Precedence: bulk PEMBERSIHAN ANGKATAN DARAT JAKARTA, (TNI Watch!, 5/1/2000). Pernyataan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Sudrajat, bahwa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bukan Panglima Tinggi (Pangti) yang dimuat di sejumlah media massa cetak ibukota ditanggapi dengan segera. Sebelum Idul Fitri, Gus Dur akan "membereskan" Angkatan Darat. Pernyataan Sudrajat adalah puncak dari ketegangan hubungan Gus Dur vs klik Jendral TNI Wiranto (Menteri Koordinator Politik dan Keamanan). Ketegangan itu, terutama karena Gus Dur mengijinkan dibentuknya Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) Hak Asasi Manusia (HAM), untuk menyelidiki para jendral klik Wiranto, termasuk Wiranto sendiri, dalam kasus kejahatan perang di bekas propinsi Timor Timur, pasca jajak pendapat. Dua pekan lalu, juga sudah beredar kabar, klik Wiranto akan mengkudeta pemerintahan Gus Dur, selepas Idul Fitri, 9 Januari 2000. Kabar itu lalu dibantah Sudrajat, sebelum Natal, Desember lalu. Namun, bantahan itu tampaknya tidak diikuti dengan itikad baik, karena kemudian Sudrajat mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan, yakni Gus Dur bukan Panglima Tertinggi TNI, sesuai pasal 10 UUD 1945, karena ia berasal dari sipil. Pernyataan Sudrajat bisa dimaknai bahwa TNI tidak perlu tunduk pada Gus Dur dan bagi Gus Dur ini artinya pembangkangan. Selama ini, Gus Dur sama sekali tidak bisa mengontrol Mabes TNI. Di Mabes TNI sendiri kini ada dua komando. Pertama, komando Panglima TNI, Laksamana TNI Widodo AS (Angkatan Laut), dan komando "bayangan" di bawah Wakil Panglima TNI Jendral TNI Fachrul Razi (Angkatan Darat). Tampaknya, komando dari Angkatan Darat yang kini dominan di Cilangkap. Widodo, sebagai seorang jendral dari Angkatan Laut yang selama ini berada di bawah bayang-bayang Angkatan Darat, sama sekali tak berkutik terhadap perilaku komando bayangan tadi yang sebenarnya merupakan para personil di bawah komandonya. Klik Angkatan Darat di Mabes TNI adalah para pembantu Widodo, yakni Fachrul sendiri, Soedrajad, dan para jendral Angkatan Darat lainnya yang menguasai Mabes. Bos besar klik ini adalah Menko Polkam, Jendral TNI Wiranto (Baca: Angkatan Darat vs Gus Dur, Xpos, 2-8 Januari 2000). Sejak Gus Dur memerintah, Wiranto telah memutasi para jendral dan kolonel dari Mabes TNI yang tidak mendukungnya ke pos-pos di luar Jakarta, dan sebaliknya menarik para pendukungnya ke Cilangkap. Jadi, praktis, kendati berada di kabinet sipil, Wiranto masih menguasai komando Mabes TNI Gus Dur tampaknya tanggap, ia dalam bahaya. Lalu, info yang diperoleh dari para elite Partai Kebangkitan Bangsa mengatakan, Gus Dur akan merombak Mabes TNI. Pertama-tama ia akan mengganti Panglima TNI, Laksamana TNI Widodo AS. Penggantinya adalah Letnan Jendral TNI Agum Gumelar (Menteri Perhubungan). Agum punya tugas berat, membersihkan para jendral klik Wiranto di Mabes TNI seperti Mayjen TNI Sudrajat, Jendral TNI Fachrul Razi (Wakil Panglima TNI). Agum adalah jendral yang pernah "disakiti" Wiranto, yakni ketika Presiden terpilih (Gus Dur) atas usul Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, hendak mengangkat Agum jadi Panglima TNI menggantikan Wiranto. Mengetahui Gus Dur memilih Agum, Wiranto buru-buru mencegahnya. Gus Dur, karena ketika itu masih percaya pada Wiranto menuruti permintaan Wiranto, lalu ia memilih Laksamana TNI Widodo yang ketika itu Wakil Panglima TNI. Cerita "by pass" Wiranto ini didengar Agum. Pria kelahiran Tasikmalaya, 1 Desember 1945 ini marah. Ia menelpon Wiranto. Jawaban Wiranto: "Ada yang ingin mengadu domba kita, dik". Agum tak puas dengan jawaban itu dan telepon ia banting. Sejak itu ia tak mau bicara lagi dengan Wiranto. Agum adalah letnan jendral paling senior di Angkatan Darat. Ia alumnus Akmil 1968, pernah menjadi Komandan Jendral Kopassus, Kepala Badan Intelijen ABRI, Pangdam VII Wirabuana dan Gubernur Lemhanas. Tampaknya, Agum mengemban tugas khusus dari Gus Dur, yakni mengamankan pemerintahan sipil Gus Dur dari ancaman kudeta Angkatan Darat, karena di samping pengangkatan Agum jadi Panglima TNI, Gus Dur juga akan menggusur Wiranto dari jabatan Menko Polkam, bersamaan dengan pengangkatan Agum. Jika demikian, Agum harus merombak susunan personel, baik di Mabes TNI yang disesaki orang-orang Wiranto, maupun para komandan kesatuan Angkatan Darat yang pro Wiranto. Pertama-tama, ia harus menyingkirkan yuniornya, Wakil Panglima TNI, Jendral TNI Fachrul Razi (Akmil Angkatan 1970), yang secara kepangkatan sebenarnya lebih berhak menduduki jabatan puncak TNI itu. Lalu, Mayjen TNI Sudrajat dan lain-lain. Jendral lainnya yang harus disingkirkan Agum adalah Panglima Kostrad, Letjen TNI Djadja Suparman, pendukung setia Wiranto. Lalu, Agum akan merekrut para jendral yang pro Gus Dur, melengkapi yang sudah ada seperti Pangdam Jaya Mayjen TNI Ryamizard Riyachudu, KSAD Jendral TNI Tyasno Sudarto, Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agus Wirahadikusuma dan lain-lain. Gus Dur, tampaknya akan memenangkan "pertempuran", dan ia akan dipulihkan kembali posisinya sebagai Panglima Tertinggi TNI, setelah sebelumnya jabatan itu "dicabut" secara sepihak oleh Mayjen TNI Sudrajat. *** _________________ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html