tolong dikirimkan lg ke saya berita or semacam tulisan yg menceritakan ttg ibu 
yg berjuang dari masa kehamilan O bln smpai dewasa anaknya... intinya jgn 
biarkan ibu mengeluarkan airmata krn kecewaan  dgn perilaku anak sang anak

trims
Dari: sunny <am...@tele2.se>
Judul: [wanita-muslimah] Derita TKW, Harga Diri Bangsa
Kepada: undisclosed-recipi...@yahoo.com
Tanggal: Senin, 29 Juni, 2009, 11:19 PM



http://www.lampungp ost.com/cetak/ berita.php? id=2009063005182 667

 Selasa, 30 Juni 2009

       OPINI



 Derita TKW, Harga Diri Bangsa

 Ahmad Hasan

 Peneliti di Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta

 Kasus penyiksaan yang menimpa salah seorang tenaga kerja wanita (TKW) yang 
bekerja di Malaysia bernama Siti Hajar terasa menyesakkan dada. Perempuan yang 
bekerja sebagai pembantu rumah tangga asal Garut Jawa Barat itu disiksa 
majikannya selama 34 bulan. Ironisnya lagi, gaji yang seharusnya didapatkannya 
tidak diberikan oleh majikannya sama sekali.

 Seperti diberitakan berbagai media, Siti disiksa majikannya bernama Michelle 
dengan disiram air panas dan dipukul dengan benda keras hingga tubuhnya babak 
belur. Kasus penyiksaan yang menimpa Siti merupakan sebuah fenomoena gunung es. 
Artinya, kasus ini hanyalah sedikit dari sekian banyak kasus yang sama yang 
belum terungkap ke permukaan. Bisa jadi, kasus seperti ini di lapangan lebih 
banyak. Tetapi tidak terekam media.

 Derita yang dialami Siti sebagai salah satu TKW semakin melukai hati nurani 
kita. Padahal ia adalah salah satu "pejuang negara" atas jerih payahnya 
berkorban untuk keluarga dan negaranya. Siti adalah potret seorang perempuan 
yang gagah berani demi menyukupi kehidupan keluarganya. Ia juga "pahlawan 
bangsa" yang turut menyumbangkan pemasukan bagi devisa negara.

 Kasus Siti tentu bukan tanpa sebab. Sebagaimana kasus-kasus lainnya, kasus ini 
adalah cermin lemahnya perlindungan hukum bagi TKW yang bekerja di negeri 
jiran. KBRI WNI Malaysia yang diharapkan bisa melindungi para TKW, ternyata 
kecolongan dengan adanya kasus Siti ini. itulah sebabnya, pihak Kedutaan Besar 
Republik Indonesia (KBRI) selayaknya wawas diri untuk mencari solusi terhadap 
kasus yang menimpa Siti. Pasalnya, kasus ini bila tidak segera ditangani akan 
menambah deretan panjang kasus penyiksaan sebagaimana yang dialami Siti.

 Diakui atau tidak, regulasi dan proteksi yang dilakukan KBRI selama ini masih 
sebatas elitis. KBRI belum bisa bekerja secara masif untuk melindungi para TKW, 
termasuk terhadap Siti. Tidak heran bila kasus penyiksaan yang menimpa para TKW 
terus terjadi. Apa yang dialami Siti patut menjadi koreksi bagi KBRI untuk 
terus melakukan pembelaan terhadap TKW.

 Mengusik Harga Diri Bangsa

 Kasus yang menimpa Siti merefleksikan betapa harga diri bangsa ini 
terinjak-injak. Sebagai seorang TKW yang sudah membantu kebutuhan akan tenaga 
kerja di Malaysia, Siti seharusnya mendapatkan perhargaan yang layak 
sebagaimana semestinya. Namun, fakta yang terjadi ternyata sebaliknya. Siti 
justru ditekan dan diperas habis tenaganya. Sementara kesejahteraan yang 
seharusnya didapatkan sama sekali tidak diperhatikan. Ini tentu sebuah fakta 
yang amat ironis.

 Siti adalah salah satu pekerja wanita yang bernasib buruk di negeri jiran. Apa 
yang dialami Siti sangat menyentuh perasaan kita. Ia menjadi korban kebiadaban 
majikan yang amat tidak manusiawi. Maka, kasus itu amat mengusik harga diri 
kita. Pasalnya, tindakan kekerasan apa pun alasannya bertentangan dengan 
prinsip hak asasi manusia itu sendiri.

 Kasus kekerasan yang dilakukan terhadap Siti melanggar prinsip hak asasi 
manusia, khususnya berkenaan dengan prinsip keadilan. Bagaimana tidak, Siti 
yang seharusnya memperoleh upah yang layak dan diberi perlindungan dan 
kenyamanan oleh majikan ternyata berlaku sebaliknya. Ia malahan disiksa dan 
disiram air panas di hampir sekujur tubuhnya secara tidak manusiawi. Ini tentu 
sebuah tindakan ketidakdilan yang tidak bisa dibenarkan.

 Berangkat dari kondisi itu, kirannya diperlukan beberapa langkah agar kasus 
yang sama tidak terjadi di masa-masa mendatang. Pertama, KBRI Malaysia perlu 
segera melakukan kebijakan yang nyata, khususnya berkenaan dengan perlindungan 
hukum bagi Siti. Belajar dari kasus Siti, KBRI selayaknya tanggap dan sigap 
dalam menangani berbagai permasalahan yang menyangkut kepentingan TKW sehingga 
kasus yang sama tidak terjadi lagi di masa-masa mendatang.

 Perlu diketahui, bahwasanya TKW menyumbang devisa yang amat besar bagi negara. 
Maka, ia ibarat aset yang amat berharga. Bisa dibayangkan seandainya tidak ada 
TKW yang mau bekerja di negeri lain, maka pengangguran akan meningkat. Ia akan 
menjadi beban negara yang menyusahkan. Sehingga, mau tidak mau, KBRI Malaysia 
harus segera berevaluasi diri dan memperbaiki sistem kinerjanya sehingga bisa 
bekerja secara masif.

 Kedua, pemerintah hendaknya memperhatikan nasib kesejahteraan para TKW dengan 
bekerja sama secara bilateral dengan Pemerintah Malaysia. Kerja sama bilateral 
ini amat penting sehingga ada tanggung jawab bersama yang saling menguntungkan 
kedua belah pihak. Indonesia sebagai pengirim TKW, sedangkan Malaysia sebagai 
penerima jasa TKW bisa sama-sama bernapas lega.

 Akhirnya, semoga saja kasus Siti bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak. Para 
TKW selayaknya memiliki bekal pengalaman dan ilmu yang cukup agar bisa 
melindungi diri dari berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia. Begitu pula 
KBRI, perlu meningkatkan proteksi dan regulasi yang nyata sehingga bisa memberi 
jaminan keamanan dan kenyamanan bagi para TKW. Sebab, sekali lagi mereka adalah 
pahlawan negara yang menjadi salah satu sumber devisa negara.


 [Non-text portions of this message have been removed]




      Pamer gaya dengan skin baru yang keren. Coba Yahoo! Messenger 9.0 baru 
sekarang! http://id.messenger.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke