mana engkau yang ditangisi. 3. Pernahkah engkau menangisi segala dosa dan kesalahan yang akan melahirkan optimisme dan ketegaran serta kelembutan jiwa. Harus dihayati oleh pribadi muslim bahwa air mata --yang dimaksudkan dalam pembahasan ini-- bukan saja tetesan yang bergulir dari pelupuk mata kita karena perasaan dosa dan segaia hal yang bersifat melankolis Ilahiyah. Tetapi, air mata juga merupakan suatu perlambang perasaan empati atas penderitaan para dhuafa. Suatu refleksi jiwa yang tergetar melihat penderitaan, kepincangan, serta ketidakadilan. Bersambung ke bab 4.3.3 Wassalam St. Sinaro -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/