http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2007091001473616

      Senin, 10 September 2007 
     

      BURAS 
     
     
     

'The Indonesian Dream!' 


       
      H.Bambang Eka Wijaya:

      "KETUA Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyatakan bangsa 
Indonesia makin kurang percaya diri menghadapi globalisasi!" ujar Umar. "Lebih 
dari itu, kebanggaan sebagai bangsa, martabat, dan kedaulatan kian merosot!"

      "Itu terjadi mungkin karena para pemimpin kita masa kini tak bisa 
menciptakan dan menanamkan the Indonesian dream kepada rakyatnya!" sambut Amir. 
"Para pemimpin lebih terbuai dalam impian masing-masing dengan pola hidup 
mewahnya, yang jelas tak bisa diikuti mayoritas rakyat yang untuk cukup makan 
saja pun ngos-ngosan! Akibat ketiadaan impian bagaimana bentuk ideal kehidupan 
rakyat Indonesia untuk zaman ini, banyak rakyat yang hanyut dalam impian orang 
lain, misalnya, American dream yang hedonis! Atau sebagian lagi terbawa dalam 
Malaysian dream, Arabian dream, Hong Kong dream, yang mendamba hidup sejahtera 
sebagai babu dan kuli!"

      "Ada juga yang membuat impian Indonesia tahun 2030, tapi standarnya juga 
berbau Barat, antara lain pendapatan per kapita bangsa Indonesia 18 ribu dolar 
AS," timpal Umar. "Artinya, jauh dari gambaran hidup masa kini mayoritas warga 
yang masih melata dengan pendapatan per kapitan di bawah 1.000 dolar AS. 
Bayangkan, untuk tumbuh 10 persen setahun saja perekonomian kita tak mampu, ini 
malah dihitung kenaikan lebih 18 kali lipat alias 1.800 persen! Mampu tumbuh 10 
persen pun, untuk itu perlu waktu 180 tahun--mendekati usia kemerdekaan 
Amerika!"

      "Maka itu, the Indonesian dream yang paling kena justru ciptaan Bung 
Karno, dengan sosok idealnya seorang Marhaen!" tegas Amir. "Tokoh model ini 
adalah seorang petani yang memiliki sendiri rumah, lahan, ternak, serta sarana 
produksi lainnya, sehingga ia tidak diperbudak kepentingan modal atau kekuatan 
ekonomi bentuk lainnya! Kehidupan sejahtera yang sederhana model Marhaen itu 
lebih dekat untuk dicapai dengan situasi dan kondisi negeri kita!"

      "Bahkan mungkin cukup besar jumlah rakyat yang sudah mencapai sejahtera 
setingkat Marhaen itu!" sambut Umar. "Tapi karena tipe ideal yang selalu 
ditunjukkan, di televisi misalnya, tingkat kesejahteraan yang ideal adalah 
berumah gedung dan mobil bagus, keluarga Marhaen yang sebenarnya sudah memadai 
pun tetap gelisah dan ikut berburu kesejahteraan sesuai iming-iming yang 
berlebihan itu--dengan akibat, malah merendahkan martabatnya, menjadi kuli atau 
babu di negeri orang!"

      "Lebih buruk lagi akibatnya, karena lewat berbagai usaha yang merendahkan 
martabat itu impian muluk-muluk yang tertanam tak mungkin terwujud, frustrasi 
massal pun tak bisa dihindarkan!" tegas Amir. "Sebab itu, menjadi keharusan 
bagi para pemimpin untuk membuat rumusan baru the Indonesia dream yang lebih 
realistis dengan kondisi bangsa kita zaman ini!"

      "Celakanya, standar hidup layak yang dipakai untuk menentukan gaji buruh, 
malah cuma menjadikan kehidupan mayoritas buruh jauh dari layak!" timpal Umar. 
"Itulah gaya para pemimpin kita, impian dan agenda buat dirinya muluk, realitas 
yang diberikan kepada rakyatnya sangat memprihatinkan!" 
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke