http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=136455
ANALISIS HUKUM Reformasi Institusi Mahkamah Agung Oleh Frans Hendra Winarta Advokat dan Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Kamis, 23 Februari 2006 Tudingan selama ini tentang adanya "mafia pengadilan", sekarang sudah menjadi kenyataan dengan keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendeteksi dan menangkap beberapa petugas Mahkamah Agung (MA). Sebelumnya KPK juga mengendus oknum petugas Pengadilan Tinggi Jakarta menerima suap dari oknum advokat. Sering kali pimpinan MA menolak penggunaan istilah "mafia pengadilan" karena bukan termasuk kategori kejahatan terorganisasi (organized crime). Tapi apapun namanya, bagi masyarakat - khususnya pencari keadilan (yustisiabel), - yang penting adalah ditegakkannya hukum dan keadilan. Sebab, kepada siapa lagi pencari keadilan meminta keadilan kalau bukan kepada lembaga peradilan? Apalagi Indonesia adalah negara hukum (rechsstaat) yang dijamin UUD 1945. Dalam negara hukum, hukum adalah panglima (supreme). Semua persoalan harus dapat diselesaikan dengan hukum dan sama sekali bukan melalui kekuatan, apalagi kekerasan. Tetapi kenyataan di Indonesia sekarang, masyarakat banyak dikecewakan oleh putusan pengadilan. Tentang itu, pengadilan punya banyak alasan: dari soal gaji hakim dan pegawai pengadilan yang relatif kecil sampai pada soal kurangnya bukti. Apakah itu benar? Fakta menunjukkan bahwa gaji kecil bukanlah alasan untuk berbuat korupsi. Menurut seorang raporteur PBB, Datuk Param Cummaraswamy dari Malaysia, beberapa tahun lalu di Kamboja, hakim dengan gaji sekitar 100 dolar AS per bulan mampu tidak korup. Persoalan korupsi sebenarnya lebih karena pembangunan selama pemerintahan Orde Baru mementingkan pembangunan ekonomi dan fisik. Itu telah menciptakan masyarakat yang materialistis, konsumeristis, hedonistis, dan koruptif. Pembangunan moral diabaikan. Pendidikan mundur dan tidak didanai, juga tidak ditata secara modern dan efisien. Akhirnya, akhlak masyarakat umumnya terpengaruh. Ini memengaruhi moral penegak hukum (hakim). Dalam situasi seperti ini, korupsi menjadi marak. Sudah sering terdengar keluhan pencari keadilan, bagaimana putusan pengadilan menjadi permainan calo, oknum petugas keadilan, hakim, advokat, dan lain-lain. Oleh mereka, putusan pengadilan diperlakukan sebagai lahan bisnis. Padahal putusan pengadilan atas nama Tuhan dengan judul, "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Jadi, sebenarnya, sungguh berat dosa yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang mempermainkan keadilan. Berbicara mengenai keadilan, Immanuel Kant mengatakan, "If justice is gone, there is no reason for a man to live longer on earth." Betapa pentingnya keadilan dalam kehidupan manusia! Kini keadilan sudah menjadi komoditas. Sering terdengar bagaimana eksekusi putusan yang sudah berkekuatan hukum pun dijadikan ajang pemainan. Dengan segala cara, termasuk suap, pihak yang dikalahkan mencoba menggagalkan eksekusi dengan bantahan perkara baru, menggugat lagi untuk mementahkan putusan yang sudah berkekuatan hukum. Kasus seperti itu terjadi baru-baru ini di salah satu pengadilan negeri di Jakarta. Itu bukan yang pertama! Hal-hal seperti itu tentu saja merupakan faktor yang menyebabkan ketidakpastian hukum di negeri kita. Tertangkapnya 5 orang staf MA dan seorang advokat dalam kasus penyuapan, baru-baru ini, mengonfirmasikan lagi bahwa "mafia peradilan" sungguh ada. Untuk itu, KPK dan Komisi Yudisial (KY) harus bekerja keras. Dari mana reformasi hukum harus dilakukan? Jelas dari lembaga peradilan. Kalau saja hakim jujur, bersih, efisien, dan menolak disuap, permainan "calo" perkara dapat dikurangi. Reformasi internal ini sebenarnya bisa dilakukan karena MA sudah membuat cetak biru reformasi institusional dan kini tinggal melaksanakannya saja. Kalau MA berhasil mereformasi diri, maka sekitar 5.000-an hakim di bawahnya akan terpengaruh dan mencontoh perilaku seniornya. Kehormatan dan martabat hakim agung akan mengucur ke bawah sebagaimana prinsip trickle down effect dalam bidang ekonomi. Penulis sudah lama mengajukan agar Ketua MA tidak terlibat memeriksa perkara di tingkat kasasi agar bisa fokus dan objektif dalam melaksanakan reformasi internal MA. Dalam rangka reformasi itu, seluruh sistem harus diperbaiki: mulai dari sistem rekrutmen, budget, akuntansi, manajemen perkara, manajemen badan peradilan, penggajian, juga pelatihan, dan lain-lain. Seorang Ketua MA yang jujur tidak cukup untuk memperbaiki keadaan. Seorang Bagir Manan yang dikenal jujur sewaktu bekerja sebagai birokrat di Departemen Kehakiman tidak akan bisa berbuat banyak kalau sistem tidak diubah. Bukankah justru kejujuran itulah yang membawa Bagir Manan unggul dari pesaingnya sewaktu menjalani fit and proper test pemilihan Ketua MA dulu? Namun kelihatannya Bagir tidak didukung bawahannya untuk mereformasi internal MA sebagai benteng terakhir keadilan.*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/