Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu

Ujian Sehari Sesudah Ujian

Suasana ceria, penuh tawa. Di hari yang berbahagia, hari raya Aidil Fitri. 
Meski hari raya itu sendiri dua versi. Yang kemarin dan yang hari ini. 
Ramadhan, bulan latihan telah berlalu. Kita penuh harap, meski agak 
ragu-ragu, bahwa kita telah kembali suci. Kembali ke fitrah, seperti 
pertama kali dilahirkan ibu kita dulu. Semua dosa kita mudah-mudahan 
telah diampuni Allah. Karena rasa-rasanya, kita telah menjalankan ibadah (tidak 
hanya puasa) Ramadhan kemarin dengan imaanan wahtisaban. 
Dengan dasar iman dan penuh keberhati-hatian, dalam menjaga diri, 
menjaga prilaku, perkataan, pikiran agar jangan sampai bertabrakan 
dengan yang tidak dikehendaki Allah SWT. Dan sekarang bulan suci itu 
telah berlalu.

Penuh tawa dan canda. Di tengah pertemuan silaturrahim antar saudara, antar 
tetangga, antar kerabat. Canda yang elok-elok saja. Yang ringan-ringan 
saja. Yang tidak menohok dan menyikut. Benarkah?

'Aku kesal,' kata Dulhamid.

'Kenapa lagi?' tanya Abas.

'Lebaran bertikai ini lho. Kenapa sih susah benar menyatukan yang seperti ini,' 
desahnya.

'Sudahlah. Toh sudah berlalu.' 

'Bukan begitu..... Ada yang mengatakan bahwa puasa kita hari Selasa kemarin 
itu keliru. Karena sudah masuk bulan Syawal kita masih berpuasa.'

'Kan kita mengikuti arahan pemerintah. Arahan Ulil Amri. Kita kan jadi ma'mum 
saja. Tidak usahlah itu kita pikirkan pula.'

'Ulil Amri?' Dulhamid mengernyitkan kening.

'Ya, ulil amri......... Yang menguruskan urusan kita......'

'Urusan kita yang mana saja yang diuruskannya?'

'Sudahlah.......'


'Tapi...... Katanya justru tidak boleh taqlid seperti itu. Kita juga harus 
memikirkan. 
Entah bagaimana pula caranya aku yang tidak berpengetahuan ini 
memikirkan.'

'Sudahlah. Aku juga kesal,' Sabar menimpali.

'Nah kau kenapa pula?'

'Aku hari Selasa sudah tidak puasa, tapi aku ikut shalat Id hari Rabu. 
Katanya yang seperti itu juga salah. Aku dikatakan tidak konsisten.'

'Siapa yang mengatakan begitu?'

'Ada saja orang..... Huh... Kesal.... Sebal....'

'Tidak apa-apa. Kan bukan malaikat yang mengatakan seperti itu kepadamu.'

'Aku kesal karena kebagian tempat shalat dekat kandang kambing. Baunya ya 
Allah......'

'Itu bagian dari ujian Allah.....'

'Mana imamnya bacaannya panjang sangat lagi...'

'Seberapa panjang? Surah apa yang dibacanya?'

'Aku tidak tahu.... Yang jelas sangat panjang. Katanya yang seperti itu 
menyalahi contoh Rasul SAW....'

'Wuih, hebat kau. Katanya siapa? Panjang, menyalahi contoh Rasulullah SAW tapi 
tidak tahu 
surah yang mana yang dibaca imam. Agak-agaknya kau tidak ikhlas saja. Berapa 
benarlah panjang bacaan imam dalam shalat. Mungkin memang bukan Qulhu dan Inna 
a'thaina yang dibacanya.'

'Aku dengar, kata ustadz, imam harus memendekkan bacaannya. Kan di antara 
ma'mum mungkin ada yang tua-tua. Ibu-ibu yang menyusui, anak yang menangis...'

'Iya, ya.... Tapi tetap saja aku tidak yakin yang kau katakan panjang itu 
benar-benar panjang, sampai berhelai-helai halaman al Quran. Tidak mungkinlah 
rasanya akan seperti itu.'


'Mana khotbahnya panjang dan bertele-tele pula....'

'Apa yang dikhutbahkannya?'

'Entahlah. Tentang puasa juga lagi. Tentang memelihara iman dan taqwa juga 
lagi. 
Entah apa saja lagi yang disampaikannya. Aku sudah kesal saja bawaannya. Tempat 
itu bau sekali. Bau kotoran kambing.'

'Itulah yang sebenar-benar ujian. Mungkin waktu menjalani puasa Ramadhan kau 
masih kurang sabar.'

'Sabar nggak sabarlah. Bagaimana bersabar ketika THR tertunda-tunda pula.'

'Padahal dapat kan?'

'Dapat sih, tapi barang yang mau dibeli dengan uang THR sudah setinggi langit 
harganya.'

'Itulah....... ujian kesabaran. Sama seperti ketika kau shalat Aidil Fitri itu. 
Allah mencoba menguji kau sedikit lagi.'

'Seperti itu? Jangan-jangan aku tidak lulus......'

'Serahkan saja kepada Allah! Tapi berlatihlah untuk lebih sabar. Untuk tidak 
cepat mencela. Apalagi mencela imam dan khatib. Karena kau sendiri 
mungkin belum mampu untuk jadi imam dan khatib.' 

(Merenung sambil terdiam).


*****                                  


Wassalamu'alaikum,

 
Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam
Suku : Koto, Nagari asal : Koto Tuo - Balai Gurah, Bukit Tinggi
Lahir : Zulqaidah 1370H, 
Jatibening - Bekasi

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke