Oleh: Puti Reno Raudha Thaib Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat MELANJUTKAN uraian tentang sistem kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago yang telah disampaikan secara ringkas pada minggu lampau, kiranya perlu kita mengetahi masing-masing komponen dalam struktur system kelarasan dimaksud. Setiap kelarasan punya organisasi dengan strukturnya yang khas.
Untuk kali ini, kita akan melihat secara ringkas tentang Rajo Tigo Selo. Institusi ini ada pada kelarasan Koto Piliang, tetapi bukan berarti kelarasan Bodi Caniago tidak memahaminya. Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Tiga orang raja masing-masing terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat yang berasal dari satu keturunan. Ketiga raja dalam berbagai tulisan tentang kerajaan Melayu Minangkabau ditafsirkan sebagai satu orang raja. Itulah sebabnya sejarah mencatat bahwa raja Melayu sewaktu didatangi Mahisa Anabrang dari Singosari yang memimpin ekspesidi Pamalayu bernama Tribuana Raja Mauli Warmadewa. Arti kata tersebut adalah tiga raja penguasa bumi yang berasal dari keluarga Mauli Warmadewa. Antara anggota Raja Tigo Selo selalu berusaha menjaga hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cara saling mengawini dengan tujuan untuk memurnikan darah kebangsawanan di antara mereka, juga untuk menjaga struktur tiga serangkai kekuasaan agar tidak mudah terpecah belah. Raja Alam merupakan yang tertinggi dari kedua raja; Raja Adat dan Raja Ibadat. Raja Alam memutuskan halhal mengenai kepemerintahan secara keseluruhan. Raja Adat mempunyai tugas untuk memutuskan hal-hal berkaitan dengan masalah peradatan, dan Raja Ibadat untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut keagamaan. Ketiga raja mempunyai kedudukan yang kukuh di Pagaruyung sebagai pusat kerajaan. Nah di sinilah uniknya. Setiap raja mempunyai kawasan tersendiri, artinya dia mempunyai kedudukan di wilayah tersebut. Disebutkan bahwa Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung. Raja Adat di Buo. Raja Ibadat di Sumpur Kudus. Hal itu tidak berarti bahwa Raja Adat dan Raja Ibadat berasal-muasal dari Buo dan Sumpur Kudus. Hal inilah yang kini disalah artikan sebagian pemangku adat kita. Dengan mudahnya mereka mengatakan bahwa kedua raja berasal dari Buo dan Sumpur Kudus. Bahwa raja-raja itu mempunyai istri atau selir di daerah itu tentulah lumrah dan bahkan mungkin juga punya anak. Tetapi keturunan tersebut tidak berlaku dalam sistem pewarisan kerajaan yang mengikuti sistem matrilineal. Dalam kaba Cindua Mato kedudukan dan fungsi dari raja-raja ini dijelaskan dalam suatu jalinan peristiwa. Menurut A.A. Navis dalam Alam Terkembang jadi Guru (PT Pustaka Grafitipers 1984, Jakarta) kaba Cindua Mato sebenarnya adalah Tambo Pagaruyung yang diolah jadi kaba. Dalam konteks ini, informasi dari kaba Cindua Mato tentang tugas raja-raja tersebut merupakan sesuatu yang dapat juga dijadikan rujukan. Sedangkan institusi untuk Raja Adat dan Raja Ibadat disebut sebagai Rajo Duo Selo. *** Epaper, Harian Haluan : MINGGU, 3 APRIL 2011 -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/