Jumat, 26 Juli 2013 03:19

Buyuang Ase Malin Marajo begitu hikmat menabuh dulang dari kuningan
berdiameter 65 centimeter itu, dengan ketukan teratur, mengiringi syair
salawat nan didendangkannya. Ditingkahi tabuhan dulang dan sahutan dendang
Sabaruddin, irama jadi riuh. Mengasyikkan, sampai-sampai pinggul tuan-tuan
bergoyang terba­wa hanyut tingkahan dulang dan irama dendang.

Kira-kira setengah jam kemu­dian, Buyuang dan Sabaruddin dari grup Bintang
Harapan menyudahi dendang dengan melempar tanya kepada sepasang pendendang
yang menjadi lawan sandingnya malam itu, grup Gurun Sahara. Alhade Rusdi
dan Zulkani pun memulai dendangnya. Kedua grup Salawat Dulang asal Kota
Padang ini tampil menyemarakkan malam Festival Nan Jombang belum lama ini
di di Rimbo Tarok, Kelurahan Gunung Sarik, Kec. Kuranji Padang.

Sepanjang permainannya, pen­den­dang sesekali membacakan ayat al-Quran
berikut penjelasannya. Masih dalam dendang, di tengah permainan tiba-tiba
irama berganti lagu dangdut yang disambut sorak-sorai dan derai tawa
penonton, tua maupun muda. Kawan di sebelah saya berbisik, “Saya tak begitu
paham lirik yang didendangkannya, tapi saya menikmati irama dan ketukan
dulang yang dimain­kannya”, ujar kawan saya itu. Evi namanya. Usianya tak
jauh beda dari saya, sekitar duapuluhan tahun. Ingin saya katakan padanya,
bahwa sesungguhnya saya juga tak jauh beda dengannya.

Namun beberapa bait dapat ditangkap, ketika si tukang dendang menyampaikan
nasehat terutama ditujukan kepada generasi muda. Barangkali saya, juga
kawan saya itu, mewakili generasi muda Mi­nang­kabau saat ini yang mulai
berjarak dengan kesenian tradisi yang satu ini.

Salawat Dulang disebut juga Salawek Talam, merupakan salah satu tradisi
lisan Minangkabau yang bertema Islam. Bentuk dari kesenian tradisi ini
berupa pertun­jukan dua grup atau lebih, yang disebut duo sandiang, tigo
sandiang, dan seterusnya. Dalam kesenian ini, si pendendang membacakan
hafalan teks yang berisi tafsir al-Quran dan hadits yang telah ditulis
sebelumnya.

Buyuang Ase, salah seorang pendendang dari grup Bintang Harapan asal
Kelurahan Aia Pacah, Padang, menjelaskan, asal-usul kesenian Salawat Dulang
awalnya bermula dari Aceh. Kesenian tradisi bernafaskan dakwah agama ini
dibawa oleh Syeikh Burhanuddin beserta kawan-kawannya ke daerah Pariaman.
Kemudian kesenian ini terus dibawa ke daerah darek, yakni Batusangkar.
Namun, kese­nian yang dibawa dari Aceh pada saat itu hanya merupakan
salawat. Sesampai di Minangkabau, barulah kesenian ini menggunakan dulang
sebagai pengiring dendang.

“Kesenian salawat ini dulunya berasal dari aceh, dibawa oleh Syeikh
Burhanuddin dan kawan-kawan ke Pariaman. Sesampai di darek, digunakanlah
dulang sebagai pem­beri ketukan, mengiringi den­dang salawat. Maka
dinamakanlah ia Sa­la­wat Dulang. Sebagaimana di­katakan, adaik manurun,
syara’ man­daki. Adaik menurun dari darek ke daerah pesisir Minang­kabau,
semen­tara syara’ mendaki dari pesisir ke daerah darek Minangka­bau,”
terang pak Buyuang sembari menyi­mak dendang lawan sandiangnya.

Cerita pak Buyuang, pada tahun 1970, kesenian ini sangat digemari tua dan
muda. Ketika itu belum ada lagu-lagu tambahan seperti saat sekarang.
Dahulu, di surau-surau kerap salawat dulang ini dipertan­dingkan tiga
pasang.

“Kesenian ini dulunya sangat digemari masyarakat, baik tua maupun muda.
Waktu itu penyam­paiannya belum seperti sekarang ini, tidak ada lagu-lagu
tambahan seperti lagu dangdut atau Minang yang diplesetkan. Dalam dendang
Salawat dulang, penyampaian kaji tak bisa beranjak dari sifat nan
duopuluah. Walaupun sekarang sudah ada perkembangan, sekadar bumbu-bumbu
yang disukai anak muda, namun yang dasar tidak hilang”, jelas lelaki 56
tahun ini.

Pak Buyuang mengaku mulai belajar Salawat Dulang sejak tahun 1970-an, dan
sempat vakum sekitar tahun 2006 karena alasan kesi­bukan serta kondisi
kesehatan. Selama itu pula ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.
Karena kecintaannya terhadap kesenian Minangkabau yang satu ini, pak
Buyuang akhirnya kembali menabuh dulang sembari berden­dang bersama kawan
mainnya Sabarudin, sekitar sebulan yang lalu.

“Dulu sempat vakum beberapa tahun, baru satu bulan ini mulai bermain lagi.
Namanya juga hobi”, tuturnya.

Meskipun demikian, pak Bu­yuang beserta pelaku seni Salawat Dulang lainnya
menyimpan kekha­watiran yang sama. Siapa lagi yang bakal meneruskan
kesenian Minang­kabau yang sarat dakwah agama ini setelah generasinya
tiada? Kekhawatiran yang cukup berasa­lan. Sebab, saat ini pemain Salawat
Dulang berusia rata-rata di atas 45 tahun. Tidak ada pemain muda. Kalaupun
ada yang berminat belajar, itupun jumlahnya tidaklah banyak. Hanya
segelintir saja. Hal ini, ungkap beliau, bisa jadi dise­bab­kan
ketidakpahaman mereka terhadap kesenian tradisi yang satu ini. Apalagi
sekarang sudah banyak alat musik modern yang lebih diminati seperti orgen
tunggal.

“Kekhawatiran kami, tak lagi ada pelaku seni Salawat Dulang dari kalangan
muda. Mereka ba­rang­kali tidak begitu paham dengan kesenian ini, ditambah
lagi sekarang sudah banyak yang lebih modern seperti musik orgen tunggal
yang lebih digemari masya­ra­kat,” ung­kap­nya.

Tidak hanya Salawat Dulang, sejumlah kesenian tradisional Minangkabau
lainnya saat ini juga mulai, atau barangkali sudah berjarak dengan
masyarakat teruta­ma di kalangan generasi muda. Kekhawatiran yang dibarengi
kesadaran untuk menciptakan suatu upaya dalam rangka mem­bangkitkan kembali
ruh kesenian tradisional Minangkabau, serta memperkenalkannya kepada
gene­rasi muda, adalah lebih baik dari hanya sekadar merutuki perubahan.
Untuk itu, kegiatan kebudayaan yang memberi panggung bagi kesenian
tradisional, seperti yang rutin digelar di Ladang Nan Jom­bang pada tanggal
3 setiap bulan ini, memang patut diapresiasi. (Yeni/padangmedia)

http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25168:selawat-dulang-kian-menghilang&catid=21:khas&Itemid=190



-- 
*
*
*Wassalam

*
*Nofend St. Mudo
37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok Selatan
Tweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola
*

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke