http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=310361

      Kamis, 01 Nov 2007,



      30 Persen untuk Perempuan


      Nomor Urut 1 Caleg PAN pada Pemilu 2009
      JAKARTA - Kalangan perempuan yang akan menjadi calon anggota legislatif 
pada Pemilu 2009 dari PAN boleh tersenyum lebar. Sebab, PAN (Partai Amanat 
Nasional) berjanji memasang caleg (calon anggota legislatif) perempuan pada 
nomor urut 1 di minimal 30 persen daerah pemilihan (dapil).

      "Itu hampir pasti," kata Ketua FPAN DPR Zulkifli Hasan dalam seminar 
Penyempurnaan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, 
kemarin. 

      Dalam acara yang diprakarsai CSIS itu, turut berbicara peneliti CSIS 
Indra J. Pilliang, mantan anggota Panwaslu Didik Supriyanto, dan Direktur Cetro 
Hadar Navis Gumay.

      Langkah itu, lanjut Zulkifli, merupakan komitmen PAN untuk merealisasikan 
sistem proporsional terbuka murni. Artinya, caleg yang memperoleh suara 
terbanyak berhak atas kursi yang diperoleh partai. Jadi, penentuannya tidak 
berdasar pada nomor urut caleg bersangkutan. 

      Kemungkinan diakomodasinya sistem suara terbanyak melalui UU Pemilu 
Legislatif masih tipis. "Namun, kami tetap akan menjalankan secara internal 
dengan mekanisme yang nanti disepakati," tegasnya.

      Kendati demikian, dia mengingatkan, walaupun kecenderungan masyarakat 
untuk memilih nomor satu itu tinggi, para caleg perempuan tersebut belum tentu 
bisa mengalahkan kandidat yang bernomor di bawahnya. "Siapa yang bekerja, dia 
yang akan mendapat suara. Dia jugalah yang akan duduk di parlemen," tuturnya.

      Zulkifli menyatakan, sistem proporsional terbuka yang kini diterapkan 
masih setengah hati. Adanya mekanisme penentuan kemenangan berdasar bilangan 
pembagi pemilih (BPP) dan penetapan caleg jadi menurut nomor urut adalah 
indikasi konkretnya.

      "Bagi kami, sistem suara terbanyak itulah yang paling demokratis," 
ujarnya. Menurut dia, sistem suara terbanyak memang akan menjadi masalah bagi 
partai politik yang gagal membangun budaya demokrasi di lingkup internal. 
"Segala sesuatu ditentukan seorang elite atau pimpinan saja," ujarnya.

      Didik Supriyanto mengajukan kritik. Menurut dia, penentuan kemenangan 
dengan sistem suara terbanyak hanya membuat demokrasi menjadi tidak terkendali. 
Dia khawatir, parlemen akan diisi oleh orang-orang populer, namun 
kualifikasinya tidak jelas.

      "Ketika ini tidak terkontrol, akan muncul banyak anggota DPR yang 
mengandalkan popularitas dan uang banyak. Sembarang artis, pebisnis, hingga 
preman bisa masuk," tegasnya. (pri)

     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke