Anggun.., ditengah bertumpuk editing.. Bunda ingin pula mengimbangi artikelmu " 
mengenang Ruyati ". Kebetulan ini ada di catatan FB bunda..
Mohon maaf jika seperti luapan ' raso ati ambo '. 


`Gak Mau ikut-ikutan`
Gak mau ikut ikutan komen soal pahlawan devisa.
Gak mau komen tentang RUYATI yang dihukum pancung.
Gak ada daya untuk berucap. Gak ada daya untuk membela.
Iitulah diriku kini.
 
Saat waktupun berlalu - kuyakini masyarakat banyak  yang tak acuh.
Jangankan aku yang tak acuh. Wakilku dan Pemimpinku pun tak acuh.
Thoh mereka tak akan mampu membelamu..
Lalu apa mauku ? Lalu apa pula maumu.
Ah yaa.. itulah aku....dan itulah kamu.
 
Tetapi ada apa dengan asam lambungku  ...???
 
Ya.. sudah, aku mengiringi doa untukmu ' wahai Ruyati '.
Apa yang bisa kulakukan..
Hanya dalam sholat ghaibku...?. Hanya dalam doaku..???
Meski ku tak tau.. sejauhmana kesalahanmu.
Meski ku tak tau sejauh mana pengorbananmu.
 
Bukan hanya sekedar devisa bukan ??.
Bukan sekedar materi yang didapat .
Lebih dari itu...bukan ??
Berjuang demi nasibmu..
Berjuang demi anak-anakmu...
Karena Negara tempatmu bernaung tak mampu mensejahterakanmu
 
Teriring doaku untuk mu Ruyati ..
Semoga Allah mendengar doa hamba ini.
"Allahhummaghfir laha warhamha wa'aafiha wa'fu anha".
Tempatkan ia disisi yang terbaik..... Ya Allah...
Terimalah segala amalannya... ya Allah...
 
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
 
 
 
Puspiptek, Serpong, 20 Juni 2011
 
ini marah atau sedih sih.....

 ~ 3vy Nizhamul~
(Kawasan Puspiptek, Kota Tangerang Selatan)





________________________________
Dari: anggun gunawan <anggun_guna...@yahoo.com>
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Terkirim: Jum, 24 Juni, 2011 21:30:20
Judul: [R@ntau-Net] Mengenang Ruyati


Assalamu'alaikum Mamak dan Bundo Kanduang sarato dunsanak kasadonyo.. Manumpang 
ambo ciek mangirimkan artikel di milis ko..:)



MENGENANG RUYATI JIKA DUBESNYA PAK ZARKOWI

Tak ada satpam yang berdiri di depan  pagar. Hanya seorang pembantu wanita  
berumuran 30-an tahun yang  membukakan gerbang pintu. Aku mulai melangkahkan 
kaki menuju teras rumah  sambil menatap taman kecil yang ditanami pohon perdu 
bewarna hijau.  Rumah itu tidak terlalu istimewa. Seperti rumah biasa dengan 
arsitektur  biasa pula. Akupun dipersilahkan masuk oleh seorang bapak tua, yang 
tak  lain adalah tuan rumah yang hendak kutemui. Kembali mataku menerawang  
menatap seisi ruangan. Tetap tak ada yang istimewa, kecuali sebuah  lemari 
besar 
yang berisi deretan buku. Selain itu, hanya ada sebuah TV  flat sekitar 21 inch 
dan sebuah monitor komputer. 


Setelah sedikit basa-basi, bapak tua itu  mulai bercerita banyak hal. Tentang 
kisah hidup yang masih kuat dalam  memorinya. Dengan antusias beliau 
menguraikan 
sekuel-sekuel lama yang  coba kutangkap dengan sedikit pengetahuanku tentang 
sejarah.

Beliau adalah Drs. Zarkowi Soejoeti,  Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Saudi 
Arabia tahun 1997-1999.  Akupun tak menduga bisa bertemu dengan bapak tua yang 
kaya pengalaman  ini dalam 2 kali sore, tadi dan kemarin. Kedatanganku ke rumah 
beliau  semula hanya untuk mengambil berkas kata sambutan untuk buku “Krisis  
Timur Tengah” yang ditulis oleh Mamak Zulharbi Salim (mantan Wartawan  Antara 
di 
Timur Tengah yang kukenal pertama kali lewat milis Rantaunet).  Namanya juga 
anak muda yang dimintai tolong, akupun menurut saja atas  permintaan Mamak 
Zulharbi. Tapi aku tak menyangka, ternyata “tugas” di  tengah kesibukanku di 
CRCS UGM ini memberikan pengalaman berharga  bagiku.

Ketika saat ini banyak orang ribut-ribut  tentang hukuman pancung terhadap 
Ruyati, TKW Indonesia di Saudi Arabia  yang dituduh membunuh majikannya, secara 
tidak sengaja aku bertemu  dengan Pak Zarkowi. Kalau kita mau sedikit mencari 
informasi di  internet, sebenarnya kasus TKW yang dihukum mati di Saudi 
bukanlah  
perkara baru. Di titik inilah aku merasa pertemuan dengan Pak Zarkowi  begitu 
bermakna, karena beliau adalah Duta Besar yang berhasil  membebaskan 4 TKI dari 
jeratan hukum qishas di Saudi Arabia.

Di tahun 1997 itu, saat gejolak dalam  negeri akibat krisis ekonomi, Pak 
Zarkowi 
diamanahi untuk menjadi Duta  Besar di Saudi Arabia. Baru saja sampai di negeri 
tempat kiblat kaum  muslimin itu, beliau sudah dihadapkan dengan 2 perkara 
pelik: TKI Ilegal  yang terlantar dan jeratan hukuman pancung 2 TKI.

“Ada 18.027 TKI ilegal yang kita  kumpulkan di KBRI Jedah. Penuh sesak, hingga 
meluber ke jalan. Saya  kemudian minta izin kepada pemerintah Saudi untuk 
mengosongkan jalan di  sekitar KBRI yang dipenuhi puluhan ribu manusia. Sayapun 
meminjam Madinatul Haj (tempat penginapan jama’ah haji), agar keramaian itu 
bisa 
teratasi.  Abdul Latief (Menteri Tenaga Kerja kala itu) saya kontak untuk  
menyiapkan dana kepulangan. Edi Sudrajat yang diutus untuk melihat  situasi di 
Saudi, merasa iba dengan nasib TKI yang terlantar itu,  kemudian menitipkan 
uang 
$10.000. Tapi tetap tidak cukup, hatta untuk  memberikan makan sehari. Suasana 
semakin keruh, ketika para  preman-preman lokal menakut-nakuti TKI. Mereka 
meminta uang keamanan.”

Untunglah suasana pelik itu tak  berlangsung lama. Hanya dalam waktu sebulan, 
18.027 orang TKI yang  terlunta-lunta di Saudi Arabia bisa dipulangkan ke tanah 
air. Bagaimana  caranya?

“Lewat Menteri Luar Negeri, saya meminta  kepada Pak Harto (Presiden Soeharto) 
untuk mengirimkan armada. Awalnya  meminta kapal laut, tapi pemerintah 
mengirimkan Hercules hanya mampu  mengangkut 300 orang sekali terbang. Jalan 
lainpun ditempuh. Saya  hubungi maskapai penerbangan internasional yang punya 
rute ke Indonesia.  Dengan ancaman, ‘Kalau tidak mau mengangkut TKI, maka 
jangan 
harap bisa  mendarat di Cengkareng.’ Soal uang urusan belakangan. Yang penting  
semua TKI bisa dipulangkan.”

Begitu pula dengan perjuangan beliau  membebaskan 4 TKI dari jeratan hukuman 
mati. Saudi memang dikenal  sebagai negara penganut Mazhab Hambali, salah satu 
mazhab hukum populer  dalam Islam yang agak literal dalam memahami Al Qur’an. 
Kalau mencuri,  dihukum potong tangan. Kalau membunuh, dihukum qishas alias 
nyawa  dibayar nyawa. Kesaklekan hukum Saudi itulah yang dijadikan alasan utama 
 
oleh pejabat negara atas perkara yang menimpa Ruyati. Tapi bukanlah  diplomat 
namanya, kalau tak pandai berdiplomasi.

“Kita sudah sama-sama tahu bahwa Saudi  menerapkan hukum potong tangan dan 
pancung. Tapi sebenarnya ada celah  yang bisa digunakan. Ketika mendengar 
berita 
putusan pancung terhadap  Nasiroh, seorang TKW yang dituduh membunuh 
majikannya, 
kamipun segera  bergerilya. Laki-laki Arab biasanya menikahi lebih dari satu 
perempuan.  Akhirnya, bertemulah kami dengan istri ketiga dari laki-laki 
terbunuh  itu. Setelah bercerita panjang lebar, sang istri sekaligus ahli waris 
 
korban mau memaafkan, sehingga hukuman qishas dibatalkan, diganti dengan  
denda.”

“Tak ada yang sulit, jika mau berusaha.  Tak ada masalah yang pelik, kalau ada 
usaha menyelesaikannya.” Kata-kata  Pak Zarkowi menyentakkanku akan perbedaan 
bak langit dan bumi  menyaksikan respon yang diambil oleh pemimpin negeri ini 
dalam menyikapi  kasus Ruyati. Mencecar, dan mengutuk di media, tapi tetap saja 
sekedar  pepesan kosong, omongan melompong tanpa aksi nyata.

Jika Pak Zarkowi bisa menyelesaikan kasus  TKI yang dihukum pancung dan 
memulangkan TKI yang terlantar di luar  negeri, kenapa Dubes saat ini tidak 
bisa? Aku tak tahu jawaban pastinya.  Namun yang jelas memang ada perbedaan 
semangat antara orang dulu dengan  orang sekarang.

“Saya ini turut berjuang dalam perang  kemerdekaan, Mas. Umur 14 tahun saya 
sudah memanggul senjata. Kakak saya  mati ditembak Belanda. Saya tahu benar 
perihnya meraih kemerdekaan.  Sementara mereka yang menjabat saat ini, hanya 
menikmati saja.” Ungkapan  Pak Zarkowi ini membuat mataku semakin terang, 
tentang dua tipelogi  pejabat: ada orang yang menjabat karena pengabdian untuk 
bangsa, dan ada  juga yang berkuasa hanya demi meraup keuntungan materi dan 
gengsi.  Orang yang berjuang untuk rakyat, pasti memikirkan rakyat. Jangankan  
korupsi, meminta balasan imbalan atas prestasipun mereka tak mau. Tapi  yang 
bertahta karena gila dunia, hanya manis di mulut tapi tak ada  tindakan nyata. 
Boro-boro memikirkan nasib rakyat, malah mereka  bernyanyi riang ketika korupsi 
merajalela.

“Saya sebenarnya mau bersuara. Tapi nanti dibilang terjangkit senior syndrom.” 
Begitu kata Pak Zarkowi mengakhiri pembicaraan kami terkait TKI.

Dalam perjalanan pulang ke asrama, akupun  tercenung lama. Seringkali kita 
mengeluh tentang krisis keteladanan.  Tapi jarang sekali kita mau membuka mata 
tentang keberadaan para sesepuh  yang bermandikan pengalaman hidup. Kita hanya 
menganggap mereka sebagai  orang tua ringkuk yang merepotkan dan tinggal 
menunggu hari kematian.  Kita lupa bahwa mereka sangat ingin bercerita tentang 
kisah hidup yang  bisa menjadi pegangan masih anak-anak muda rapuh seperti 
kita. 
Kita  sering mengabaikan mereka dan merasa mampu membangun masa depan dengan  
kemampuan diri sendiri. Hingga kitapun menjadi generasi sombong,  kemudian tak 
tahu lagi apa arti sebuah perjuangan.

Orang tua jujur dan hebat seperti Pak  Zarkowi sebenarya banyak di sekeliling 
kita. Tapi, memang kita adalah  bangsa yang pelupa. Sakit historia amnesia yang 
begitu akut. Tidak hanya  para pejabat, tetapi juga anak-anak muda yang 
diharapkan menjadi  pelanjut masa depan negeri ini.

Orang tua seperti Pak Zarkowi sangat  ingin memberikan kita nasehat hidup. Tapi 
memang kita terlalu sibuk  dengan dunia baru yang begitu mengasyikan tapi nihil 
akan makna. Sudah  saatnya anak-anak muda seperti kita menjadi mulai 
mendekatkan 
diri  dengan orang-orang tua yang masih peduli dengan nasib negeri ini. Agar  
kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, sebagaimana yang diperbuat  oleh 
generasi yang sedang berkuasa saat ini.

Terima kasih Pak Zarkowi…


Anggun Gunawan
26 tahun - Male Single
Web Admin Center for Religious and Cultural Studies 

Universitas Gadjah Mada
http://grelovejogja.wordpress.com

 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib 
mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke