Precedence: bulk ISTIQLAL, 06/1/2000# MOSI TIDAK PERCAYA BUAT AMIEN RAIS Oleh: Sulangkang Suwalu menarik tulisan Ratyono MSc, pengamat politik alumnus Florida In6titute of Technology US, yang berjudul "Amien Rais salip Gus Dur", karena di dalamnya Ratyono mengemukakan permainan politik Amien Rais dengan gagasan negara federal bagi Indonesia dan kaitannya dengan dukungan Amien Rais atas Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebagai buah dari permainan politik Amien Rais tsb, muncullah Mosi tidak percaya dari GPCP-45 (Generasi Penerus Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945) terhadap Amien Rais, yang Ketua MPR itu. Untuk mengetahui permainan politik Amien Rais tsb, marilah kita ikuti sebagian yang dikemukakan Ratyono MSc dalam tulisannya di atas. AMIEN RAIS MENDUKUNG GAM Menurut Ratyono, Ketua MPR Amien Rais " mencuri start" mendahului pemerintah berkunjung ke Aceh, yang konon dalam kapasitas pribadi. Amien Rais telah lebih dulu berbincang-bincang dengan beberapa tokoh rakyat Aceh. Mengapa terjadi salip-menyalip antara pemerintah di bawah presiden Gus Dur dan Amien pribadi, yang juga Ketua MPR serta penggagas Poros Tengah itu? Ketika kampanye pemilu berjalan, kata Ratyono, Amien Rais yang waktu itu sangat aktif bicara dan begitu yakin bahwa PAN yang dipimpinnya menang dalam pemilu, pernah mengatakan "Wajar jika rakyat Aceh pegang senjata, karena ditindas oleh pemerintah. Dengan pernyataan ini, Amien Rais secara terang-terangan mendukung Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau paling tidak memberi "pembenaran" terhadap upaya GAM untuk melepaskan Aceh dari republik tercinta. Pernyataan ini diutarakan Amien Rais ketika menanggapi Peristiwa penyerangan rakyat Aceh terhadap Den Rudal TNI di Aceh. Amien Rais juga orang pertama yang melontarkan gagasan negara federal bagi Indonesia. Gagasan itu mungkin diilhami pengalamannya sekama dia berada di negeri Paman Sam. Para petinggi PAN pula yang memimpin perwakilan parpol yang antara lain menyntut agar presiden BJ Habibie membatalkan pembentukan Kodam di Aceh. Amien Rais yang kini menduduki jabatan Ketua MPR atas jasa Poros Tengah itu mengatakan bahwa referendum adalah cara terakhir untuk menyelesaikan masalsh Aceh. Ketua Umum PAN ini mengatakan bahwa pemerintan dengan segala upayanya sudah mentok. ARTI KUNJUNGAN AMIEN RAIS KE ACEH Menurut Ratyono, bila ditarik garis antara sikap Amien Rais yang membenarkan rakyat Aceh pegang senjata, gagasan negara federal, tuntutan pembatalan Kodam, referendum adalah cara terakhir, jelas sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan nasional. Maklumlah kedudukan Amien Rais yang Ketua MPR. Kehadiran Amien Rais di Aceh, yang mendahului alias menyalip pemerintahan Gus Dur, dapat diasumsikan sebagai kelanjutan sikap politiknya yang kebarat-baratan. Sikap Ketua MPR ini akan memberikan dampak negatif yang luas pada rakyat Aceh dan daerah lain. Seharusnya Amien sebagai Ketua MPR memberikan kesempatan kepada pemerintah selaku eksekutif untuk mengambil langkah penyelesaian. Amien Rais seharusnya berpidato di forum MPR dan bukan di luar, yang terkesan bahwa terjadi persaingan antara Amien dengan pemerintah. Apakah tindakan Amien Rais ini sebagai pencerminan demokrasi atau penyaluran hobi konflik. Atau karena sedang ada beban intervensi asing yang tidak dapat dia elakkan? Reformasi menuntut sistem politik yang checks and balances. Namun kenyataan Amien Rais yang demokrator yang mengaku reformis, justru melakukan tindakan yang tidak checks dan tidak balances. Tidak berlebihan bila diasumsikan bahwa sikap Amien Rais yang sejak semula mendukung GAM, tidak akan menghasilkan penyelesaian masalah Aceh secara damai dan dalam kerangka negara kesatuan RI. Sikap rakyat Aceh semakin mengkristal dengan tuntutan referendum dan bahkan siap perang bila referendum ditolak oleh pemerintah, mungkin saja ada korelasinya dengan kunjungan Amien Rais. Sekalipun asumsi ini perlu pembuktian untuk menguji kebenarannya, namun garis lurus yang menghubungkan sikap Amien Rais selama ini, ada korelasinya dengan sikap rakyat Aceh yang memvonis akan melakukan aksi bersenjata 4 Desember 1999 mendatang, sebagai batas akhir. Bila pemerintah menolak referendum yang salah satu opsinya adalah merdeka, maka rakyat Aceh akan memukul genderang perang. Menurut Ratyono lebih lanjut banyak pihak yang bermain di Aceh. Mereka secara terpisah atau link up memberikan dukungan kepada GAM yang memang berniat terus berjuang untuk memisahkan Aceh dari RI. Pemerintah mengindentifikasi anatomi konflik yang ada di Aceh, sehingga dapat menentuka kebijakan secara proporsional, bukan secara emosional, dengan menuruti tuntutan keistimewaan Aceh semata-mata. Pemerintah tidak perlu mengambil sikap kompromi terhadap mereka, karena pihak imperialis dan kolonialis terbiasa memberlakukan standar ganda dalam menjalankan politik luar negeri mereka. Penyelesaian masalah Aceh memang harus dilakukan secara damai dan dialog dilaksanakan antara pemerintah dengan rakyat, bukan dengan GAM. Pemerintah juga tidak perlu menurut nafsu rakyat Aceh. Negosiasi yang dilakukan harus memperhatikan kepentingan Aceh, kepentingan daerah lain yang masih "melarat" dan kepentingan nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Bila penyelesaian damai dan proporsional tetap ditolak maka kemungkinan penolakan itu dilakukan oleh rakyat di bawah tekanan GAM. GAM memang selalu menggunakan rakyat sebagai "tameng", baik dalam aksi bersenjata, maupun politik dan mereks dapat dipastikan menolak penyelesaian apapun dalam kerangka negara kesatuan RI. Sebaiknya pemerintah menguatkan komitmen untuk terus berjuang mempertahkankan keutuhan RI. Bila GAM terus mengacau upaya pemerintah dan mencoba melakukan aksi bersenjata, maka pemerintah bersama DPR masih punya rakyat dan TNI untuk menumpas GAM sampai rata tanah. Pemerintah tidak boleh menyerah, karena bila hal itu terJadi, maka rakyat dan TNI tidak akan tinggal diam. MOSI TAK PERCAYA BUAT AMIEN RAIS Tampaknya bukan Ratyono saja yang mencermati adanya korelasi kunjungan Amien Rais ke Aceh dengan sikap rakyat Aceh menuntut referendum, malah Generasi Penerus Cita-Cita Prolamasi 17 Agustus 1945 (GPCP-45) telah sampai pada kesimpulan: mengajukan Mosi tidak percaya buat Amien Rais. Menurut Rakyat Merdeka, belum genap dua bulan Amien Rais menjabat Ketua MPR RI sudah mendapat Mosi tidak percaya dari GPCP-45. Mosi itu disampaikan di Gedung MPR/DPR Jakarta. PPCP-45 menyampaikan dalam bentuk Surat Terbuka dan diserahkan kepada Ketua MPR, Ketua DPR dan para Ketua Fraksi di DPR. Mosi tidak percaya ini terpaksa dikeluarkan, karena kepergian Amien ke Aceh, yang dinyatakan sebagai kepergian pribadi dan bukan selaku Ketua MPR dinilai GPCP-45 sebagai perbuatan yang tidak tahu azas. Di mata GPCP-45 Amien telah melakukan pelecehan terhadap prosedur kenegaraan dalam praktik-praktik menentukan nasib rakyat, bangsa dan negara. Tindakkannya kontraproduktif dan cenderung mengarahkan adanya konspirasi politik untuk memfungsikan MPR bukan hanya sebagai fungsi kontrol, tetapi sekaligus menjadi kekuatan politik untuk menjatuhkan pemerintah. Dalam pandangan GPCP-45, telah terjadi redusir sistem pemerintahan presidensial kearah sistem parlementer. GPCP-45 juga menganggap Ketua MPR Amien Rais telah melanggar sumpah jabatannya dan pengingkaran terhadap sejarah, serta pengingkaran terhadap kesepakatan bangsa Indonesia. Karena beberapa waktu yang lalu Amien pernah menyatakan akan memperjuangkan sistem Federalisme. ARTI MOSI TIDAK PERCAYA GPCP-45 Jelas kiranya, bahwa mosi tidak percaya tidak akan diajukan Generasi Penerus Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sekiranya Amien Rais dalam berpolitik berjalan di jalan rakyat dan bukan berjalan di jalan kepentingannya sendiri. Memang Mosi tidak percaya yang disampaikan GPCP-45 terhadap Ketua MPR Amien Rais belum akan menjatuhkan Amien Rais dari kedudukannya yang yang sekarang. Karena Mosi tidak percaya itu bukan diajukan oleh anggota anggota MPR. Tetapi arti politiknya besar sekali. Ia merupakan sebuah pendidikan politik. Baik bagi Amien Rais sendiri maupun bagi yang lain. Rakyat dewasa ini tidak akan menelan begitu saja semua permainan politik yang dilakukan elit politik. Rakyat semakin kritis. Bagi Amien Rais sendiri ia bisa memeriksa diri: apakah dirinya telah berjalan di jalan yang benar atau keliru menurut ukuran rakyat. Ukuran benar dan kelirunya ialah menguntungkan bagi rakyat banyak atau merugikannya. Bukan menguntungkan atau merugikan bagi kepentingan pribadinya Amien Rais yang menjadi ukuran kebenaran atau kekeliruan. Bila Amien Rais tak mau belajar dari Mosi tidak percaya ini, di masa mendatang tentu Amien Rais akan lebih banyak menghadapi mosi-mosi tidak percaya dalam berbagai variasinya. Semuanya berpulang kepada Amien Rais.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html