Precedence: bulk NAMA WIRANTO MENGHILANG DALAM LAPORAN AKHIR KPP HAM? JAKARTA, (TNI Watch!, 12/2/2000). Menurut beberapa wartawan yang biasa meliput kegiatan KPP HAM, tersiar kabar yang agak aneh: nama Wiranto tidak lagi masuk dalam daftar "Rekomendasi KPP HAM". Nama Wiranto hilang, namun masuk lagi nama baru, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi. Memang ada dua macam dokumen yang dikeluarkan KPP HAM. Dokumen pertama adalah "Executive Summary" (ringkasan eksekutif) yang sudah diserahkan pada Kejaksaan Agung pada 31 Januari lalu. Kemudian dokumen kedua, adalah "Laporan Lengkap", yakni versi yang lebih panjang dan lebih rinci dari "Executive Summary", yang baru diserahkan ke Kejaksaan Agung, hari Rabu (9/2) kemarin. Antara kedua dokumen itulah, terjadi perbedaan daftar nama, terutama menyangkut Wiranto, sebagai figur yang paling disorot dalam kasus ini. Nama Wiranto muncul di "Executive Summary", namun menghilang di "Laporan Lengkap". Hal sebaliknya terjadi pada Garnadi, yang sekonyong-konyong namanya muncul pada versi "Laporan Lengkap". Bagaimana bisa terjadi perubahan nama seperti itu? Agak sulit memastikannya, karena anggota KPP HAM sangat tertutup kalau ditanya soal nama-nama. Bila isu mengenai terhapusnya nama Wiranto itu benar adanya, ini tampaknya sejalan dengan perkembangan politik di tanah air seminggu terakhir. Seperti sebuah kebetulan, hilangnya nama Wiranto itu bersamaan dengan mengendornya tekanan terhadap Wiranto. Dan pada saat yang sama, Gus Dur "membagi" tekanan pada Feisal Tanjung. Gus Dur mulai menekan Feisal Tanjung, berkaitan dengan rencana pembunuhan atas dirinya (Gus Dur) dan Mbak Mega, serta soal keterlibatan Feisal Tanjung dalam "Peristiwa 27 Juli (1996)". Dan seperti sebuah kebetulan juga, salah seorang asistennya saat menjabat Menko Polkam, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi, masuk dalam daftar "Rekomendasi KPP HAM" versi "Laporan Lengkap". Masuknya nama Garnadi, terkait dengan selembar surat, yang kemudian dikenal sebagai "Dokumen Garnadi". Tampaknya Gus Dur tidak ingin Feisal Tanjung menikmati masa pensiunnya dengan tenang. Feisal Tanjung masih harus menanggung "dosa" politiknya di masa lalu. Berkurangnya tekanan Gus Dur terhadap Wiranto, merupakan respon positif Gus Dur atas kesediaan Wiranto untuk mundur selaku Menko Polkam. Sebagaimana dikatakan pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bakti, Wiranto bersedia mundur, namun Wiranto masih mencoba bargaining, agar penggantinya juga dari militer. Kalau Gus Dur sekarang ini melakukan tekanan terhadap Wiranto dan Feisal Tanjung, itu bisa ditafsirkan Gus Dur sedang berlaku sebagai representasi korban-korban politik Orde Baru. Korban-korban politik itu kini, melalui tangan Gus Dur, tengah melakukan gugatan terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai penanggung jawab atau operator kebijakan politik penguasa rejim Orde Baru. Berarti pihak-pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban akan terus berkembang, bukan sebatas Wiranto dan Feisal Tanjung. Bila TNI sebagai institusi sudah cukup mendapat hukuman, berupa citranya yang runtuh hingga titik terendah. Kini giliran "oknum-oknum" pimpinan TNI yang secara personal, harus menanggung perilakunya di masa lalu. Selain nama Wiranto dan Feisal Tanjung, nama lain yang jelas masuk kategori "berdosa" (baik secara politis maupun pidana) adalah: Letjen TNI Syarwan Hamid, Letjen TNI Soejono, Jenderal TNI Hartono, Letjen TNI Tarub, dan beberapa perwira tinggi lain, yang namanya tertanam kuat dalam memori Gus Dur. Jadi "bom waktu" yang akan membuat perwira-perwira itu tidak dapat tidur nyenyak, tinggal soal waktu saja. *** _______________ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html