Bupati Karo: Nasionalisme Pemuda Semakin Menurun
  Berastagi (SIB)
Nasionalisme kebangsaan pemuda sejak beberapa tahun belakangan mengalami 
penurunan. Oleh karena itu perlu dilaksanakan berbagai kegiatan untuk 
meningkatkan kembali rasa nasionalisme itu.
Hal itu dikatakan Bupati Karo Drs DD Sinulingga melalui Kadis Kesbang dan 
Linmas Pemkab Karo, Suang Karo-karo dalam kata sambutannya saat membuka seminar 
wawasan kebangsaan yang dilaksanakan DPD KNPI Kabupaten Karo, Rabu (5/12) di 
Hotel Mickey Holiday Berastagi. Kegiatan yang dihadiri ratusan undangan dari 
berbagai elemen itu berjalan cukup lancar.
Ketua DPD KNPI Sumut Rolel Harahap memaparkan panjang lebar tentang pemuda di 
masa sekarang ini. Saat ini katanya, banyak masalah yang dihadapi pemuda, 
antara lain pendidikan pemuda yang rendah, kemiskinan, angka pengangguran yang 
tinggi, penyalahgunaan narkoba, kriminalitas di kalangan pemuda dan kurangnya 
peran pemuda dalam menentukan kebijakan politik. Untuk itu perlu diberikan 
keleluasaan pemuda dan mahasiswa untuk mengekspresikan dirinya dalam 
mentransformasikan nilai-nilai nasionalisme bangsa. Dengan bakat yang dimiliki 
masing-masing pemuda maupun generasi bangsa diharapkan peran sertanya berbuat 
semaksimal mungkin memberikan kontribusi nyata terhadap proses pembangunan.
Kegiatan yang dihadiri oleh Dosen USU, Wara Sinuhaji dan Dekan Fakultas Hukum 
Universitas Karo (UKA), Berlian Br Tarigan SH MHum, Ketua DPD KNPI Kabupaten 
Karo Ferianta Purba, SE dengan moderator Drs Daniel Manik ini, dilanjutkan 
dengan kegiatan wisata meninjau tugu perjuangan Halilitar di Desa Bertah 
Kecamatan Munte. (M30/d)
  --
   
     Republik Kapling
  Oleh Tamrin Amal Tomagola *

PARA nasionalis-fanatik Indonesia, khususnya mereka yang mengacu pada paham 
state nationalism, cenderung dengan mata mendelik mempertahankan bentuk Negara 
Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI sebagai wujud final yang haram 
untuk ditawar, baik sebagai sekadar gagasan maupun dalam gerakan separatis 
secara damai, apalagi bersenjata.

Sambil menabuh genderang perang terhadap setiap gerakan pemecah belah, 
khususnya para separatis dan aktivis LSM yang dinilai tidak nasionalis-almarhum 
Munir misalnya-mereka terus berilusi bahwa tubuh Ibu Pertiwi NKRI itu masih 
utuh.

Maraknya pengaplingan

Mereka cenderung menutup mata terhadap kenyataan yang telah mulai mengeras 
sejak masa Orde Baru bahwa sesungguhnya setiap jengkal dan petak bumi Nusantara 
ini telah dipecah-pecah dalam satuan kapling ekonomi-politik. 

Ukuran kapling-kapling itu bervariasi sesuai dengan skala modal yang ditanam 
dan jumlah upeti yang diselundupkan ke rekening pejabat negara dan daerah serta 
para anggota DPR pusat dan daerah.

Bukit-bukit Timika untuk Freeport, Lhok Seumawe untuk Exon Mobil, beberapa 
kabupaten di Sulawesi Selatan untuk Monsanto, Buyat-Minahasa dan Sumbawa untuk 
Newmont International, Teluk Bintun di Papua Barat untuk British Petroleum, 
Kalimantan Timur untuk PT Kaltim Prima Coal, hutan Papua untuk 
sejumlah jenderal pensiunan. Bahkan, Pulau Dewata kebanggaan Indonesia di Bali 
nyaris menjadi negara bagian ke-9 Australia. Semakin banyak usaha 
ekonomi-kesenian skala menengah dan besar di Bali dan Jepara, Jawa Tengah, 
berpindah tangan ke pemodal asing. Satu-satunya Taman Burung di Bali pun berada 
di tangan pemodal asing.

Tidak hanya tubuh Ibu Pertiwi yang sudah centang-perenang dikapling, birokrasi 
negara-sipil dan militer-baik pada tingkat nasional dan daerah sudah lama 
tercabik-cabik dikapling-kapling oleh berbagai satuan mafia birokrat dengan 
sistem sel berjenjang yang rumit merata di seluruh Nusantara 
tanpa kecuali. 

