Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 02/III/22 - 30 Januari 2000 ------------------------------ FUNDAMENTALISME (LUGAS): Aksi sejuta umat di silang Monas beberapa waktu lalu, mengingatkan kita tentang sejumlah potensi masalah dalam kehidupan berbangsa kita. Aksi itu adalah upaya pamer kekuatan kelompok Islam garis keras dengan mengandalkan massa. Show force ini bertujuan untuk menakut-nakuti pemerintah, agar memperhatikan keinginan-keinginan mereka. Gus Dur sendiri menganggap aksi tersebut, upaya untuk menjatuhkannya. Pemaksaan kehendak menggunakan massa, seperti diramalkan, memang akan jadi penghambat utama kedewasaan berdemokrasi kita. Celakanya, sejumlah politisi yang diharapkan jadi motor demokrasi, terlibat dalam cara-cara ini. Amien Rais dan Poros Tengah-nya misalnya, merasa perlu membonceng massa Islam untuk mengancam Gus Dur. Demikian pula dengan militer. Aneh tapi nyata, di aksi tersebut ada tuntutan pembubaran Komnas HAM. Untuk apa? Satu-satunya kekuatan yang berkepen-tingan membubarkan Komnas HAM, tak lain adalah militer. Sebab, dari sinilah bermarkas KPP-HAM yang kini jadi musuh para jenderal. Kedua kekuatan tadi tak peduli dengan dampak lebih besar dari aksi itu. Menggiring massa dengan simbol-simbol agama, ibarat memberi pupuk pada gerakan fundamentalisme agama. Ini jelas-jelas kemunduran besar. Belajarlah dari sejarah seribu tahun lalu, gejala begini tak pernah membawa berkah bagi kemanusiaan. Yang ada hanya perang. Tragedi. Agama yang seharusnya mengantar manusia lebih dekat dengan Tuhan, justru jadi alat untuk saling memangsa. Saat ini, di ibukota, sedang terjadi gerilya penganut fundamentalisme agama melalui lapisan masyarakat bawah. Diberitakan The Jakarta Post, seorang remaja pengasuh anak (babysitter) berumur 15 tahun, beberapa hari lalu mencuri perhiasan majikannya senilai Rp35 juta. Semestinya, berita itu tak istimewa. Tapi, saat remaja tadi tertangkap, di dompetnya terdapat kartu anggota Negara Islam Indonesia (NII). Bukan satu-dua orang babysitter saja, atau pembantu, yang berideologi seperti ini. Cerita sejumlah pembantu rumah tangga yang baru pulang mudik menguatkan hal ini. Konon, mereka didekati orang-orang yang mendoktrin agar bergabung dengan gerakan untuk menghancurkan pemerintah yang menjalankan ajaran Islam yang salah. Bayangkanlah betapa dahsyat ledakan yang mungkin terjadi dari masyarakat kelas bawah, jika mereka dijadikan mesin penghancur. Para politisi dan militer (khususnya intelejen), sadarlah. Ini terjadi di ibukota negara, di pusat kekuasaan. Milikilah sedikit patriotisme. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html