Salam Kangen tuk Mbak Mia dkk Kolom penulis Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk penerima penghargaan sastra internasional ini pernah saya postingkan ke WM tidak lama sesudah terjadimya bencana Tsunami di Aceh (“Menjenguk Allah di Aceh”).
Pada kolomnya di Republika Senin, 11 Desember 2006, kembali Ahmad Tohari, dengan prosaik membahas masalah poligami dalam Islam yang kontroversial---dalam tanda petik---itu dibuat sederhana. Betul, secara pribadi saya juga berpendapat bahwa poligami, adalah merupakan “pintu darurat” yang perlu ada, tetapi tidak dapat dibuka seenaknya. Karena itu saya sangat setuju kalau Unadang-Undang sangat memperketat aturan poligami, tidak melarangnya sama sekali. Ini bukan berarti negara masuk terlalu jauh kepada urusan pribadi warganya seperti yang dukhawatirkan Din Syamsudin dan KH Hasyim Muzadi, tetapi mencegah penyalahgunaan poligami atas nama agama, yang justru dapat mencereng tujuan mulia agama memperbolehkan poligami. Analogi “pintu darurat” tersebut juga digunakan tidak kurang oleh Pakar Al Quran dan penulis Tafsir Al-Misbakh Prof Dr Quraish Sihab. Pada kenyataannya jarang sekali tokoh-tokoh Islam Indonesia yang berkarakter kuat, seperti tokoh-tokoh eks partai Masyumi dulu yang berpoligami, termaksud Ketumnya Moh Natsir glr Dt Sinaro Panjang. Tidak juga para Ketum Muhammadiyah, kecuali Alm Buya AR St Mansur, yang memperisteri salah seorang kakak Alm Buya Hamka. Dan seperti pernah dituturkan oleh Buya Hamka, kakak iparnya itu pernah menasehati sang Ulama besar tersebut agar tidak berpologami. Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan juga menjalani kehidupan monogami. Jangan dikata lagi Dr Moh Hatta, yang dalam berbagai aspek dalam peri kehidupannya hampir selalu berpegang teguh kepada Ajaran Islam. Dan saya setuju dengan gagasan Martha seorang netter Apakabar, agar aturan ini hendaknya tidak dibatasi hanya terhadap pemeluk agama Islam saja SWGL (So what gitu loh)? Dalam sebuah wawancara Majalah FORUM dengan pengacara kondang dan Ketua TPDI RO Tambunan beberapa tahun yang lalu, terlihat foto sang Pengacara yang gagah itu dengan beberapa anak dan isterinya yang terkena stroke berat yang di foto tersebut tampak sekali menyebabkannya mengalami degenerasi fisik dan psikis yang sangat signifikan, dan isteri mudanya yang sintal yang berdiri disebelahnya. Ya, karena yang memerlukan “pintu darurat” jelas bukan hanya pria-pria muslim saja, dan mereka tentunya juga perlu dipayungi oleh Undang-Undang. Begitu loh. Wassalam, Darwin Pintu Darurat Oleh : Ahmad Tohari Republika, Senin, 11 Desember 2006 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=275100&kat_id=19 Kemarin pagi U-un sama Fadli datang bersama-sama ke rumah saya. Saya jadi tahu Fadli sedang punya masalah. U-un bilang, Fadli sedang gagap menghadapi pertanyaan istrinya; soal poligami. "Istrimu tanya bagaimana, Fad?" kata saya sambil senyum. "Istri saya tanya, apakah saya punya niat cari istri lagi. Saya jawab tidak, tapi dia tetap tidak yakin dan terus bertanya." "Mengapa istri kamu terus bertanya seperti itu?" "Istri saya bilang, agama Islam membenarkan poligami. Nah, tolong, saya harus bilang apa agar istri saya tenang." Saya dan U-un tertawa bersama. Fadli memang gagah. Dan untuk ukuran orang kampung dia berasal dari keluarga cukup kaya. Wajar bila ada perempuan naksir, dan membuat istrinya was-was. "Nah, sikap kamu sendiri bagaimana?" tanya saya. "Saya sudah bertekad menjadi seorang monogam. Saya hanya mungkin kawin lagi apabila istri saya meninggal. Dan ini adalah suatu hal yang sama sekali tidak saya harapkan." "Tapi perilaku kamu bagaimana? Jangan-jangan kamu, meski sudah bertekad jadi monogam, sering usil terhadap perempuan lain," Kejar U-un. "Kalau begitu apa bedanya dengan poligam?" "Kamu tak usah bertanya seperti itu karena kamu benar-benar mengenal saya," sanggah Fadli. "Saya memang bergaul dengan teman lelaki maupun perempuan. Tapi masalah yang menggelisahkan istri saya itu tadi; mengapa Islam membenarkan poligami." Sejenak sepi. Saya kemudian ingat, U-un pernah kuliah di STAIN, jurusan syariah lagi. "Nah, ini bagian U-un untuk menjawab kegelisahan istri Fadli. Ayo, Un!" "Kok saya? Saya kan belum pernah kawin?" "Tidak apa-apa. Yang sudah kawin belum tentu lebih arif dan alim daripada yang masih perjaka." Karena merasa terdesak, U-un mencoba mengeluarkan ilmunya yang menurut pengakuannya sendiri tak seberapa. "Kegelisahan istri Fadli wajar dan manusiawi. Istri Kanjeng Nabi saja bisa terkena rasa cemburu. Tapi masalahnya jadi lebih serius karena seolah-olah istri Fadli menggugat otoritas syariah Islam. Ini yang perlu direnungkan mengapa sampai terjadi." "Ya, kenapa?" kejar saya. "Ah, menurut saya, karena banyak orang hanya mau enaknya menafsir hukum poligami. Padahal ibarat pintu, poligami adalah pintu darurat. Sungguh-sungguh darurat sehingga hanya boleh dibuka bila situasinya memang darurat. Nah, sekarang banyak lelaki menjadikan pintu darurat itu sebagai pintu biasa yang boleh dibuka kapan pun dia mau." "Pintu darurat?" tanya saya lagi. "Iya! Kanjeng Nabi baru melakukan poligami dalam situasi sangat darurat setelah banyak lelaki sahabatnya gugur dan mereka meninggalkan ratusan janda dengan lebih banyak lagi anak yatim. Dalam keadaan dikelilingi oleh ratusan janda (tua-tua dan tidak rupawan pula) serta banyak sekali anak yatim itulah Kanjeng Nabi memutuskan berpoligami. Dari situasi ini bisa diketahui apa motivasi yang dilakukan oleh Kanjeng Nabi. "Ketika keadaan masih normal Kanjeng Nabi tidak melakukan poligami dalam perkawinannya dengan Khadijah selama 26 tahun. Padahal Khadijah 15 tahun lebih tua. Ketika meninggal Khadijah adalah nenek berusia 66 tahun sedangkan Kanjeng Nabi baru berusia 51 tahun. Khadijah meninggal sebagai istri seorang monogam yang sangat setia meskipun suaminya itu jauh lebih muda." Terus terang, saya agak terpukau oleh kata-kata U-un. Mungkin Fadli juga. "Un!" kata saya. "Saya memahami omonganmu. Namun apakah situasi darurat hanya berkaitan dengan banyaknya janda dan anak yatim?" "Saya kira tidak. Kalau seorang istri dinyatakan mandul, atau tidak mampu melayani karena masalah kesehatan misalnya, maka si suami kehilangan hak dan harapannya untuk mempunyai keturunan. Dalam hal ini si suami boleh menikah lagi, namun harus tetap adil. Nah, ini tidak mudah. Kalau ada orang sebenarnya tidak mampu bersikap adil jangan pura-pura mampu!" "He-he, Un! Bagaimana kalau suami yang bermasalah, impoten misalnya. Apakah istri boleh menikah lagi dengan lelaki lain?" "Waduh, saya kira tidak boleh. Itu berabe." "Kalau begitu tak adil!" "Eh jangan buru-buru bilang begitu. Istri yang punya suami impoten dan merasa haknya tak terpenuhi, mengapa tidak meminta talak saja, dan baru kawin lagi dengan lelaki lain?" "Boleh?" "Siapa bilang tidak boleh? Pengadilan agama akan mengurusnya." "Setuju!" kata saya. "Lalu bagaimana dengan Aa Gym? Apakah dia berpoligami dalam situasi darurat?" "Ah, saya tidak mau komentar. Saya hanya bisa mengulang kata-kata saya tadi; banyak lelaki seenaknya menganggap pintu darurat sebagai pintu biasa dan lupa Kanjeng Nabi hanya menikah lagi setelah istri pertama wafat." ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/