http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/08/opini/1877422.htm


 Antara "Ulama" dan "Intelektual" 
Oleh: Mochtar Buchori



Menurut kabar, salah satu hal yang ramai diperdebatkan pada Muktamar Ke-45 
Muhammadiyah di Malang ialah pemilihan pemimpin Muhammadiyah untuk lima tahun 
mendatang. Sebaiknya Muhammadiyah dipimpin "ulama" atau "intelektual"?

Selama Muhammadiyah dipimpin Amien Rais dan Syafii Maarif, mereka dipandang 
sebagai tokoh "intelektual". Sebelumnya, sejak lahir hingga kepemimpinan 
almarhum AR Fachrudin, Muhammadiyah selalu dipimpin "ulama".

Ada dua inferensi yang bisa ditarik dari hal ini. Pertama, sebagian anggota 
Muhammadiyah menginginkan agar Muhammadiyah dipimpin kembali oleh tokoh 
"ulama". Alasannya-sebatas yang saya pahami-selama umat masih harus menghadapi 
berbagai krisis, yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang memiliki sentuhan 
keagamaan yang mantap.

Di sisi lain, ada anggota yang menginginkan Muhammadiyah tetap dipimpin 
"intelektual". Alasannya-sejauh yang saya pahami-guna menghadapi masa depan 
yang penuh perubahan dan bersifat global. Yang dibutuhkan, kepemimpinan yang 
memahami tuntutan zaman yang terus berubah, termasuk perubahan peran agama 
dalam pembinaan budaya bangsa.

Inferensi kedua, "ulama" dan "intelektual" dipandang dua tokoh yang banyak 
memperlihatkan perbedaan daripada persamaan. Tepatkah pandangan ini?

Tergantung modus persepsi yang diikuti. Jika kita mengikuti persepsi yang 
dibangun atas stereotip tradisional, gambaran demikianlah yang tampak.

"Ulama" selalu diasosiasikan dengan keterlibatan dalam kepemimpinan tentang 
kehidupan agama (Islam), dengan aneka wacana yang penuh dengan ungkapan dalam 
bahasa Arab, dan dengan busana yang penuh simbol keislaman.

Sebaliknya, "intelektual" selalu diasosiasikan dengan keterlibatan menggeluti 
ilmu-ilmu duniawi, dengan gelar akademis, bahasa yang sarat dengan kosakata 
yang khas: variabel, kuantum, transformasi, mutasi kultural, dan lainnya. 
Selain itu, dengan busana yang mencerminkan kehausan akan kebebasan, tanda 
keengganan untuk diikat tradisionalitas dan formalitas. Jadi, lewat persepsi 
tradisional, yang tampak ialah kontras.

Namun, jika "ulama" dan "intelektual" dibandingkan melalui persepsi yang 
dibangun atas dasar semantika dan dinamika realitas sosio-kultural Indonesia, 
akan terlihat beberapa persamaan.

Menurut ahli, kata "ulama" adalah bentuk jamak kata "alim", artinya orang 
berilmu, terpelajar. Keterpelajaran ulama tidak terbatas ilmu agama saja, 
tetapi juga menyentuh soal-soal kemasyarakatan. Ini karena di tangan ulama, 
ilmu agama adalah ilmu tentang kearifan hidup, pribadi maupun bermasyarakat. 
Inilah sebabnya mengapa seorang ulama secara normatif juga pemimpin masyarakat.

Ulama adalah seorang moralis sekaligus teoretikus. Ulama yang tidak 
mengindahkan norma-norma moral tidak akan mendapatkan pengakuan masyarakat 
mengenai keulamaannya. Moralitas perilaku menurut ulama tidak terbatas pada 
perilaku personal, tetapi juga pada perilaku institusional.

Dalam pandangan ulama, moralitas tidak hanya melekat pada pribadi-pribadi, 
tetapi juga pada institusi atau lembaga. Berdasarkan persyaratan tentang 
"teoretikus", ulama yang tidak dapat mempertahankan pandangannya dalam rangka 
suatu teori yang diakui keabsahannya tidak akan disegani masyarakat.

Apakah "intelektual" itu?

Menurut Profesor Sayid Husein Alatas, konsep "intelektual" harus dibedakan dari 
konsep "inteligensia". "Inteligensia" adalah mereka yang telah menjalani 
pendidikan tinggi dan memiliki pengetahuan mendalam tentang suatu hal. 
"Inteligensia" ialah teknisi dan profesional. Sementara "intelektual" ialah 
mereka yang tidak terbelenggu ilmu yang bersifat teknis dan aplikatif 
semata-mata. Alam pikiran intelektual luas, mencakup masalah kemasyarakatan, 
seni, etika, dan agama. Dirumuskan secara singkat, cara berpikir inteligensia 
selalu bersifat spesialistik, sedangkan cara berpikir intelektual bersifat 
generalistik.

Menurut McGregor Burns, seorang intelektual adalah orang yang mampu berpikir 
secara analitik sekaligus normatif. Dalam memecahkan tiap persoalan, seorang 
intelektual mengerahkan segenap imajinasinya secara terkendali, secara 
disipliner. Seorang intelektual berpikir secara normatif dan teoretik.

Aspek lain intelektual ialah ia selalu menggeluti pengetahuan baru, gagasan 
baru, dan nilai-nilai baru. Ia tidak terikat kepada kekinian, tetapi selalu 
berusaha menjangkau masa depan. Seorang intelektual selalu berpikir secara 
antisipatoris.

Jadi, melalui persepsi semantik-empirik ini terlihat adanya beberapa persamaan 
antara "ulama" dan "intelektual". Keduanya mengejar ilmu. Keduanya menjunjung 
tinggi nilai-nilai dan berpikir jauh ke depan. Ini berarti, ulama dan 
intelektual tidak bersifat saling menafikan (mutually exclusive). Ada 
titik-titik singgung dan bidang singgung di antara keduanya.

Kalau demikian, apa sebenarnya persoalannya?

Dugaan saya, nakhoda baru yang dicari Muhammadiyah bukan tokoh ulama atau tokoh 
intelektual. Yang dicari ialah tokoh ulama dengan kadar keulamaan yang mantap, 
atau tokoh intelektual dengan kadar intelektualitas yang mantap. Bahkan mungkin 
yang dicari ialah tokoh ulama cum intelektual yang mantap.

Demikiankah? Barangkali!

Mochtar Buchori Pendidik


[Non-text portions of this message have been removed]



WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke