Ayat-Ayat Gus Dur Oleh: Dhimam Abror, wartawan
Film Ayat-Ayat Cinta (AAC) masih dibicarakan banyak orang. Tiba-tiba, Gus Dur membuat heboh dengan memecat Muhaimin Iskandar. Sungguh sulit menafsirkan Ayat-Ayat Gus Dur. Apa hubungan AAC dengan Gus Dur? Tidak ada atau belum ada. Tapi, kalau perdebatan menyerempet ke soal apakah AAC itu 'film Islam' atau tidak, saya yakin Gus Dur sudah punya jawaban yang khas. Sebagian penggemar AAC mengatakan bahwa inilah film Islam. Tapi, mereka yang skeptis menuding AAC adalah kampanye terselubung poligami. Orang-orang seperti Gus Dur rasanya tidak akan setuju terhadap anggapan bahwa AAC adalah film Islam. Seperti pikiran Gus Dur yang sudah tegas, tidak ada film Islam, tidak ada lagu Islam, dan tidak ada negara Islam. Euforia AAC ini seperti ledakan kemenangan akibat ketertekanan. Sudah sekian lama film Indonesia didominasi tema-tema gaul bebas yang mempertontonkan seks bebas. Kemudian muncul film-film dengan tema mistis dan setan seperti Jailangkung, Kuntilanak, Beranak dalam Kubur dan sejenisnya. Lalu kemudian muncullah AAC yang lebih segar dan orisinal. Maka orang pun seperti terkaget-kaget dan seperti mendapatkan sumber air segar di padang pasir. Orang- orang yang sudah bertahun-tahun tidak menonton film terpaksa harus mencari waktu untuk menontonnya. Lalu muncul klaim-klaim inilah film Islam. Inilah gaya pacaran Islam. Ini merupakan perulangan fenomena masa lalu. Ketika masa-masa Orde Baru saat Islam terdesak dan dipojokkan oleh rezim Soeharto. Apa-apa yang berbau Islam diwaspadai. Tetapi ketika kemudian Soeharto membutuhkan Islam sebagai penyeimbang kekuatan politik tentara, lahirlah konsesi-konsesi kepada orang Islam. Lahirlah legislasi-legislasi yang dianggap pro-Islam sampai puncaknya ketika lahir ICMI. Para pendukung formalisasi Islam bersorak. Tetapi kubu lainnya berteriak karena menganggap Soeharto telah berbelok untuk memformalisasi Islam. Perdebatan di kalangan aktivis Islam terus berkepanjangan. Mana yang perlu, negara Islam atau negara yang Islami. Pendukung formalisasi akan berteriak kita butuh negara Islam. Pada kubu seberang mereka berteriak, tidak perlu negara Islam, yang penting negara yang islami. Orang-orang seperti Gus Dur ada pada kuadran terakhir yang tidak membutuhkan formalisasi agama. Gus Dur lebih suka negara yang netral terhadap agama. Negara harus tetap sekuler tidak memihak kepada agama mana pun atau bertindak sama terhadap agama apa pun. * * * Pemikir India, Amratya Sen, dalam buku Argumentative Indian dengan tegas membela ide sekuler yang diterapkan di India. Menurutnya negara sekuler adalah bentuk terbaik yang paling pas untuk India. Sen mengutip dua tokoh besar India yang sama-sama pendukung sekularisme; Mahatma Gandhi dan Rabindranat Tagore. Keduanya orang Hindu, tetapi menolak menjadikan India sebagai negara Hindu. Di India hidup komunitas Islam, Kristen, Yahudi, dan agama-agama lain. Demikian pun Sultan Akbar yang Islam pernah menguasai India. Tetapi, ia memerintah secara sekuler dengan tidak menjadikan India negara Islam. Ketika India merdeka, prinsip sekuler ini diterapkan di India. Tetapi, Mahatma Gandhi harus membayar mahal. Ia dibunuh ekstremis Hindu karena dituduh terlalu lunak kepada orang Islam. * * * Sehari sebelum Muhaimin dipecat Gus Dur, saya menerima kiriman dua buku darinya. Salah satunya berjudul Gus Dur, Islam, dan Kebangkitan Indonesia. Dalam salah satu bab itu Muhaimin menulis Belajar Politik kepada Gus Dur. Dia menulis mengenai perjalanan politik bersama Gus Dur, termasuk langkah-langkah politik kontroversial yang pernah diambil Gus Dur. Ia mengaku menikmati saat-saat kebersamaannya dengan Gus Dur. Kalau toh sekarang Muhaimin harus dicopot, tentu ia mendapat satu pelajaran politik baru yang sangat penting, yaitu Gus Dur selalu sulit diprediksi. Ayat-ayat Gus Dur selalu sulit ditafsirkan dan diterima. Langkah-langkah politiknya tidak terduga. Pandangannya mengenai sekularisme tetap sulit diterima oleh banyak orang. Muhamimin dengan bangga menulis, langkah politik Gus Dur dalam berpolitik selalu up to date karena selalu memegang prinsip fikih yang fleksibel dan kontekstual. Itulah yang mendasari tindakan Gus Dur membela hak-hak minoritas. Bahkan itu pula konteksnya ketika Gus Dur membela Inul dari serangan FPI. * * * Ada joke di kalangan santri yang mengatakan, ulama yang sudah tidak up to date itu ibarat Al Quran usang yang sudah tua. Dibaca tidak bisa, dibuang takut dosa. Gus Dur masuk kategori yang mana? Saya pilih jawaban yang aman, yaitu: *wallahu a'lam*. (Surya online Minggu, 30/3/08) [Non-text portions of this message have been removed]