Assalammualaikum wr wb

Angku, mamak, bundo sarato adi dunsanak sapalanta nan ambo hormati,

Pernahkah kito marasoan ajal na alah hampia tibo dalam kehidupan awak ko? Tahun 
1996-1997 ambo pernah bakarajo sebagai abk di tug boat pado perairan Barat 
Sumatera. Karajo di lauik ko memang baresiko, saindak-indaknyo hampia 2 kali 
taraso ajal ko ka tibo dek resiko bakarajo mantun nan sangaik dipengaruhi oleh 
faktor alam saroman badai jo ombak gadang. Adnan Buyung Nasution pernah 
manyabuikan, kutiko maso ketek di Jogja, baliau punyo kawan nan kanai berondong 
sinjato Balando, namun memang kok ajal ko alun tibo iyo bapantang untuak mati 
karanonyo.

Ambo sendiri punyo rekor amatir bajalan 3 kali pulang pai Padang - Medan jo 
roda 2, salamo 1,5 tahun bolak baliak Padang - Pakanbaru jo roda 2 (indak 
talakik maetongnyo, kadang sabulan sakali atau 2 kali dalam sabulan) & 13 hari 
nonstop bakuliliang Sumbar jo roda 4. Saluruahnyo dilakukan surang sajo dek 
karano bamotor ko kalau jalan jauah iyo labiah sero kalau surang sajo, untuak 
nan terakhir dilakukan dek karano konfliknyo alah batambah angek sarato biaya 
operasional nan sabana sayuik. 

Berikut ambo sharing tulisan Dahlan Iskan nan bacurito  tantang hiduik salamo 5 
tahun sasudah ajal nan hampia tibo. Mudah-mudahan kito bisa memahami untuak 
indak talalu takuik jo kematian, sabab inyo indak akan datang pabilo alun 
masonyo & manarimonyo jo lapang dado pabilo datang manyonsong pado diri kito.

wasalam

AZ/lk/34th/caniago
Kubang, sadang di kampuang
babako ka Canduang Koto Laweh  


----- Pesan yang Diteruskan -----
Dari: Catatan Dahlan Iskan <donotre...@wordpress.com>
Kepada: emeneschoo...@yahoo.co.id 
Dikirim: Senin, 6 Agustus 2012 3:49
Judul: [Tulisan baru] Setelah Hidup Diperpanjang Lima Tahun
 

 WordPress.com 
 
Tulisan baru pada Catatan Dahlan Iskan    
 Setelah Hidup Diperpanjang Lima Tahunby administrator  
Senin 6 Agustus 2012
Manufacturing Hope 38
Hari ini, Senin 6 Agustus 2012, genap lima tahun saya “hidup baru”. Allahu 
Akbar! Kalau teringat begitu parahnya kondisi badan saya lima tahun yang lalu, 
rasanya tidak terbayangkan saya masih bisa hidup hari ini. Allahu Akbar! 
Apalagi dengan kualitas hidup yang nyaris sempurna seperti sekarang ini. Allahu 
Akbar!
Sejak saya muntah darah tujuh tahun lalu, dan kemudian diketahui sepanjang 
saluran pencernaan saya sudah penuh dengan gelembung darah yang siap pecah 
(akan diikuti dengan muntah darah atau buang air darah), harapan hidup waktu 
itu hampir hilang.Harapan hidup itu lebih tipis lagi setelah diketahui bahwa 
limpa saya sudah membesar. Sudah tiga kali lipat lebih besar daripada limpa 
normal. Itu berarti limpa tersebut sudah siap meledak yang menjadi penyebab 
kematian kapan saja. Apalagi status hati saya yang terkena virus hepatitis B 
pun sudah meningkat menjadi sirosis, mengeras dan tidak berbentuk hati lagi.
Vonis bahwa umur saya maksimal tinggal enam bulan lagi harus saya terima 
setelah dipastikan bahwa hati saya sudah penuh dengan kanker. Ukuran kankernya 
pun sudah besar-besar. Sudah ada yang 2 cm, 4 cm, dan 6 cm. Bibit-bibit kanker 
lain masih puluhan jumlahnya.
Saya tidak akan lupa ucapan seorang dokter ahli di Singapura, yang sudah begitu 
pasrahnya. Terutama ketika saya mengeluh kesakitan setiap kali mengenakan 
sepatu. Kaki saya sudah bengkak begitu besarnya. Sepatu saya tidak muat lagi.
“Ya ganti sepatu saja!” ujar dokter yang pasiennya 80 persen orang dari 
Indonesia itu. Padahal, waktu itu saya mengharapkan jalan keluar bagaimana agar 
bengkak kaki saya itu bisa diatasi. “Tidak ada jalan lain. Ganti sepatu. Kalau 
bengkaknya sudah lebih besar lagi, ganti sepatu lagi!”
Saya tidak jengkel dengan ucapannya itu. Bahkan, saya tersenyum karena terasa 
ada lucunya. Itulah cara dokter memaksa saya untuk menjalani transplantasi. 
Tidak ada jalan lain lagi.
Hanya transplant yang bisa menyelamatkan. Itu pun tidak bisa transplant separo 
hati (diambilkan dari hati istri atau anak atau pendonor) karena seluruh hati 
saya sudah hancur.
Harus hati sepenuh hati yang berarti hanya bisa didapat dari orang yang 
meninggal. “Kalaupun itu bisa didapat dan kalaupun itu nanti sukses,” kata 
dokter tersebut, “paling hanya bisa menambah umur lima tahun.” Saya juga tidak 
akan lupa ucapan dokter itu berikutnya: “Tapi, tambah umur lima tahun kan 
lumayan. Waktu itu nanti umur Anda kan sudah 61 tahun. Sudah lebih pantas 
meninggal.”
Saya memang akrab dengan dokter itu sehingga sekeras apa pun ucapannya tidak 
membuat saya kecewa. Sang dokter juga tahu bahwa saya cukup intelek untuk 
menerima kata-kata yang meskipun bernada keras, tapi sangat ilmiah.
Mengapa hasil transplant itu hanya bisa memperpanjang umur lima tahun? Secara 
ilmiah, bisa diterangkan begini: virus hepatitis B dan sel-sel kanker hati saya 
itu, logikanya, sudah ikut beredar di darah.
Artinya, virus hepatitis B dan sel-sel kanker hati saya itu sudah berada di 
mana-mana. Ketika saya mendapatkan hati baru dan hati baru tersebut dilewati 
darah yang sudah membawa virus hepatitis B dan sel-sel kanker, virus dan 
sel-sel tersebut otomatis hinggap lagi di hati yang baru.
Lalu, virus hepatitisnya berkembang lagi, hati menjadi sirosis lagi, muntah 
darah lagi, bengkak lagi, dan kanker merajalela lagi.
Teori seperti itulah yang membuat tekad untuk melakukan transplant kadang 
mengendur. Untuk apa transplant. Mahal sekali dan belum tentu berhasil. 
Berhasil pun hanya untuk lima tahun. Pun, tambahan hidup lima tahun itu belum 
tentu bisa dinikmati. Bisa jadi, kualitas hidup pasca transplant tersebut 
adalah kualitas hidup yang sangat rendah: harus minum banyak obat, sering masuk 
rumah sakit, menyusahkan keluarga, dan menghabiskan banyak uang.
Tapi, orang hidup itu tidak boleh pesimistis. Tidak boleh putus asa.
La taiasu!
La tahzan!
Ingat ajaran agama: Berikhtiar itu bukan mubah, bukan sunnah, tetapi wajib!
Jadilah saya memutuskan transplantasi hati.
Tapi, saya juga tidak terlalu berharap banyak. Takut kecewa. Orang yang tidak 
berharap banyak bisa lebih bahagia.
Termasuk, saya tidak membayangkan bahwa setelah transplant nanti saya bisa 
jalan-jalan jauh. Saya pikir, saya nanti bisa hidup, tapi dengan aktivitas yang 
terbatas. Kalau sebelum transplant saya putuskan membeli helikopter, antara 
lain untuk persiapan siapa tahu bisa membantu mobilitas saya.
Allahu Akbar!
Transplantasi hati saya berhasil. Kualitas hidup saya setelah transplant 
ternyata tidak selemah seperti yang saya bayangkan. Ternyata, saya bisa 
bekerja, bisa ke mana-mana dan bisa di mana-mana. Saya bisa berolahraga setiap 
hari selama 1,5 jam!
Bahkan, kalau Monas lagi hujan, saya bisa berolahraga dengan cara menaiki 
tangga darurat gedung-gedung pencakar langit milik BUMN di Jakarta: gedung 
Kementerian BUMN di dekat Monas, gedung Pertamina di dekat Masjid Istiqlal, 
gedung BTN di Harmoni, gedung Bank Mandiri di Jalan Gatot Subroto, gedung Bank 
Rakyat Indonesia di dekat Jembatan Semanggi, dan terakhir gedung Bank BNI di 
dekat patung Jenderal Sudirman. Tidak ada lagi gedung tinggi milik BUMN yang 
belum saya naik-turuni.
Rekor amatir saya: 16 menit naik, 12 menit turun!
Pada ulang tahun kelima Senin hari ini, tidak ada acara khusus karena ada dua 
kali sidang kabinet. Tapi, kemarin, sehari penuh, 1.000 penghafal Alquran 
(hufadz) berkumpul di Jakarta untuk khataman. Nanti sore istri saya yang 
pertama, kedua, ketiga, dan keempat yang, hehe…, semuanya bernama Nafsiah 
Sabri, mengundang kelompok pengajian ibu-ibu untuk berbuka bersama.
Selama empat tahun hidup baru, saya selalu berada di lokasi yang berbeda. 
Ketika baru setahun “hidup baru”, saya berada di Kashmir yang saat itu lagi 
amat tegang oleh perang saudara. Tahun kedua saya sudah diajak Bapak Presiden 
SBY ke USA, Meksiko, Peru, dan Brasil.
Saya agak waswas menempuh perjalanan begitu jauh dan berat saat itu. Tapi, 
ternyata tidak ada masalah yang besar.
Tahun ketiga saya ke Tiongkok untuk check-up total. Tahun keempat, tanpa 
disangka-sangka, saya menjadi CEO PLN dan mengundang 1.000 hufadz untuk 
khataman Alquran.
Allahu Akbar!
Hari ini, lima tahun terlewati dengan penuh berkah. Allah memberikan nikmat 
jauh melebihi dari yang saya gambarkan. Jauh sekali.
Semula, tidak lama setelah saya siuman dari pengaruh anestesi selama 13 jam, 
setelah saya menyadari bahwa operasi saya berhasil (meski masih untuk 
sementara), setelah saya mengucapkan rasa syukur, saya pun bertekad untuk tidak 
lagi mau mengurus perusahaan. Terutama karena selama dua tahun saya sakit toh 
perusahaan tetap berkembang.
Lalu, saya hanya ingin mau mengerjakan tiga hal saja: menjadi guru jurnalistik, 
menulis buku, dan kembali mengurus pesantren keluarga. Kebetulan, keluarga kami 
memiliki lebih dari 100 buah madrasah yang tergabung dalam Pesantren Sabilil 
Muttaqien, yang didirikan oleh seorang mursyid tarekat Syathariyah. Saya merasa 
bersalah karena selama itu saya terlalu sibuk “mencari duit” sehingga kurang 
ikut mengurus pesantren ini.
Sama sekali tidak membayangkan kalau suatu saat saya diminta oleh Bapak 
Presiden SBY untuk menjadi CEO PLN. Saya sudah merasa sangat bahagia kalau bisa 
menjadi guru jurnalistik, menulis buku, dan mengurus pesantren. Tidak ada 
bayangan sama sekali menjadi pejabat.
Saya pun sudah mencoba menolak mati-matian jabatan CEO PLN itu, tapi pada 
akhirnya ini: dengan memperpanjang umur saya, mungkin Allah punya kehendak lain 
yang harus saya kerjakan. Saya pun menerima takdir itu. Pun ketika kemudian 
harus menjadi menteri negara BUMN.
Toh saya masih tetap bisa mengajar jurnalistik, menulis buku, dan mengurus 
pesantren keluarga. Pekerjaan penting menjelang lima tahun “hidup baru” ini 
tentu harus saya lakukan: memeriksa apakah ada sel-sel kanker di badan saya, 
sisa-sisa kanker yang dulu.
Allahu Akbar!
Tidak ada. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
administrator | 6 Agustus 2012 pada 3:49 am | Categories: Catatan Dahlan Iskan, 
Manufacturing Hope | URL: http://wp.me/pe92t-iF 
Komentar    See all comments   
Unsubscribe or change your email settings at Manage Subscriptions. 
Trouble clicking? Copy and paste this URL into your browser: 
http://dahlaniskan.wordpress.com/2012/08/06/setelah-hidup-diperpanjang-lima-tahun/
     
Thanks for flying with  WordPress.com  

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke