Assalam.Wr.Wb...
Salam sejahtera kapado Angku, Mamanda, Bundo Kanduang sarato Uda jo Uni di 
Palanta wak nang ko, di mano pun barado. Semoga sehat selalu dan tanpa 
kekurangan satu apa  pun jua. Amin....
Sabalumnyo izinkanlah nanda mengaturkan maaf, sebab sebelum tulisan ini nanda 
'lewakan' untuk kedua kalinya di link R@antau-Net, terlebih dahulu telah pula 
nanda kirim dalam bentuk 'attat'. Cuman indak tabaco. hehehe...

Kosmologi Minang Vs Tuhan
Modernitas

Di tengah
kemajuan Ilmu dan Teknologi ,membuat apa saja yang selama ini kita anggap jauh
(jarak) bisa ditempuh dengan hitungan jam.Dulu,informasi berupa pesan
disampaikan melalui surat kertas via pos.Namun sekarang,dalam surat via email
seketika sampai dalam hitungan detik.Maka dari itu kabar mengenai ranah minang
bukanlah hal sulit lagi,semenjak akses internet mewabah dimana-dimana.
Seperti berita pembangunan RS Siloam (RSS) yang peletakkan batu
pertamannya telah berlangsung pada tanggal 10-5 lalu. Tepatnya di Jalan Khatib
Sulaiman, Kota Padang. Dan setelah “tragedi” peletakkan batu pertama RSS
tersebut, mulai menimbulkan “kecamuk” antar tokoh Minang  di ranah 
maupun  rantau.Walaupun itu hanya sebatas “kusut-kusut bulu ayam”.Salah
satu di antaranya sebagaimana Surat Terbuka Mochtar Naim (Sosiolog) yang
ditujukan kepada Irmann Gusman (DPD RI), dan sebelum ditanggapi oleh beliau
terlebih dahulu dijawab oleh Fauzi Bahar, selaku Walikota Padang.
Sungguhpun
demikian, di tengah-tengah kemajuan Iptek dan “kusut-kusut bulu ayam” antar
tokoh Minang itu, setidaknya ada satu hal yang terabaikan—sebagaimana yang
dimaksud Capra sebagai Ekologi Dalam—yang tidak memisahkan manusia dari alam
dan mengakui nilai-nilai intrinsik semua makhluk hidup—dapat menyediakan
konteks filosofi bahkan spiritual yang ideal untuk paradigma ilmiah baru. Yang
sebenarnya jauh sebelum Capra menyebutnya sebagai Ekologi Dalam, bagi
masyarakat adat Minang telah menerapkannya terlebih dahulu walau dengan nama 
atau
istilah yang berbeda. Cuma saja tidak dituliskan sebagaimana Capra dan juga
orang-orang Cina menuliskannya.
Dikatakan
demikian, sebab di dalam dialektika Alam Terkemabang Jadi Guru—Orang Minang
mengambil ajaran dan pandangan hidup mereka seperti yang diaplikasikan dalam
bentuk pepatah, petitih, mamang dan sebagainya, adalah mengambil ungkapan dari
bentuk  sifat dan kehidupan alam.
Alam dengan segala unsurnya mereka lihat senantiasa terdidiri
dari yang empat. Seperti halnya ada matahari, bulan, bumi dan bintang; ada
siang, malam, pagi dan petang; ada timur, barat, utara dan selatan; ada air,
api, tanah dan angin. Semua unsur alam yang berbeda kadar dan perannya itu
saling menghubung, tetapi tidak saling mengikat, saling berbenturan tetapi
tidak saling melenyapkan, dan saling mengelompok tetapi tidak saling
meleburkan. Unsur-unsur itu masing-masing hidup dengan eksistensinya dalam
suatu harmoni, tetapi dinamis sesuai dengan dialektika alam yang mereka namakan
“bakarano bakajaian” atau hukum
kausalitas.
Mengapa harus demikian? Jika di sini kita memakai istilah Capra—Ekologi Dalam
tersebut tidak dipertimbangkan dan diperhitungkan oleh sebagian tokoh Minang
dalam proses pembangunan RSS. Maka apa yang dimaksud dengan konsep seseorang 
untuk bersama dan bersama untuk seseorang dalam falsafah
adat Minang sudah tergadaikan. Itu semua karena menurutkan “sahwat” dalam
pencapaian pada tingkat “tuhan-tuhan modernitas”.
Tuhan-Tuhan Modernitas
Barangkali cara
terbaik untuk menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan pikiran yang diberikan oleh
modernitas jarang sejalan dengan pembelajaran Islam. Adalah dengan
merefleksikan karateristik-karakterisitk modernitas (pola pikir dan norma-norma
‘kebudayaan global’) yang di dalamnya saat ini kita hidup. Maka jelaslah, bahwa
apa pun yang mencirikan modernitas bukanlah tauhid—prinsip pertama pola pikir
Islam. sebaliknya cukup adil untuk mengatakan bahwa modernitas ditandai dengan
lawan dari tauhid. Orang dapat menyebutnya syirik atau “menyekutukan sesuatu
yang lain dengan Allah”, tetapi bagi kebanyakan kaum Muslimin, kata ini terlalu
menyulut emosi untuk bisa membantu menjelaskan pembahasan. William C. Chittick
menyebutkan ciri khas modernitas dengan taktsir, yakni kebalikan harfiah dari
tauhid. Tauhid artinya mempersatukan segala sesuatu, dan, dalam konteks agama,
itu berarti menyatakan bahwa Allah adalah tunggal-Esa. Adapun taktsir artinya
memperbanyak segala sesuatu, dan, memakai istilah Chittick ia berarti
menyatakan bahwa tuhan itu banyak.
Alam Takambang Jadi Guru
Banyak ilmuwan Muslim mengatakan kepada kita bahwa sains-sains
modern membantu mereka melihat keajaiban-keajaiban ciptaan Tuhan, dan ini jelas
argumen untuk mengutamakan ilmu-ilmu alam di atas ilmu-ilmu sosial. Namun
apakah penting mempelajari ilmu atau bio-kimia guna menyaksikan tanda-tanda
Tuhan dalam semua makhluk-Nya? Al-Qur’an terus menerus mengatakan kepada kaum
Muslim: “apakah engkau tidak merenungkan, tidakkah engkau memikirkan, tidakkah
engkau berpikir?”  Tentang apa? Tentang tanda-tanda yang ditemukan,
seperti dalam lebih dari dua ratus ayat al-Qur’an yang mengingatkan kita, dalam
segala hal, terutama gejala-gejala alam. Tak perlu para ilmuwan besar, ataupun
ilmuwan apa saja, untuk memahami bahwa dunia berbicara lantang tentang
keagungan Sang Penciptanya. Orang bodoh pun mengetahui hal ini. Ini adalah apa
yang Nabi sebut sebagai “agama perempuan tua” (din al-aja’iz), dan tak seorang
pun membutuhkan pelatihan professional untuk memahaminya.
Memang benar
bahwa, pemahaman dasar tentang tanda-tanda Tuhan dapat memberikan pengetahuan
yang memadai bagi keselamatan. Apalagi, Nabi pernah bersabda bahwa “kebanyakan
penghuni surga adalah orang-orang bodoh”. Namun, kebodohan yang membawa kita ke
surga menuntut kebodohan dalam urusan-urusan dunia ini, yang di zaman sekarang
hal itu justru tidak mudah didapatkan. Tentu saja “kebodohan” itu jarang kita
temukan di antara para pemikir Muslim, yang sudah jauh “pandai”, yang membantu
menjelaskan mengapa mereka menjadi para doctor, insinyur yang sukses.
Di sinilah
sebagian atau kebanyakan orang akan beranggapan bahwa mereka harus memperoleh
pengetahuan untuk mengendalikan lingkungan sosial dan alamiah dan membuat
kehidupan fisik mereka lebih nyaman. Akan tetapi, dalam pandangan Ibn Yaqzhan,
“mencari pengetahuan” yang Nabi wajibkan atas semua orang beriman bukanlah
untuk pencarian informasi atau kehidupan “lebih baik”. Alih-alih, ia adalah
pencarian pengetahuan diri, kesadaran diri, dan pengenalan tanda-tanda Tuhan di
alam semesta dan jiwa. Ia merupakan pencarian kebijaksanaan dan penguasaan diri,
bukan untuk mengendalikan dan memanipulasi alam dan masyarakatnya.
Maka yang
dibutuhkan dalam tataran dunia kontemporer sebenarnya telah disibak oleh
tanda-tanda yang terdapat dalam ayat-ayat kauniyah, sebagaimana yang dikenal
dalam petuah Minang: “ampek suruhan” dan “ampek tagahan” (empat hal yang
disuruh dan empat hal yang dilarang): “hiduplah seperti rumpun aur, jangan
dicontoh tibarau”; “contohlah beringan di tengah padang, jauhkan sifat seperti
kiambang”; “simaklah enau di dalam rimba, pantangkan jadi bio-bio” dan;
“jadilah seperti paku, jangan seperti benalu”, yang bagi kebanyakan masyarakat
Minang ini bukanlah sesuatu yang asing bagi mereka. Adapun tujuan akhirnya
ialah hablum minallah wa hablum minannas.
Kedua tujuan
akhir yang disebutkan di atas, tidak akan pernah mendekati sempurna tanpa
terpenuhinya tiga petuah berikut: rongga di atas; rongga di tengah dan; rongga
di bawah. Yang dimaksud dengan rongga di atas, adalah ruang kepala, berkehendak
isi pengetahuan. Ibarat dinamo mesin kapal, hulu tenaga baling-baling, pembelah
air di lautan. Tujuannya, orang cerdik adi kuasa, sumber ilmu pengetahuan.
Sains teknologi. Disebut rongga di tengah, yaitu dada rumpun hati, sangkar iman
lubuk agama. Inilah pedoman juru mudi, pengganti kompas bagi nahkoda. Agar tidak
sesat palayaran, hilang tujuan tanah tepi, yang dalam istilah sekarang ialah
moral dan spiritual. Sedangkan rongga di bawah, adalah perut yang minta
dikenyangkan. Umpama barka tempat barang, seandainya muatan kosong  alamat
oleng jalan kapal, dihempas ombak dengan gelombang, menentang keram tidak
berpenumpang. Ekonomi bahasa canggihnya. Itulah tali sehelai berpilin tiga,
tungku yang tiga sajarangan.
Jika kita ingin
hidup sempurna, menjadi orang berharga, penuhilah jasmani dengan rohani, dunia
dapat akhirat pun boleh. Maka penuhkan kepala dengan pengetahuan, dada dengan
agama, dan perut dengan harta. Di atas tungku yang tiga, di situ “tajarang”
kehidupan, masak hakikat manusia insan yang kamil. Tetapi jangan senjang berat
sebelah, rumit neraca menimbangnya. Jika cerdik saja yang dibanggakan, hidup
susah tangan di bawah, tergigit lidah berpetuah.” Begitu pun kalau kita bodoh,
tetapi merasa cerdik, kata tidak berujung. Dikira uang pasak lidah, sombong
terkabur muaranya.
Dari itu, di
atas isilah penuh, cerdik sudah pandai pun ada, yang di bawah muatan banyak,
uang dan harta melimpah. Tetapi jika pasak di tengahnya longgar, iman goyah,
agama tipis, hilanglah pedoman kapal besi. Hendaknya jika kaya suka dermawan,
ringan tangan menolong orang, rajin berzakat dan bersedekah. Jika kita orang
cerdik, kusut ikut menyelesaikan, keruh ikut menjernihkan. Mahal upat murah
nasihat, di situ nagari jadi aman.
Maka setiap
pekerjaan yang hendak dilaksanakan, runding sepatah didahulukan. Bulatkan kata
hati, sesuai dengan pikiran, lihat timbangan hukum syarak, adakah dalam ridha
Allah. Sebab, itulah neraca yang piawai, tidak menipu selamanya. Pun bukanlah
tuhan-tuhan modernitas. Karena telah digariskan dalam al-Qur’an, yang artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. 
Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan,” ( Al-Qasas [28]: 77).
Begitulah yang
dikehendaki kosmologi dalam pandangan masyarakat adat Minang Kabau yang telah
terintegrasi dengan ayat-ayat quliyah. Karena yang mengaku sebagai orang Minang,
berarti ia adalah Islam, walaupun hanya sebatas KTP saja. Sementara itu,
kilasan potret Rang Minang dalam pusaran incaran kristenisasi yang tiada henti
ini, itulah buah dari “kelicinan” Yahudi dan Nasrani. Jika tidak demikian,
dustalah ayat al-Qur’an, yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
“Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu,” (Al-Baqarah, [2]:
120). Ayat ini ‘hidup’! Artinya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
pernah berhenti mensiasati agama-agama lain untuk berpindah kepada agama
mereka.
Akhir kata,
semoga segenap masyarakat adat Minang yang masih memegang teguh dentuman Adat
Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai, Alam
Takambang Jadi Guru, tidak saja mengaplikasinya lewat retorika, melainkan
menjadikannya bagaian dari iman—apa yang disebutkan itulah yang dikerjakan.
Karena “rapunya bangsa selama ini lantaran LAKU mengkhianati KATA, begitu tegas
Buya Prof. Ahmad Syafii Maarif.
Solo, 7/ 6/ 13,

http://seputarsumbar.com/mulyadi-putra-s-sy.html 


________________________________
 
 






________________________________

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke