http://www.sinarharapan.co.id/berita/0507/26/sh09.html



Sisi Gelap Perkawinan Timur-Barat (7)
Aku Hanya Alat Reproduksi
Oleh
Yuyu A.N. Krisna Mandagie


LOOSDRECHT - Belanda adalah sebuah negeri yang terletak di bawah permukaan 
laut. Contohnya, Bandara Internasional Schiphol terletak 4,5 meter di bawah 
permukaan laut. Di bidang pengaturan air, tak ada negara yang dapat 
menandingi Belanda. Di Belanda, air mempunyai fungsi sosial yang berhubungan 
dengan kehidupan manusia. Rekreasi air berkembang dengan baik.
Loosdrecht adalah salah satu kota yang terkenal dengan wisata air. Kota ini 
terletak di pinggir Danau Loosdrecht yang cukup besar untuk ukuran Belanda. 
Walaupun tidak sebesar Danau Toba di Sumatera Utara atau Danau Tondano di 
Minahasa, Sulawesi Utara, Danau Loosdrecht sangat terkenal di Belanda. Di 
kota ini terdapat vila-vila dari aktor dan aktris dunia.

Aktor Marlon Brando, Telly Savalas, semasa hidupnya sering berminggu-minggu 
berlibur di vila mereka di kota ini. Aktris Jean Seymour "Medicine Woman" 
yang keturunan Belanda sering nampak di kota ini. Vila-vila di kota ini 
dibangun dengan arsitektur yang menyatu dengan alam sekeliling danau.
Pada musim panas (Juni-Agustus) danau ini dipenuhi oleh perahu-perahu 
bermotor yang berseliweran dengan penumpangnya perempuan-perempuan bule 
berbikini yang mencari panasnya matahari.

Tetapi bagi Ningsih, ibu muda beranak satu, semua keindahan yang ditawarkan 
oleh kota Danau Loosdrecht adalah semu. Beberapa tahun lalu perempuan ini 
disunting oleh Jansen, duda setengah baya. Dari luar saja, kita sudah dapat 
melihat bahwa pasangan ini "jomplang".

Jansen seperti layaknya pria-pria asing berkulit putih dengan wajah mirip 
bintang film Harrison Ford. Sementara Ningsih masih polos seperti ABG 
kampung, tidak bermake-up, rambut lurus sebatas bahu. Rumah bagus di daerah 
yang berkelas di kota Loosdrecht adalah ukuran kesuksesan materi keluarga 
ini. Tetapi ada apa di balik itu?

Suatu sore aku kedatangan tamu seorang ibu kenalan keluarga kami. Ibu ini 
membawa kiriman dari Indonesia buat Ningsih. Dia memintaku supaya 
mengantarnya ke rumah Ningsih di Loosdrecht yang letaknya dekat dengan 
Hilversum. Rumah Ningsih dengan rumahku hanya dipisahkan oleh lapangan bola.

Berdua kami berjalan kaki ke rumah Ningsih. Pagar besi rumah bagus itu 
tertutup rapat. Bel rumah beberapa kali kami tekan tapi tidak ada 
tanda-tanda kehidupan dari dalam rumah. Kemudian seorang ibu tetangga 
Ningsih keluar dan menemui kami. "Mungkin keluarga Jansen sedang keluar," 
ujarnya.
Menurut ibu (mevrouw) itu, keluarga Jansen agak lain dibandingkan 
keluarga-keluarga di wijk (lingkungan) itu. Mereka tidak bergaul dengan para 
tetangga. Ada kesan hidupnya eksklusif, atau sebenarnya ada sesuatu yang 
disembunyikan.
Kehidupan orang Belanda terkesan individualistis. Tetapi untuk bertegur 
sapa, itu hal yang lazim di kalangan mereka. Namun keluarga Jansen tidak 
pernah bertegur sapa dengan tetangganya.

Bagaikan Pembantu
Sore itu kami kembali lagi ke rumah Ningsih. Kali ini kami beruntung. Bel 
rumah yang kami tekan mendapat reaksi. Pintu rumah terbuka, sosok laki-laki 
Belanda berjalan ke luar dan menuju pagar. Pintu pagar dibuka dan lelaki itu 
dengan ramah mempersilakan kami berdua masuk.

Memasuki rumah menuju ke ruang tamu kami harus melewati dapur. Di ruang 
tamu, seperti layaknya keluarga-keluarga Belanda, pasti ada kursi "raja", 
yang ukurannya lebih besar dari kursi-kursi lainnya. Kursi itu dikhususkan 
untuk sang suami. Jansen, suami Ningsih, langsung duduk di kursi "raja", 
menunjukkan dialah kepala rumah tangga di keluarga itu.

Keadaan di Indonesia mendominasi percakapan sore hari itu. Jansen 
mengutak-atik kebobrokan Indonesia. Dia mengemukakan argumen dan analisis 
sebagai orang Barat. Arogan, sok tahu dan menggurui. Kepalaku menjadi 
pening. Percakapan kami berubah menjadi debat. Adu argumentasi.

Ningsih tidak mengikuti percakapan kami. Dia sibuk di dapur membuka kiriman 
yang dibawa oleh ibu temanku itu. Tak lama Ningsih muncul dengan nampan 
membawa cangkir-cangkir kopi. Ada penganan khas Belanda kue speculaas, kue 
kering cokelat berbumbu.

Ningsih berjalan terbungkuk-bungkuk seperti gaya seorang batur (pembantu). 
Dia kelihatan gugup ketika meletakkan mangkuk besar milik Jansen di atas 
meja, kemudian mempersilakan mengambil cangkir berisi teh. Ningsih kemudian 
masuk ke dapur. Lama dia tidak ke ruang tamu untuk bergabung bersama kami.

Setelah Jansen memanggil, barulah Ningsih keluar dari dapur dan duduk di 
pojok ruang tamu sambil mengawasi bayinya. Dari seluruh pembicaraan kami 
mengenai masalah yang terjadi di Indonesia, Jansen selalu mengaitkan sosok 
Ningsih di dalamnya. Seolah Ningsih adalah Indonesia yang patut dikasihani. 
Dia dibawa ke Belanda supaya lebih maju dan modern.
Ningsih diam tidak bereaksi atau berkomentar atas ucapan-ucapan Jansen. Ada 
kesan Ningsih takut pada Jansen. Ketakutan seorang pembantu pada tuannya.
Ningsih berasal dari keluarga kurang mampu di pinggiran kota Bogor. Bisa 
lulus SMA saja sudah suatu berkat yang harus disyukuri. Lewat sebuah biro 
jodoh amatir Ningsih berkenalan dengan Jansen. Jansen kemudian datang ke 
Bogor, ingin melihat Ningsih secara langsung.

"Setelah Thailand, aku ke Indonesia. Aku punya banyak koleksi foto dan 
riwayat hidup perempuan-perempuan Asia," ujar Jansen dengan gaya arogan, 
menceriterakan pada kami kisah perjumpaannya dengan Ningsih.
Dari segi materi Jansen beruntung. Pekerjaannya sebagai akuntan di 
perusahaan jasa yang besar di Belanda, menyebabkan dia dapat memiliki mobil 
BMW seri terbaru, rumah bagus di kawasan elite di kota Loosdrecht, 
pakaiannya bermerek. Dengan gaji yang bagus Jansen bisa berlibur tiap tahun.

Hanya karena Iba
Jansen berjumpa dengan Ningsih di Bogor. Menurut Jansen, Ningsih bukan 
tipenya. Tetapi setelah melihat keadaan keluarga Ningsih timbul rasa ibanya, 
ingin mengangkat kehidupan ABG kampung ini. Tetapi sebenarnya keluarga 
Ningsih kurang berkenan anaknya kawin dengan Jansen. Ada beberapa kejadian 
yang membuat keluarga ini tawar hati.

Pernah kejadian, ice cream yang dibeli oleh Jansen dimakan oleh salah 
seorang keponakan Ningsih yang berusia 7 tahun. Jansen marah luar biasa. Ada 
juga beberapa peristiwa lain yang menunjukkan Jansen adalah manusia yang 
penuh perhitungan.
Ningsih belum lagi berusia 20 tahun ketika dia harus menerima lamaran Jansen 
yang berusia 54 tahun. Mereka akhirnya menikah. Ningsih pun diboyong ke 
Negeri Belanda. Negeri yang rata dan selalu dingin.

Ningsih menjadi warga negara Belanda. Waktu itu siapa pun yang menikah 
dengan warga Belanda boleh menjadi warga negara Belanda. Namun akibat 
berbagai ulah teroris, Pemerintah Belanda memperketat peraturan menyangkut 
izin tinggal dan kewarganegaraan.

Beberapa hari setelah bertamu ke rumah Ningsih, aku bertemu dengan Ningsih 
bersama bayinya di winkel centrum (pusat pertokoan) Kerkelanden dekat rumah. 
Usai berbelanja, Ningsih dengan setengah memaksa ingin mampir ke rumahku. 
Kami berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang kiri kanannya dirimbuni 
pokok mawar hutan berwarna merah muda. Pemandangan yang indah. Tetapi 
seindah itukah perasaan Ningsih? Karena aku melihat "pelangi" di bola 
matanya. Tiba di rumah, tangis Ningsih pecah.

"Mbak, ada hal yang ingin aku ceriterakan", Ningsih membuka percakapan. 
Perkawinanku sebenarnya adalah sebuah perbudakan dalam bentuk lain. Aku 
setiap malam harus melayani permintaan Jansen. Dia ingin punya anak banyak 
dari rahimku. Tetapi Mbak sendiri tahu kehidupan di Belanda kan sulit. Semua 
harus dikerjakan sendiri. Menggaji pembantu? Kita bisa bangkrut.

Bayiku belum lagi setahun, Jansen sudah ingin aku hamil lagi. Jansen memang 
cinta anak-anak, tetapi dia tidak mencintaiku. Aku hanya dipakai sebagai 
alat reproduksi untuk menghasilkan anak baginya. Dia mengharuskan aku makan 
makanan yang bergizi tinggi agar melahirkan bayi yang sehat.

Tetapi lihatlah, Mbak, tubuhku tetap saja kurus. Sebab biarpun aku makan 
tiap hari tetapi kalau hatiku selalu terluka, tidak tenang, tetap saja 
kurus. Jansen orangnya kasar, suka menghina dan menekan harga diriku sebagai 
seorang perempuan yang hidup miskin yang berasal dari Indonesia.
Hatiku berontak tetapi aku harus menerima keadaan ini karena di kandunganku 
saat ini sudah ada janin. Aku harus menunggu hingga anakku lahir dan cukup 
besar, barulah aku akan mengambil langkah-langkah yang tegas.

Kekasaran Jansen tidak saja di dalam rumah, tetapi juga saat bertamu ke 
rumah orang lain. Pernah dia mengempiskan ban mobil suami temanku sesama 
orang Indonesia. Aku dipermalukan saat itu. Dan kejadian lain yang memalukan 
sering terjadi. Jansen sering membentak aku di muka teman-teman.

Dan yang paling tidak aku sukai bila dia sudah mulai membicarakan masalah 
yang terjadi di Indonesia. Walaupun sekarang aku sudah warga negara Belanda, 
tetapi jiwaku masih Indonesia. Aku tetap merah putih.
Sore itu aku hanya bisa menasihati Ningsih supaya jangan terlalu memikirkan 
hal-hal yang bisa mengganggu kandungannya. Tak lama sesudah pertemuan itu 
aku dengar Ningsih keguguran. 



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke