Note: Resensi ini dimuat di Kompas Minggu, 12 Juni
2005. Maaf bila tidak berkenan.


Melihat Kisah dari Dua Sudut Berbeda
------------------------------------

>> Anwar Holid, eksponen komunitas Textour, Rumah Buku
Bandung.

Meniti Bianglala
Judul asli: The Five People You Meet in Heaven 
Penulis: Mitch Albom
Penerjemah: Andang H. Sutopo
Penerbit: GPU, 2005
Tebal: 202 halaman
Harga: Rp.30.000,-
ISBN: 979-22-1349-X


JARANG ORANG berpendapat menyenangkan tentang
kematian, apalagi pada orang tercinta dan baik hati.
Kepergian mereka senantiasa menyedihkan, mengurai air
mata, menghadirkan kenangan, seolah-olah ingin
menghidupkan kembali perbuatan manis dan kebahagiaan
yang pernah hadir. Kehidupan seakan berhenti sesaat
setiap kali mendengar berita kematian orang tercinta,
yang lekat sosoknya di dalam hati; ada rasa yang juga
lenyap di dalam diri. Mereka diratapi, baik
sungguh-sungguh atau pura-pura.

Kematian Eddie, petugas perawat peralatan taman
hiburan, tampaknya tidak seperti itu. Kematiannya
dimulai dengan tragis. Dia gagal berusaha
menyelamatkan kecelakaan di wahana luncur, tertimpa
kabin berisi gadis kecil, tewas bersama benda itu
menghancurkan tubuh, merenggut nyawa persis di hari
ulang tahun ke-83. Begitulah cara dia ditarik memasuki
alam baka.

Waktu Eddie pertama kali bangun setelah mati, dia
merasa seluruh aspek fisik hidup dan tubuhnya lenyap.
Dia kehilangan tongkat, pincang di kaki, berat tubuh
renta, sakit luar biasa waktu tertimpa wahana. Awalnya
dia merasa tidak beranjak pergi ke mana pun dari
tempat sehari-harinya. Setelah diberi tahu orang
pertama yang menemuinya, Eddie sadar berada di dimensi
lain setelah hidup di dunia. Dia adalah orang yang tak
sengaja, tanpa sepengetahuannya, tewas setelah
menghindari kecelakaan mobil yang nyaris menabrak
bocah kecil sedang mengejar bola baseball. Bocah itu
adalah Eddie. Fakta itu langsung membuat Eddie shock,
sekaligus sadar betapa hidup seseorang bisa sangat
lain jalan maupun akhirannya bila ditilik dari sudut
pandang berbeda. Orang pertama ini seolah ingin
mengatakan karena Eddie 'mengantarkannya' ke alam
baka, giliran dia wajib menyambut Eddie, menerangkan
apa itu alam baka dan kehidupan yang baru
ditinggalkannya. Kata penghuninya, 'Alam baka ada
untuk mengerti tentang kehidupan di dunia.' (hal. 40).
 

Orang pertama ini menyampaikan pesan terbesar Tuhan
pada manusia: untuk mengerti apa yang terjadi di dalam
kehidupan. Dia memberi tahu bahwa seseorang ada karena
suatu sebab dan kejadian berlangsung saling
berkait---baik kasat mata ataupun rahasia,
bersentuhan, kemudian mengubah jalur hidup seseorang.
Dalam kasus dengan orang pertama, Eddie akhirnya tahu
kebaikan dari terhindarnya tertabrak mobil adalah
persis dia bisa meneruskan hidup. Hanya dengan hidup
orang berkesempatan berperan atau punya kans memberi
makna. 

KEMATIAN ADALAH sesuatu yang niscaya dan mustahil bagi
pikiran manusia, begitu tulis André Comte-Sponville
dalam bukunya The Little Book of Philosophy. Niscaya
karena setiap momen dalam hidup ditandai oleh
kematian; mustahil karena kematian adalah misteri,
nyaris tak ada yang bisa dipikirkan manusia tentang
hal itu. Kematian kerap memunculkan perdebatan
ekstrem. Plato, misalnya, mengatakan kematian bukanlah
kematian, melainkan kehidupan lain; sedangkan bagi
Epicurus kematian itu bukan apa-apa. Sebagian orang
bilang alam baka justru merupakan awal dimulainya
realitas, tempat orang bangun dan tak bisa kembali
lagi dari tidur panjang di dunia. Tempat semua hal
diperlihatkan sebagaimana adanya, dibukakan utuh,
diketahui sebenar-benarnya. Semua orang terkejut bila
dipaksa mengalami kematian, apalagi bila tak siap, tak
punya bekal maupun pengetahuan tentang hal itu.
Sementara begitu sadar, semua seakan-akan sudah
terlambat. Dia terpaksa hanya harus menjalani,
menerima, beradaptasi bila memungkinkan, sisanya mulai
dari nol lagi.

Sulit mencari jalan tengah di antara keduanya. Tapi
kita bisa menentukan pokok perenungan tentang hal itu,
sebab pandangan tentang kematian atau kehidupan
berpengaruh besar terhadap seseorang. Hanya di dunia
orang punya kesempatan merasakan, memikirkan,
memaknai, atau menyia-nyiakan hidup, sebelum akhirnya
mati. 

Seperti kisah hidup Eddie, betulkah sia-sia? Dia
merasa hidupnya getir, membosankan, nyaris tanpa
makna; bernyawa tanpa jiwa, berlangsung karena dipaksa
menjalaninya, tak paham kenapa banyak peristiwa dalam
hidupnya berlangsung merana, gagal melihat sisi
istimewa hidup manusia. Keluarganya biasa, waktu ikut
wajib militer malah disandera, kakinya ditembak waktu
hendak menyelamatkan seseorang di tengah pertempuran,
istrinya mati muda, dia terpaksa menerima pekerjaan
memperbaiki wahana di taman hiburan, persis seperti
ayah yang sangat keras terhadap dia dan keluarganya.
Dia tak punya banyak pilihan, juga tak sadar
sebenarnya punya hal berharga, yaitu kesederhanaan dan
kerelaan menjadi contoh orang yang selalu berkorban.
Karena dipaksa menerima, dianggap sebagai bencana,
ingin ditepis secepatnya, orang lain diberi kesempatan
melihat Eddie sebagai cermin, menahan sebelum terjadi
pada dirinya.

Meski terpaksa, dia melaksanakan tugas dengan cukup
baik, beranggapan memang begitu seharusnya. Untuk
negara dia rela berkorban, setia kawan, menjaga ibu,
cinta istri. Pekerjaannya merawat wahana dan
memperbaiki peralatan taman hiburan juga dikerjakan
cukup berdedikasi; ramah pada pengunjung, dicintai
rekanan, cepat tanggap pada kerusakan, bahkan
mengakhiri hidup dalam mempertahankan berlangsungnya
kebahagiaan dan keceriaan di sana. 

Eddie hanya gagal memaknai keberadaan diri, menganggap
'keberhasilan' selalu berbentuk kisah luar biasa,
pencapaian mengundang decak kagum dan pandang silau.
Padahal sehari-hari, dalam bentuk paling sederhana dan
nyata, orang menabur dan menanam makna, perlahan-lahan
melakukan hal luar biasa, dan pada saatnya keajaiban
terjadi dalam hidupnya. Eddie mengalami keajaiban itu
lima kali, di alam baka dia ditemui lima orang yang
bersentuhan dengan jalur hidupnya; merekalah yang
mengubah hidupnya. 

DI LUAR prasangka personal seseorang menjalani hidup
membosankan dalam rutinitas mandul, tanpa gairah, di
balik itu dia memiliki makna maupun signifikansi luar
biasa dalam kehidupan, bagi orang lain dan lingkungan
terdekat. Makna ini kadang-kadang gagal dicapai banyak
orang. Karena itu orang merasa hampa makna hidup.

Hampa makna hidup---di berbagai fenomena bisa berupa
alienasi, nihilisme, absurdisme---sebenarnya merupakan
fenomena umum bagi manusia kontemporer. Ciri-cirinya
ialah ketika orang merasa terasing dari diri sendiri,
orang lain, lingkungan (sosial), atau kerja; di sisi
lain merasa tak punya tujuan hidup dan takdir. Mereka
hidup, berperan, merasa, ambil bagian, tapi semuanya
tertelan hiruk pikuk atau persoalan sehari-hari. Orang
kehilangan ruang meditasi (perenungan); sementara
setiap kali mengalami peristiwa yang mampu memunculkan
pertanyaan kritis seperti 'siapa saya', 'di mana
saya', 'ada apa sebenarnya' yang mencoba mengembalikan
pada kesadaran atau vitalitas hidup, membuka
eksplorasi diri, dia malah ditarik-tarik menyelesaikan
dengan cara tak layak, kalau tidak melupakan dan
menenggelamkan dalam buih laut kehidupan. Ketika
kecewa, bertanya tentang hidup, orang malah diajak
minum-minum, bersenang-senang, dinasihati agar tak
bertanya sesuatu yang sulit dijelaskan, berkata bahwa
'masalah' itu akan selesai sendiri, akhirnya
terlupakan bersama berlalu waktu dan peristiwa.
Padahal itulah kesempatan orang mendapat jawaban
fundamental terhadap misteri kehidupan. 

MITCH ALBOM, yang baru bisa menulis novel lagi selang
enam tahun setelah dibanjiri sukses spektakuler
Tuesdays With Morrie (1997), menyajikan Meniti
Bianglala dengan sentuhan elegan. Dia apik menyusun
lima pertemuan dan pelajaran Eddie selang-seling
dengan fase perkembangan melalui ulang tahun dan
peristiwa di dunia setelah kematiannya. Pembaca diberi
tiga panel cerita: alam baka, masa lalu, alam nyata.
Sesuai judul dan mencoba memenuhi rasa pencarian,
wajar bila porsi terbesar terjadi di alam baka, namun
esensinya tentang manusia, yakni agar mau belajar
hidup, menyelami kenyataan, merenungi kematian. Di
tengah-tengah, plot bisa terasa membosankan bagi
sebagian pembaca karena diulang-ulang, namun
tersingkapnya rahasia demi rahasia atas anggapan getir
hidupnya, terbuka makna di balik keterbatasan
pencerapan, memperlihatkan pandangan utuh kisah
hidupnya secara dramatik mampu menggetarkan pembaca.

Salah satu semangat novel ini adalah mencoba
mengembalikan spiritualitas manusia kontemporer yang
makin tersisih, meski tetap melekat. Dalam agama ada
mitos mayoritas penghuni surga adalah orang sederhana;
tapi orang paham betul betapa sukar memahami makna
atau memikirkan apa maksudnya. Di luar pengetahuannya,
Eddie memperlihatkan, mencontohkan, bisa jadi orang
sederhana itu seperti dirinya.

Tanpa terasa, saking terbawa perasaan, buku tipis ini
akan segera tamat dibaca, sementara pembaca boleh jadi
belum puas bertemu dan belajar dengan Eddie, yang
sosok dan teladannya ialah almarhum paman Albom
sendiri.[]

Alamat: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B
Bandung 40141 | Telepon: 08156-140621 | Email: [EMAIL PROTECTED]

Stones taught me to fly
Love taught me to cry
Life taught me to die

© 2002, Damien Rice ('Cannonball')


                
__________________________________ 
Discover Yahoo! 
Find restaurants, movies, travel and more fun for the weekend. Check it out! 
http://discover.yahoo.com/weekend.html 





Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke