Nuhun kenging informasi anu munel, saleresna pribados oge nuju ngabandungan cara sasalaman, tapi sasalaman murangkalih urang ka saluhureunana ku cara nyium tangan. Cara barudak urang sasalaman kieu oge asana can aya sateuacan taun 1980 mah (duka yeuh leres henteuna mah). Sahubungan sareng patarosan ti iraha cara sasalaman anu disebatkeun tea, sapamendak sateuacan taun 1978 mah eta kabiasaan teh teu acan aya. Sim kuring mimiti ngumbara ka luar jawa taun 1977 can aya harita manggihan sasalaman sapertos kitu. Ari balik deui ka Bandung taun 2001 tos prah bae salam cara kitu teh. Sigana bae sasalaman cara kitu teh sami sareng brengna nu ngaranggo jilbab margina sapaket sareng ngajaga sasalaman sareng sanes mahram. Rupina mah ngawitan taun 80-an, sami sareng anu ngawitan ngaranggo jilbab. Wallohu alam, mangga baraya sanes anu apal.
________________________________ Dari: Dian Tresna Nugraha <dian.nugr...@gmail.com> Kepada: "baraya_su...@yahoogroups.com" <baraya_su...@yahoogroups.com>; urangsunda@yahoogroups.com Terkirim: Jumat, 12 Juni, 2009 17:57:54 Topik: [Urang Sunda] Salam cara Sunda kawentar sa-Nusantara? Mendak seratan dina arsip milis rantaunet. Cenah urang Awak sareng Batak narurutan sasalaman cara urang Sunda.. Tapi ditalurutanana soteh lantaran katembong langkung Islami pikeun sasalaman sareng nu sanes mahram. Punten ieu mah SANES bade ngabahas perkawis sasalaman sareng sanes mahram, NANGING hoyong naros dupi baraya aya nu apal, ti iraha urang Sunda sasalaman siga kitu teh? Baktos, Dian. http://www.mail- archive.com/ rantaunet@ googlegroups. com/msg25507. html Muhammad Dafiq Saib Sat, 13 Dec 2008 16:05:23 -0800 Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu Calak-calak ganti asah di ari Akaik pagi ko.......... TAK MENYENTUH Sejak beberapa bulan yang lalu kita terlibat dalam sebuah kebiasaan yang harus. Sebuah upacara sederhana yang kita lakukan mengikuti sebuah tradisi. Bersalaman. Dimana-mana lazim saja kita bersalaman. Ketika bertemu, ketika berpisah. Ketika hadir di sebuah perhelatan. Ketika berkumpul di tempat takziah. Di hari raya Aidil Fitri, ketika kita saling berkunjung ke rumah sanak saudara. Dan tentu saja ketika kita hadir di acara HbH alias halal bi halal, baik di tingkat RW, di lingkungan teman-teman kantor, HbH alumni, di HbH *sa nagari, sa* *kacamatan, sa Minangkabau* dan lain-lainnya lagi. Baik di acara HbH ataupun di perhelatan kita biasanya melakukan bersalaman massal. Yang dituakan, kalau di acara HbH, atau yang punya hajad kalau di perhelatan, berdiri di tempat sambil menerima ucapan selamat dan menerima jabatan tangan para tamu. Bersalaman mempunyai banyak variasi tanpa kita sadari. Yang paling umum dan mendasar adalah tangan kanan berjabatan dan saling menggenggam. Variasinya bisa berupa; tangan kiri ikut saling menemani menggenggam tangan kanan, sama-sama menggoyangkan tangan untuk beberapa saat, lalu sesudah itu melepaskan tangan dan membawa kedua tangan ke dada. Ini adalah variasi bersalaman yang menunjukkan keakraban versi 'urang siak' di 'nagari awak'. Lebih sederhana dari itu cukup berjabatan tangan kanan secara kilat saja. Ada lagi versi, sesudah berjabatan biasa itu masing-masing telapak tangan dipertemukan. Ini keakraban versi komandan-komandan tentara. Konon ini katanya jenis bersalaman 'komando'. Ada pula bersalaman yang diiringi cipika-cipiki alias cium pipi kanan – cium pipi kiri. Walaupun jenis bersalaman seperti ini lebih lumrah di kalangan wanita sama wanita, tapi akhir-akhir ini jenis ini bahkan sudah melampaui batas bersalaman antara pria dan wanita sekalipun. Kebalikan dari semua contoh tadi adalah bersalaman gaya 'Sunda'. Kedua tangan ditempelkan jari bertemu jari lalu saling dianggukkan ke tangan lawan bersalaman yang juga menempelkan kedua tangannya dengan cara yang sama. Masing-masing tangan nyaris tak bersentuhan. Ketika menganggukkan tangan itu biasanya diikuti dengan menggoyangkan badan dengan sedikit menekuk lutut. Bersalaman ini ternyata diatur pula dalam Islam. Rasulullah SAW menjabat tangan sahabat beliau dengan hangat, menggoyang-goyangka n tangan saat bersalaman untuk menunjukkan ketulusan hati. Menurut sebuah hadits, bersalaman yang dilakukan dengan cara seperti itu, dan dilakukan dengan keikhlasan, akan merontokkan dosa-dosa di antara kedua orang yang bersalaman. Tapi, Rasulullah hanya bersalaman dengan sahabat laki-laki saja dan tidak bersalaman dengan wanita yang bukan mahram. Beliau melarang setiap laki-laki Muslim bersentuhan dengan wanita kecuali dengan anggota keluarga atau mahramnya. Di 'jaman jahiliyah' dulu, ketika belum mengaji, aku bersalaman dengan siapa saja. Umumnya bersalaman secara sederhana, saling menjabat tangan kanan, tanpa menggoyangkannya dan tanpa berlama-lama. Di tempat bekerja yang berlingkungan Perancis, dimana orang Perancis tidak hanya sekedar bersalaman tapi saling berciuman menempel pipi diiringi kecupan antara laki-laki dan perempuan, aku yang sangat geli dan risi melihatnya, cepat-cepat menyodorkan tangan ketika berhadapan dengan wanita Perancis. Pergaulanku lumayan baik dengan kawan-kawan Perancis ketika itu. Kami saling kunjung mengunjungi, tapi untuk urusan bercipika cipiki aku terang-terangan menolak dan hanya mengganti dengan bersalaman saja. Yang ternyata bisa dipahami pula oleh wanita-wanita bule itu. Sesudah ikut mengaji, sesudah dijelaskan bahwa laki-laki Muslim tidak boleh bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram, akupun segera berubah. Bukankah kita harus 'sami'na wa atha'na'? Aku nyatakan dan aku lakukan untuk tidak lagi menjabat tangan wanita. Penggantinya, dengan wanita aku bersalaman ala Sunda. Ketika masih di Balikpapan dulu perubahan itu dicatat dan diikuti begitu saja olah sejawat wanita ataupun istri rekan se kantor. Dapat difahami dengan mudah oleh teman-teman sepengajian. Dan ketika pindah ke Jakarta, aku tetap menjaga untuk tidak bersentuhan dengan rekan-rekan wanita yang aku pertahankan sampai pensiun, bahkan sampai sekarang. Di HbH kampung kami aku mencoba untuk bersalaman ala Sunda dan ternyata bisa pula diterima dunsanak-dunsanak sekampung. Yang agak repot justru ketika berkumpul dengan saudara sekaum alias sepayung. Karena kita kan berdunsanak. Jadi masih belum bisa aku merobahnya. Menarik juga ketika mengamati bahwa semakin banyak sebenarnya orang yang menjaga tangan mereka ketika bersalaman. Ketika menyaksikan wisuda puteri bungsuku di Sabuga Bandung beberapa pekan yang lalu, aku menonton upacara bersalaman yang memakan waktu berjam-jam. Banyak di antara wisudawati yang berjilbab yang konsisten untuk bersalam cara Sunda. Ada juga dosen wanita yang berlaku demikian. Begitupun di kalangan wisudawan atau dosen laki-laki yang menjaga tangan mereka ketika saling memberi hormat kepada wanita. ***** ___________________________________________________________________________ Dapatkan alamat Email baru Anda! Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/