MEDIA INDONESIA Selasa, 30 Agustus 2005
Benang Kusut Buku Pelajaran Darmaningtyas, Anggota Dewan Penasihat Center for the Betterment of Education (CBE), Jakarta BUKU pelajaran merupakan senjata utama bagi seorang pelajar karena dalam buku itulah ada ilmu pengetahuan yang harus dikuasai oleh murid. Tapi ironisnya, di Indonesia masalah pengadaan buku pelajaran itu selalu menjadi masalah yang tidak pernah terselesaikan. Justru sebaliknya, selalu melahirkan persoalan baru setiap tahun ajaran baru atau bahkan setiap semester, karena mekanisme pengadaannya yang penuh dengan nuansa bisnis. Bagi masyarakat kebanyakan (awam), masalah yang ditimbulkan oleh pengadaan buku pelajaran adalah selalu ganti setiap semester dan buku yang dipakai oleh murid sebelumnya tidak bisa digantikan kepada murid berikutnya. Ini memang strategi penerbit untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis buku pelajaran. Bisnis buku pelajaran semacam itulah yang saya sebut sebagai bisnis buku yang memiskinkan dan memperbodoh masyarakat. Setelah masyarakat lebih dari sepuluh tahun mengeluhkan tentang bisnis buku yang memperbodoh dan memiskinkan itu, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian membuat kebijakan untuk memberlakukan buku ajar minimal lima tahun. Kebijakan itu kemudian dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 11/2005. Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri bisnis buku pelajaran yang cenderung menyengsarakan masyarakat. Di satu pihak, keputusan itu melegakan masyarakat karena ada payung hukum yang pasti untuk menolak bisnis buku pelajaran yang menyengsarakan. Tapi di lain pihak, keluarnya keputusan yang terlambat (setelah dimulainya tahun ajaran baru) membuat keputusan itu sia-sia belaka karena orang tua sudah telanjur membeli buku pelajaran untuk anak-anaknya yang masuk sekolah baru. Dengan kata lain, keputusan menteri tersebut baru akan efektif untuk tahun ajaran 2006/2007 nanti. Keputusan Menteri Pendidikan mengenai masa berlaku buku pelajaran untuk masa minimal lima tahun itu belum terlaksana, tiba-tiba ada keputusan baru menyangkut penarikan buku pelajaran sejarah yang disusun berdasarkan kurikulum 2004 atau yang dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Tidak ada alasan yang jelas mengapa buku pelajaran sejarah tersebut ditarik. Yang pasti, banyak orang tua yang sudah telanjur membelikan buku sejarah tersebut untuk anak-anak mereka. Dan ketika buku tersebut ditarik, tidak otomatis uang mereka dikembalikan oleh pemerintah melalui penerbit. Artinya, masyarakat harus membayar mahal untuk sesuatu yang tidak berguna. Isi menyesatkan Selain mekanisme pengadaannya yang menyengsarakan masyarakat, isi buku paket atau buku pelajaran itu sendiri bisa membingungkan dan menyesatkan murid-murid. Hal itu disebabkan tidak jelas betul pesan yang ingin disampaikan oleh penulis buku pelajaran, terutama dalam membuat soal-soal yang dimaksudkan untuk membantu pemahaman murid. Di bawah ini diberikan contoh materi pelajaran bahasa Indonesia kelas III semester I yang disusun berdasarkan kurikulum 1994. Pada buku Bina Bahasa Indonesia 3A untuk Sekolah Dasar Kelas 3 Semester I, terbitan Erlangga yang disusun oleh Tim BKG, Kurikulum 1994 Suplemen 1999 halaman 8 dicontohkan mengenai penggunaan huruf kapital untuk nama suku bangsa dan bahasa. Contoh yang diberikan adalah 1) ''Kami adalah bangsa...'' (jawabannya Indonesia) dan 2) Di Kabupaten Banten berdiam suku.... (jawabannya Baduy). Kedua contoh di atas tidak ada persoalan karena pesan yang disampaikan jelas dan kedua pilihan yang diberikan juga tidak membingungkan, karena dari kedua contoh soal yang tersedia terdapat dua jawaban yang harus dipilih dan pembedanya juga amat jelas. Tapi sampai pada soal yang harus dikerjakan oleh murid amat membingungkan. Dari 10 pertanyaan yang tersedia, terdapat 10 alternatif jawaban. Tapi semua alternatif jawaban itu bisa benar semua bila diisikan ke dalam masing-masing pertanyaan, seperti yang terlihat di bawah ini: Kerjakan seperti contoh! 1. Pamanku orang Bandung, ia adalah suku? 2. Bibiku pandai berbahasa? 3. Adikku ingin belajar bahasa? 4. Ayahnya termasuk suku? 5. Benarkah kamu termasuk bangsa? 6. Saya paham betul bahasa? 7. Di mana suku ... berada? 8. Ayahku pernah bertemu dengan suku? 9. Kami senang bisa belajar bahasa? 10. Kami pernah mengunjungi suku? Sedangkan alternatif jawabannya: Sunda, Jepang, Inggris, Bali, Arab, Betawi, Manado, Indian, Madura, Tengger. Menyimak daftar pertanyaan dan alternatif jawaban seperti di atas, maka sebetulnya tidak ada jawaban tunggal. Pertanyaan nomor satu, misalnya, belum tentu jawabannya suku Sunda. Sebab bisa saja pamanku sebetulnya suku Madura, tapi karena sejak kecil tinggal di Bandung, maka dia lebih suka menyebut sebagai orang Bandung. Demikian pula pertanyaan nomor dua, seandainya dijawab lebih dari satu alternatif jawaban yang tersedia sah-sah saja dan benar. Sebab sangat mungkin bibiku pandai berbahasa Jepang, Inggris, Bali, dan Arab. Atau pandai berbahasa Sunda, Jepang, Inggris, dan Arab. Hal yang sama berlaku untuk pertanyaan lainnya. Sebagai contoh pertanyaan No 10, sah dan benar bila dijawab: Kami pernah mengunjungi suku Tengger, Sunda, Bali, Madura, atau bahkan suku Indian di Amerika sana. Seorang antropolog atau seorang traveler sangat mungkin mengunjungi banyak suku di negeri/dunia ini. Isi buku yang membingungkan itu bila dipegang oleh guru yang tidak cerdas dan berpikir tertutup, akan menimbulkan kekerasan pada murid. Sebab, murid akan dipaksa untuk menjawab sesuai dengan selera guru. Pada pertanyaan nomor satu mungkin guru akan memaksa murid untuk menjawab 'suku Sunda'. Murid yang mempunyai jawaban lain bisa disalahkan, padahal jawaban murid yang sembarang pasti benar bila mereka masih tetap mengambil salah satu atau beberapa dari 10 alternatif jawaban yang tersedia. Contoh di atas diambil hanya dari satu halaman salah satu buku pelajaran saja. Bila kita coba telisik semua buku pelajaran dari TK hingga SMA, sangat mungkin akan ditemukan banyak kesalahan informasi maupun contoh soal sehingga akibatnya buku itu tidak mencerdaskan murid, tapi membingungkan dan menyesatkan murid. Di mana letak kesalahan contoh soal di atas? Jawaban yang tersedia tidak fokus! Padahal, soal yang akurat harus memberikan alternatif jawaban pasti, karena kepastian itulah yang menunjukkan bahwa pesan yang ingin disampaikan sangat jelas. Bila pesannya tidak jelas, murid bisa menjawab sembarang dan tidak bisa disalahkan. Kekeliruan yang ada dalam buku di atas sangat menyedihkan karena buku itu disusun oleh Tim Bina Karya Guru. Bila para guru yang menyusun saja tidak menyadari adanya kesalahan yang sangat fatal, bagaimana mungkin guru pemakainya 'yang dengan keterbatasan kemampuannya' akan bersikap kritis dan mengetahui kesalahan buku itu? Guru kemudian mereproduksi kesalahan secara terus-menerus.*** ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/