SEKECIL apa pun petunjuk akan berbicara banyak. Musibah
gempa disusul gelombang tsunami yang menerjang Banda Aceh dan kota-kota
lainnya di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) jelas meninggalkan beragam
petunjuk. Salah satunya adalah jam dinding yang tertempel di dinding muka
Masjjid Baiturrahman.
Masjid bersejarah di Banda Aceh itu selamat dari amukan gelombang
tsunami. Dia menjadi saksi bagaimana gedoran air laut menelan banyak
warga. Tak hanya dari kekokohan bangunannya tapi detak jam tersebut yang
tampaknya lebih banyak berbicara.
Jam dinding di dinding depan Masjid Baiturrahman itu berhenti tepat
pada pukul 08.26 sesaat setelah kejadian gempa (pada pukul 07.59) disusul
gelombang tsunami melanda. Rentang ini semakin membuktikan bahwa ada jeda
antara gempa dan susulan gelombang tsunami.
Dari jeda itu pula, cerita mengalir seperti yang dituturkan Kasubdit
Mitigasi Bencana Geologi Direktorat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi
Bandung, Dr Surono. Dia yang langsung ditugaskan ke lokasi bencana selang
sehari setelah kejadian, mengabadikan petunjuk berharga itu.
Ketika dia tiba di Banda Aceh untuk melakukan kajian, situasi memang
begitu semrawut. Memang banyak warga memberikan keterangan seputar
kejadian hebat tersebut. Tapi Surono bersama timnya seperti diajak untuk
penasaran sampai akhirnya mendapatkan petunjuk di jam tersebut. "Terus
terang saya sangat bersyukur kepada Tuhan atas petunjuk berharga ini,"
katanya kemarin di Bandung. Dari petunjuk waktu itulah, cepat rambatan
tsunami dapat dipetakan.
Jika cepat rambat rata-rata gempa bumi adalah 4 km/detik, waktu yang
dibutuhkan gelombang gempa bumi dari sumbernya ke Banda Aceh (jaraknya
kurang lebih 250 km) adalah sekitar 62,5 detik. Jika goncangan mencapai 20
menit dan gempa susulan terjadi, berarti bergerak ke angka 08.23, artinya
jam masih berjalan normal.
Dari sinilah, petunjuk lain datang. Surono menerangkan bahwa andaikata
jam tersebut berhenti karena gangguan listrik, yang disebabkan sapuan
banjir bandang yang melada masjid tersebut, diperoleh berapa sebenarnya
kecepatan gelombang tsunami pada waktu itu.
"Waktu yang dibutuhkan landaan tsunami dari sumber gempa ke jarak 250
km di Banda Aceh adalah 28 menit. Maka dapat diestimasi cepat rambatan
rata-rata linier landaan tsunami adalah sekitar 548 km/jam. Dan tsunami
makin cepat menerjang datang karena difasilitasi Sungai Krueng Aceh yang
lay-outnya lurus ke pusat kota," tandasnya.
Dari temuan pula, landaan gelombang tsunami memiliki tinggi berkisar
antara 6-8 meter terutama yang menghajar pantai Banda Aceh, sementara yang
memasuki kota antara 2-4 meter. Karena pengaruh variasi topografi,
kekekalan energi tsunami akan berkurang. Kecepatannya saat menghajar
pantai pun berkurang.
Menggunakan prinsip kekekalan energi, ketinggian landaan tsunami
sebanding dengan energi potensial, yang disebabkan besarnya cepat rambat
landaan tsunami yang sebanding energi kinetik. Maka estimasi kecepatan
rambatan tsunami ke wilayah pantai antara 40-60 km/jam, sedangkan saat
memasuki pusat kota Banda Aceh berkisar antara 23-32 km/jam.
"Tapi secara riil kecepatan bencana akan lebih kecil dibandingkan
dengan hasil estimasi tersebut karena landaan telah membawa material
rombakan seperti lumpur, kayu, dan lain sebagainya," tandasnya.
Lagi-lagi petunjuk belum selesai tergali. Karena timbul pertanyaan,
bagaimana warga pada saat itu harus menyelamatkan dirinya?
Surono lalu memberi soal jika saja manusia dapat berlari, dalam artian
menghindar secara horisontal, dengan kecepatan 100 meter/15 detik,
kecepatan yang diperoleh 24 km/jam.
"Pada saat warga tersebut melihat landaan ketinggian 4 meter, dalam
jarak 20 meter, dan menghindar secara horisontal, dalam 9 detik dari
posisinya berdiri, dia akan terlanda terjangan dahsyat tersebut. Waktu
yang sama berlaku pula saat warga harus menghindar secara vertikal untuk
mencapai ketinggian 4 meter lebih," katanya.
Dengan begitu, dapatlah dibayangkan mengapa banyak korban dari
gelombang tsunami tersebut. Kesempatan mereka adalah 9 detik untuk
menyelamatkan nyawanya. Dari petunjuk di masjid itu pula, hikmah berharga
muncul dan memberikan inspirasi agar manusia belajar dari setiap kejadian,
termasuk pentingnya sistem peringatan dini dan sikap kita setelah terjadi
bencana agar tidak lagi jatuh korban lebih banyak di kemudian hari.
"Petunjuk itu semakin membuat saya percaya akan cerita yang menyatakan
bahwa air datang, setengah jam setelah gempa. Ini juga membuktikan bahwa
Tuhan maha mengerti. Jam hanya menegaskan akibat gempa yakni tsunami
tersebut," kata Surono kepada Suara Merdeka.(Setiady
Dwie-78)