Bila Direktorat Jenderal Pajak, Bea dan Cukai, serta Ditjen 
Anggaran Depkeu belum telanjur diduduki oleh satuan-satuan tikus berseragam, 
kita masih dapat berharap bahwa pajak yang dibayar oleh perusahaan asing maupun 
nasional masih dapat diselamatkan dan digunakan untuk sebesar-besarnya 
kemaslahatan rakyat.

Bila di departemen yang dulu bernama Pekerjaan Umum (PU) juga sunyi dari 
pemalak-pemalak berseragam, maka kita masih dapat berharap bahwa jalan-jalan 
tidak berlubang-lubang. Bila di Departemen Perhubungan tidak terjadi 
pengaplingan proyek, maka kita tentu saja layak bermimpi punya 
pelabuhan-pelabuhan-darat, laut, udara, dan sungai-yang mampu beroperasi 
lebih lama dari seumur jagung. Bila Departemen Pendidikan Nasional mampu 
menghentikan lagu lama Love Me Tender tentu saja anak-anak dapat diselamatkan 
dari kebingungan gonta-ganti buku pelajaran dan pemaksaan ujian nasional yang 
beruang 45 miliar rupiah

Dan yang paling tragis adalah Departemen Sosial dengan seluruh jajarannya di 
daerah-daerah di mana dana pengungsi bermiliar rupiah ludes tanpa dapat 
dilacak. Di wilayah konflik dan bencana malah dana-dana itu dipakai untuk 
tim sukses meraih suatu jabatan tertentu seperti yang dilaporkan Sdr Arianto 
Sangaji dalam tulisannya berjudul "Proyek Kekerasan di Sulawesi Tengah" 
(Kompas, 14/12/2004). 

Begitu haus dan rakusnya para pejabat sipil adigang-adigung ini melahap semua 
lahan-lahan finansial ini sampai-sampai 
lapangan parkir, termasuk di kampus-kampus (sic!) telah dikapling-kapling.

Aparat penegak hukum dan keamanan juga tidak mau ketinggalan dalam pesta 
nasional mengkapling-kapling bumi pertiwi dan birokrasi negara serta daerah. 
Setiap perempatan jalan dan tempat-tempat hiburan di kota-kota serta pangkalan 
ojek secara teratur mempersembahkan upeti dalam jumlah berkali-kali lipat gaji 
seorang kepala polres. 

Suatu perkara dapat ditelantarkan bertahun-tahun tanpa kabar (kasus pembobolan 
BNI misalnya) bila ada intervensi kekuasaan uang atau politik-administratif. 
Lembaga Kejaksaan, menurut seorang pengamat kepolisian, malah jauh lebih parah 
dalam 
memeras para tersangka. Porsi upeti sebanding dengan luasnya kapling otoritas 
jaksa tertentu. Para hakim juga setali tiga uang dengan rekan-rekan mereka di 
Kejaksaan. Beberapa faksi militer menjadi pelindung dan bahkan pelaku dalam 
illegal logging, pencurian ikan laut, perkebunan, dan 
perdagangan ganja. 

Keamanan menjadi komoditas yang dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga para 
aparat keamanan selalu tampil sebagai pahlawan pengawal dan pembela NKRI dan 
penjamin keamanan rakyat. Dalam kenyataannya, mereka lebih sibuk menjaga 
keamanan kapling-kapling satuan kepentingan, baik 
finansial maupun promosi kenaikan pangkat mereka sendiri.

Negara semakin impoten

Keadaan NKRI yang sudah sedemikian dikeroposi dan digembosi dari dalam oleh 
aparat birokrasinya sendiri nyaris memustahilkan efektifnya pelaksanaan setiap 
kebijakan maupun perangkat perundang-undangan yang ada. Bagaimana 
bisa suatu kebijakan nasional ditegakkan bila daftar isi dokumen kebijakan 
(Propenas misalnya) juga sudah dikapling-kapling. Bab sekian untuk departemen 
A. Subbab sekian sampai sekian untuk Ditjen A1, sedangkan subbab sisanya untuk 
Ditjen A2 dan A3.

Adalah menarik menyaksikan bagaimana para wakil setiap bagian dari birokrasi 
itu berdebat berjam-jam tentang penggunaan istilah tertentu. Ternyata tiap 
istilah yang digunakan punya implikasi di bagian mana sebuah proyek berikut 
dananya akan dialokasikan. Belum lagi bila bagian birokrasi tertentu harus 
berhadapan baik dengan aparat Ditjen Anggaran, Depkeu, maupun Bappenas dalam 
suatu dagang sapi proyek yang sangat merendahkan martabat bangsa.

Pengeroposan negara ini dari dalam tubuh birokrasinya sendiri adalah sebab 
utama dan pertama mengapa gonta-ganti presiden lima kali dalam enam tahun 
terakhir tidak membawa perubahan apa-apa dibandingkan dengan Thailand yang 
satu kali pergantian perdana menteri telah banyak mengubah nasib rakyat 
kecilnya (The Economist, 5/2/2005).

Sebab kedua semakin impotennya negara adalah semakin berjalinkelindannya 
keterkaitan berbagai masalah nasional dengan setumpuk faktor-faktor penyebab 
yang berada di lingkup tataran regional bahkan global. 

Masalah-masalah utama dan mendasar, seperti masalah perdagangan narkoba, 
perdagangan teknologi 
radioaktif dan nuklir, kerusakan lingkungan, perdagangan senjata, 
perdagangan anak dan perempuan, tenaga kerja tak berdokumen, pencucian uang, 
dan terorisme semakin mustahil diselesaikan secara sendiri-sendiri oleh tiap 
negara. Diperlukan sistem dan mekanisme regional seperti ASEAN dan sejenisnya 
untuk menangani hal-hal tersebut di atas. Otoritas dan wewenang bahkan 
kedaulatan suatu negara nyaris menjadi klaim-klaim usang yang perlu ditinjau 
kembali secara komprehensif.

Faktor ketiga yang semakin membuat kemampuan negara menangani masalah mendekati 
titik nadir ini adalah gencarnya proses desentralisasi sebagai dampak bawaan 
yang tak terhindarkan dari tuntutan demokratisasi. 

Daerah-daerah otonom semakin asertif menarik garis batas pembagian kekuasaan 
politik-administratif serta anggaran antara pusat dan daerah. Hal ini 
diperparah dengan semakin merajalelanya keserakahan aparat birokrasi berwatak 
Orde Baru yang mulai mengkapling-kapling berbagai lahan dana anggaran 
potensial. Lebih jauh, beberapa pemerintah kota besar dan menengah malah mulai 
merintis kerja sama regional dan internasional dengan melangkahi pemerintah 
nasional.

Hasil akhir dari gempuran tiga faktor pelemah negara-bangsa ini adalah pada 
satu pihak pemerintah pusat tidak mampu menangani masalah-masalah yang 
berdimensi regional-terkini, TKI tak berdokumen di Malaysia-di lain pihak 
pemerintah pusat juga tidak berdaya memberikan pelayanan dasar dalam bidang 
pendidikan dan kesehatan.

Alhasil, seperti dirumuskan oleh Manuel Castells dalam karyanya The Power of 
Identity (1997:273): ".national governments in the Information Age are too 
small to handle global forces, yet too big to manage people's lives".

* Sosiolog 

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/14/opini/1553516.htm
Senin, 14 Februari 2005
  Diposting oleh radityo di 6:48:00 AM
  --
  Bupati Karo: Nasionalisme Pemuda Semakin Menurun
  Berastagi (SIB)
Nasionalisme kebangsaan pemuda sejak beberapa tahun belakangan mengalami 
penurunan. Oleh karena itu perlu dilaksanakan berbagai kegiatan untuk 
meningkatkan kembali rasa nasionalisme itu.
Hal itu dikatakan Bupati Karo Drs DD Sinulingga melalui Kadis Kesbang dan 
Linmas Pemkab Karo, Suang Karo-karo dalam kata sambutannya saat membuka seminar 
wawasan kebangsaan yang dilaksanakan DPD KNPI Kabupaten Karo, Rabu (5/12) di 
Hotel Mickey Holiday Berastagi. Kegiatan yang dihadiri ratusan undangan dari 
berbagai elemen itu berjalan cukup lancar.
Ketua DPD KNPI Sumut Rolel Harahap memaparkan panjang lebar tentang pemuda di 
masa sekarang ini. Saat ini katanya, banyak masalah yang dihadapi pemuda, 
antara lain pendidikan pemuda yang rendah, kemiskinan, angka pengangguran yang 
tinggi, penyalahgunaan narkoba, kriminalitas di kalangan pemuda dan kurangnya 
peran pemuda dalam menentukan kebijakan politik. Untuk itu perlu diberikan 
keleluasaan pemuda dan mahasiswa untuk mengekspresikan dirinya dalam 
mentransformasikan nilai-nilai nasionalisme bangsa. Dengan bakat yang dimiliki 
masing-masing pemuda maupun generasi bangsa diharapkan peran sertanya berbuat 
semaksimal mungkin memberikan kontribusi nyata terhadap proses pembangunan.
Kegiatan yang dihadiri oleh Dosen USU, Wara Sinuhaji dan Dekan Fakultas Hukum 
Universitas Karo (UKA), Berlian Br Tarigan SH MHum, Ketua DPD KNPI Kabupaten 
Karo Ferianta Purba, SE dengan moderator Drs Daniel Manik ini, dilanjutkan 
dengan kegiatan wisata meninjau tugu perjuangan Halilitar di Desa Bertah 
Kecamatan Munte. (M30/d)
  --

       
---------------------------------
Ta semester! - sök efter resor hos Yahoo! Shopping. 
Jämför pris på flygbiljetter och hotellrum: 
http://shopping.yahoo.se/c-169901-resor-biljetter.html

Reply via email to